SALAMAH, janda kembang nan cantik 25 tahun, tiba-tiba hamil. Seluruh penduduk Kampung Windan, Sukoharjo, Ja-Teng, pada geger setelah bakul beras itu mengaku: orok yang dikandungnya itu hasil hubungannya dengan roh suaminya yang meninggal setahun lalu. "Saya bukan berzina selama sebulan saya berhubungan dengan roh suamiku," tutur Salamah kepada Harto, ketua pemuda desa. Harto bersama tiga pemuda pengusut lainnya pada bengong. Lebih bengong lagi setelah janda itu mengaku, "Kami selalu bertemu di pinggir sungai kadang-kadang di tengah kuburan." Salamah memang sering tirakat semalam suntuk di tempat-tempat seperti itu setelah suaminya, Tukijo, meninggal. Tapi mengapa Salamah berniat meninggalkan desa, untuk melahirkan? "Karena kehendak suami saya. Saya disuruh melahirkan di desa lain," jawabnya. Dan pergilah Salamah. Pak Harun, tetua desa, angkat bicara, "Tunggu saja. Kalau anaknya luar biasa, tentu anak makhluk halus. Kalau biasa-biasa saja, yah, anak manusia." Ternyata, si bayi punya ciri yang luar biasa. Meski seluruh badannya yang mungil itu 100% normal, orok laki-laki berkulit kuning dan bermata bulat itu doyan sambal. Sang ibu senang sekali mendemonstrasikan kesaktian bayinya yang bulan lalu berumur lima bulan itu. Secuil sambal dioleskan ke mulut si orok, dan eh, tidak menangis. "Kalau anak biasa, pasti menangis dan gelagapan," kata Salamah. Benar. Dan penduduk pun percaya. Berdatangan para pecandu nomor buntut, minta ramalan kepada si bayi. Salamah pun siap meladeni. Syaratnya: si peminta membawa kalender. Kalau ujung jari si orok menjamah salah satu angka pada kalender, nah nomor itulah yang akan keluar. Ada penebak yang beruntung, dan memberi imbalan. Bahkan ia jadi lebih terkenal di kalangan para pemuda yang lantas pada menaksir. Dari mereka semua, Salamah memilih Bardjo. Alasan: Bardjo gagah dan giat bertani. Perkawinan mereka meriah. Pak Harun, tetua desa yang tadi, suatu hari datang dan membawa sambal dari rumah untuk anak Salamah. Sambal dioleskan ke mulut si anak -- les! Dan si anak menjerit kepedasan. Nah. Salamah lalu diusut. Dan akhirnya mengaku: sambal yang ia buat selama ini memang tak pakai lombok. Syukur, urusan tak dibuat panjang. "Lha, wong Salamah sudah kawin. Mau apa lagi," kata Harto kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. Hanya saja, sambal Pak Harun itu rupanya ada gunanya: praktek perdukunan Salamah dan bayinya lantas tutup. Tapi siapa yang menjadi roh sang suami, yang katanya meniduri janda itu di makam dan di pinggir kali? Alah, tentu saja di Barjo, seperti diakuinya scndiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini