Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Melalui Ngaji Keadilan Gender Islam, Nur Rofiah punya misi membangun kesadaran tentang kemanusiaan perempuan yang setara dengan laki-laki.
Nur Rofiah meyakini semangat memanusiakan perempuan itu sangat islami.
Menyodorkan penafsiran yang terbilang progresif dalam pengajiannya, Nur Rofiah kerap dilabeli
BERTAHUN-TAHUN bergelut di dunia aktivisme perempuan, Nur Rofiah terbentur pada realitas pahit. Ahli tafsir Al-Quran dan pegiat keadilan gender ini tak hanya bertemu dengan para perempuan korban kekerasan. Dari interaksinya dengan aktivis di berbagai organisasi perempuan, dia juga mendapati banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga.
Doktor ilmu Al-Quran dan tafsir yang mengajar di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta Selatan ini mengatakan jutaan keluarga di Indonesia dikepalai oleh perempuan. Ada yang menjadi kepala rumah tangga karena suaminya meninggal. Banyak pula karena laki-lakinya tidak berdaya, seperti sakit, terjerat kasus hukum, atau bahkan sengaja menelantarkan. Tidak sedikit dari para perempuan itu harus mengadu nasib sebagai buruh migran demi menafkahi keluarganya. “Tapi, kalau saya di kampus bicara tentang kepala keluarga, pasti laki-laki, ayatnya laki-laki. Jadi ada gap yang begitu besar,” tutur Nur Rofiah, 49 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo melalui konferensi video, Kamis, 29 April lalu.
Berbekal pengalaman itu, Nur Rofiah mulai meneliti dan menuliskan berbagai aspek kehidupan perempuan. Lewat forum diskusi, dia memperjuangkan keadilan gender bagi perempuan, di antaranya turut menggagas Kongres Ulama Perempuan Indonesia pada 2017 di Cirebon, Jawa Tengah. Sejak 2019, dia juga menggelar Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI), yang menawarkan cara pandang baru memahami Al-Quran yang mengusung semangat keadilan pada perempuan.
Pengajian itu menarik minat ribuan orang, dari mahasiswa, dosen, pengurus partai politik, aktivis, hingga pengasuh pesantren. “Dengan banyaknya peserta, saya jadi berpikir, jangan-jangan ada kebutuhan tinggi di kalangan masyarakat untuk belajar Islam yang adil gender,” ujarnya.
Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus, Mahardika Satria Hadi, dan Abdul Manan, Nur Rofiah menceritakan keputusannya mengadvokasi keadilan gender lewat jalur dakwah, menguatnya fundamentalisme Islam yang banyak merugikan perempuan, serta masih tingginya potensi tafsir yang bias gender dalam Islam.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo