Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAMBUTNYA dicukur pendek dan penuh uban. Tubuhnya kurus, tinggi badannya sedang-sedang saja. Kacamata yang bertengger di wajahnya membuat dia tampak jauh lebih tua ketimbang umurnya. Achmad Roihan, itulah namanya, baru berumur 44 tahun. Meski tak sekondang Imam Samudra, dia bukan orang sembarangan. Roihan, cucu tokoh nasional K.H. Achmad Dahlan, adalah anggota Markaziyah Jamaah Islamiyah atau komando pusat organ rahasia yang dituding menggerakkan aksi teror bom di Asia Tenggara.
Lazimnya anggota gerakan bawah tanah, Roihan pun punya banyak nama alias. Dia adalah juga Saad, Ma Ucang, Arkam, atau Hajono. Pada 1985, Roihan adalah salah seorang dari lima angkatan pertama mujahid yang dikirim pendiri Jamaah Islamiyah, Abdullah Sungkar (almarhum), untuk belajar ilmu militer di Afganistan. Rekan seangkatannya adalah Aris Sumarsono alias Zulkarnaen alias Daud, yang kini masih buron. Zulkarnaen kini disebut-sebut sebagai komandan militer tertinggi Jamaah Islamiyah.
Roihan ditangkap aparat di Palu, Sulawesi Tengah, April silam, dan kini mendekam di Penjara Kerobokan, Denpasar, Bali. Meski dia tak terlibat langsung aksi bom Bali, polisi menduga dia turut dalam tahap perencanaan. Di rumah kontrakannya di Laweyan, Solo, ditemukan setumpuk dokumen penting, berupa manual latihan militer. Tapi Roihan punya dalih mengejutkan, yang seolah menyiratkan retak di tubuh organisasi militan itu. "Keputusan operasi selama ini bukanlah keputusan organisasi," ujarnya kepada Nezar Patria dari TEMPO, yang berhasil mewawancarainya, beberapa waktu lalu. Berikut ini petikannya.
Semua alumni senior Afganistan, seperti Zulkarnaen, duduk sebagai anggota Markaziyah?
Ya, hampir seluruh angkatan pertama veteran Afganistan duduk di badan ini. Termasuk Zulkarnaen. Dia menjabat Ketua Dewan Asykari (militer) di Markaziyah. Saya sendiri tak punya jabatan struktural di sana. Memang tak selalu angkatan senior duduk di Markaziyah. Tak mutlak seperti itu.
Aparat menyebut Zulkarnaen adalah komandan militer tertinggi....
Mungkin juga, karena dia adalah Ketua Dewan Asykari, lalu disebut sebagai panglima tertinggi.
Dia cukup berpengaruh dalam struktur operasi militer Jamaah Islamiyah?
Saya tak tahu posisi dia sekarang, jadi tak tahu berpengaruh atau tidak. Tapi, dari segi keterampilan teknis militer, tak ada yang menonjol pada diri Zulkarnaen. Setahu saya, dia tak bisa meracik bahan bom. Dia hanya bisa merakit bom dari bahan yang telah siap pakai. Jadi, itu kan standar sekali. Mungkin dalam soal taktik dia pintar.
Dari rumah kontrakan Anda di Solo, disita sejumlah materi latihan militer....
Ya, betul. Itu adalah bahan akademi militer di Afganistan.
Apa saja materi pendidikannya?
Secara garis besar, ada empat dasar kemiliteran yang kita pelajari. Pertama adalah bahan peledak. Kedua, pelatihan senjata. Ketiga, membaca peta. Dan keempat, taktik bertempur. Lalu ada pelajaran lain yang dalam bahasa Afgan disebut komandaniyat. Itu soal kepemimpinan, misalnya manajemen organisasi tempur.
Tak ada pelatihan membentuk pasukan khusus, misalnya?
Tidak ada. Yang khusus adalah soal mental perjuangannya. Ini yang lebih kita utamakan dalam jihad.
Sebenarnya bagaimana jalur komando dalam melaksanakan operasi?
Begini, lo. Semua operasi harus melewati majelis fatwa. Pada forum terakhir, setelah Abdullah Sungkar meninggal, forum fatwa itu lumpuh. Padahal badan itu penting untuk mengesahkan tindakan yang akan dilakukan. Semua aksi kan harus diatur oleh organisasi.
Lalu bagaimana dengan aksi Jamaah Islamiyah sekarang?
Yang sekarang terjadi, banyak inisiatif aksi yang datangnya secara individual saja. Misalnya, order dari Mantiqi I (mencakup Malaysia dan Singapura-Red.) lantas dilakukan di Mantiqi II (meliputi seluruh wilayah Indonesia kecuali Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua-Red.) tanpa diketahui oleh struktur setempat.
Mengapa bisa terjadi begitu?
Begini, sejak tak ada majelis fatwa, banyak anggota yang melakukan eksplorasi atas pendapat ulama. Mereka menjadikan itu sebagai sandaran fikih untuk bertindak. Tapi itu kan sangat individual. Seharusnya order dari Mantiqi I itu kan dibahas dulu oleh majelis fatwa di sini. Karena yang tahu etnografis suatu daerah operasi kan mereka yang berada di sini.
Maksudnya?
Ringkasnya saya bilang, keputusan operasi selama ini bukanlah keputusan organisasi.
Lalu siapa yang memimpin Markaziyah sekarang?
Terakhir yang saya tahu Abu Rusdan. Dia adalah Ketua Badan Pelaksana Harian Pengurus Pusat Markaziyah Jamaah Islamiyah. (Abu Rusdan adalah nama alias Thoriqudin. Dia juga merupakan kepala sayap militer di Mantiqi II dan telah ditangkap aparat keamanan pada April 2003-Red.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo