KEEMPAT rak kayu itu penuh sandal dan sepatu gunung, berjajar menempel di tembok putih di ruang tamu 3 x 6 meter berlantai keramik putih mulus. Persis suasana di ruang pajang kios sandal dan sepatu. Ternyata penghuni rumah hanya memajangnya sebagai kamuflase. Fungsi aslinya baru ketahuan setelah polisi membongkarnya pada 11 Juli silam.
Hasilnya mengejutkan. Di lantai dua rumah itu polisi menemukan hampir satu ton bahan peledak, senjata, dan ribuan peluru. Coba: ada dua pucuk FN dan rakitan, seribu lebih detonator non-elektronik, 25 detonator elektronik, 30 karung potasium klorat masing-masing berisi sekitar 30 kilogram, 65 PETN (bahan peledak berdaya tinggi), 4 kotak TNT, 11 roket jinjing, 19.000 lebih peluru kaliber 5,6 mm, 1.800 butir peluru kaliber 9 mm, 900 peluru kaliber 4,5 mm, 21 butir peluru M-14, pengatur waktu, alat perakit bom, tabung reaksi, sumbu api, battery/power, riving device, dan vaselin. Ada pula dokumen dan peta operasi perampokan dan pengeboman.
Tak hanya warga Taman Sri Rejeki Selatan VII/2 Kali Banteng Kidul, atau warga Semarang saja yang kaget. Kepala Kepolisian RI Jenderal Da'i Bachtiar sampai merasa perlu menginspeksi langsung tangkapan terbesar polisi sejak meledaknya bom Bali, Oktober tahun lalu. Jika bahan bom itu dirakit, menurut Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Irjen Polisi Didi Widayadi, "Daya ledaknya bisa empat kali bom Bali."
Polisi percaya, penghuni rumah merupakan bagian dari jaringan teroris Jamaah Islamiyah Wakalah Jawi Wustho (Jawa Tengah). Mereka adalah Machmud Hariono alias Yoseph Adirima alias Yusuf, Siswanto alias Anto, Joko Ardiyanto alias Luluk Sumaryono, dan Suyatno alias Heru Setiawan. Cuma, mereka mengaku, semua barang laknat itu kepunyaan bos mereka, yang tak lain adalah Mustofa.
Polisi tak langsung percaya. Sebab, setelah diusut, keempat pemuda yang dikenal sopan oleh para tetangganya itu merupakan alumni "akademi militer" Islam Moro, Filipina. Apalagi Didi Widayadi mengungkapkan, penangkapan "Kelompok Sri Rejeki" berikut segudang barang bukti ini merupakan hasil pengembangan kasus bom Bali, yang menelan 202 korban jiwa.
Karena itu polisi mencoba mengaitkan mereka dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI), kelompok yang diduga kuat berada di balik bom Bali. Indikasi lain, keempat pemuda itu terbukti bekerja untuk dan atas perintah Mustofa, Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah yang membawahkan Sulawesi dan Filipina. Mustofa, yang kini meringkuk di tahanan Polda Metro Jaya, juga disebut-sebut sebagai komandan Laskar Khos-alias pasukan berani mati.
Kepada polisi, Mustofa pernah mengakui, ia masih memiliki 12 anggota yang siap melancarkan bom jibaku kapan saja di Indonesia. Apakah "Kelompok Sri Rejeki" bagian dari pasukan berani mati itu? Ini yang belum terungkap. Yang sudah pasti, keempat pemuda itu pernah dikirim ke Filipina Selatan atas biaya dan instruksi Mustofa.
Joko Ardiyanto alias Luluk Sumaryono, misalnya, mengaku mengikuti pelatihan militer selama empat bulan di Kamp Hudaibiyah Moro di Filipina. Ia berangkat pada Juli 2001 dari Solo menuju Nunukan, Kalimantan Timur. Di sana ia diperintahkan menemui Abu Yasmin, yang telah siap mengirimnya ke Tawao, Malaysia, dengan speed boat. Dari Tawao ia terbang ke Sandakan, disambung perjalanan laut ke Filipina. "Seluruh biaya ditanggung Mustofa," katanya.
Pria 25 tahun itu pernah mengirim bahan peledak jenis TNT ke Jakarta pada November 2002, dan 2.000 butir peluru pada Mei 2003. Lagi-lagi, semuanya atas perintah Mustofa. "Memang klien kami mengaku mengirim TNT pada November 2002 dan 2.000 butir peluru, dua bulan sebelum tertangkap," ujar Syarif Efendi, pengacara mereka.
Tersangka lainnya, Siswanto alias Anto, adalah jago elektronik yang mengaku pernah mendapat order merakit tiga unit timer seukuran kotak sabun. Tapi ia menyangkal pengatur waktu itu untuk material bom milik Mustofa, melainkan untuk alat elektronik rumah tangga biasa. Di kampungnya di Pati, Jawa Tengah, Anto memang dikenal ahli mereparasi lemari es, televisi, dan pemutar VCD.
Sempat berkembang kecurigaan bahwa material bom Marriott, 5 Agustus lalu, dipasok oleh kelompok Mustofa. Tapi keempat tersangka mengaku tidak mengenal Asmar Latin Sani, yang dipercaya polisi sebagai pelaku bom jibaku di Hotel JW Marriott. Mereka, menurut juru bicara pengacaranya, Yasri Yudha Yahya, bahkan tidak mengerti JI dan hanya menjadi korban Mustofa.
Mustofa, yang lahir di Semarang pada 17 Desember 1961, adalah veteran perang Afganistan dan pelatih militer di kamp Islam Moro. Ia sempat kuliah di fakultas kedokteran sebuah universitas swasta di Semarang, pada 1980. Setahun kemudian ia pindah ke Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, namun tak tamat. Dalam jaringan JI, ia dipercaya berkedudukan sejajar dengan Hambali.
Akan halnya bahan peledak dan amunisi yang ditemukan di rumah kontrakannya, Mustofa mengaku hanya menerima titipan. "Secara pribadi saya dititipi amanah dari rekan di daerah konflik Poso dan Ambon," katanya dalam berita acara pemeriksaan polisi. Bagaimana dengan segepok dokumen yang menyertai penemuan bahan peledak dan amunisi itu? Menurut Didi Widayadi, "Kalau ditumpuk, tingginya mencapai 1,5 meter."
Untuk menerjemahkan dokumen bertulisan Arab itu, polisi mengundang saksi ahli, Ma'mun Efendi Nur. Dokumen itu terdiri atas enam diktat tentang persenjataan, dua diktat tentang teknik perang, satu diktat tentang ilmu medis, dua diktat tentang doktrin agama, tiga buku berisi tulisan wawasan keislaman, dan rencana operasi pengeboman sejumlah tempat penting di Semarang dan perampokan sejumlah Bank BCA.
Tapi, kata Ma'mun, "Dokumen-dokumen itu tak sedikit pun menyinggung Jamaah Islamiyah atau Al-Qaidah." Ma'mun, yang yakin dokumen tersebut berasal dari Afganistan dan dibuat pada tahun 1980-an, justru mencemaskan bagian yang bersifat panduan merakit bom dan senjata. "Ini yang berbahaya," katanya. Panduan itu, menurut Mustofa, ia peroleh dari (almarhum) Abdullah Sungkar saat berada di Afganistan. "Saya peroleh itu tahun 1998 lewat paket pos," katanya kepada penyidik.
Dalam satu dokumen yang "bocor" ke TEMPO terlihat struktur dan gerak sel hidup Wakalah Jawi Wustho sejak 1999. Mereka membagi wilayah Jawi Wustho ke dalam enam koordinator wilayah. Kekuasaannya meliputi satu eks karesidenan, lengkap dengan proses dan tahap pekerjaan yang harus dicapai. Terungkap pula program kerja wilayah Jawi Wustho hingga 25 tahun ke depan, komplet dengan taktik dan strategi pada setiap periode.
Sumber TEMPO di Kepolisian Jawa Tengah menyebut, dokumen ini "ditarik" dari notebook Imam Samudra, satu dari terpidana kasus bom Bali. Cuma, dalam wawancaranya dengan TEMPO, Imam membantah segala dokumen itu. "Saya bukan orang bodoh yang sembarangan menyimpan file di komputer," katanya.
Koordinator Wilayah
Pati: Helmi
Meliputi Kudus, Jepara, Pati, Purwodadi, Rembang, Blora.
Semarang (1): Yahya
Meliputi Kendal, Batang, Kabupaten dan Kodya Semarang, Salatiga.
Semarang (2): Sugeng Riyadi
Meliputi Semarang Utara, Semarang Timur 1, Semarang Timur 2, dan Kabupaten Demak.
Kedu: Safruddin
Meliputi Temanggung, Kabupaten dan Kodya Magelang, Purworejo, Kebumen, Wonosobo.
Pekalongan: Adnan
Meliputi Brebes, Kabupaten dan Kodya Tegal, Pemalang, Kabupaten dan Kodya Pekalongan.
Banyumas: Parmono
Meliputi Purwokerto, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara.
Jumlah kader yang sudah direkrut:
Dai 54 orang, mubalig 43 orang, mualim 44 orang
Sumber: Polda Jawa Tengah
Target Wakalah Jawi Wustho
Tahap 1 (2000-2005)
Pengadaan Personel
- Mencari personel berpotensi pembina teritorial di bidang tablig, taklim, keorganisasian, jurnalistik, dan sebagainya.
- Memberikan pelatihan kepada personel berpotensi pembina teritorial sampai mencapai taraf profesional di bidangnya.
- Merintis berdirinya yayasan dan atau lembaga dakwah lainnya di setiap kabupaten, minimal satu.
Tahap 2 (2006-2010)
Penataan Organisasi
- Diharapkan di semua kabupaten telah berdiri minimal satu yayasan atau lembaga dakwah lainnya.
- Yayasan dan atau lembaga dakwah lainnya ditata secara profesional.
- Tenaga pembina teritorial yang profesional dimasukkan ke yayasan.
Tahap 3 (2011-2015)
Pencarian Basis
- Yayasan dengan segala perangkat bergerak membina teritorial secara maksimal dan profesional.
- Pendekatan tokoh-tokoh masyarakat dan go public fikrah.
- Mulai merintis untuk mencari daerah basis.
Tahap 4 (2016-2020)
Pematangan Basis
- Sudah ditemukan beberapa alternatif daerah basis.
- Pembinaan secara intensif calon basis agar menjadi basis efektif.
- Pemindahan personel tertentu ke daerah basis.
Tahap 5 (2021-2025)
Penggunaan Basis
- Basis telah mantap menjadi mahjar/penyangga dakwah dan perjuangan.
- Basis sudah menjadi titik tolak pemberangkatan mujahid dan juru dakwah.
- Pengembangan daerah basis baru dengan titik tolak basis yang sudah ada