Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita Fitrah
Hari itu, 30 September 2009, Muhammad Fitrah, fotografer harian umum Singgalang, baru saja menaiki tangga kantornya di Jalan Veteran, ketika bumi terguncang keras. Menyandang tasnya, ia berlari keluar, menyaksikan dunia yang centang-perenang. Sebuah bunyi keras dari sumber yang jaraknya sekitar 100 meter menyentaknya.
Gedung STBA Prayoga yang baru saja dilintasinya telah roboh, dan dari dalam terdengar jerit kesakitan. Tanpa ada niat memotret langsung kejadian di sore itu, ia pun masuk. Ada beberapa tubuh yang pingsan, luka terimpit dan tertimpa puing. Ia sibuk bukan kepalang. Manakala tangannya sibuk menolong, ia teringat: harus ada yang mengabadikan kejadian-kejadian itu.
Melihat seorang atlet aikido dengan wajah penuh debu dan luka menangis sejadi-jadinya, ia mengeluarkan kamera dan mulai memotret. Bangunan berlantai empat yang hancur, orang yang berlari memasuki gedung, akan disampaikan kepada dunia esok harinya. Tak terpikir oleh Fitrah kondisi keluarganya di rumah. Begitu sadar, ia pun menyambar motor yang terparkir di kantornya, memacunya cepat. Di kawasan dekat rumahnya di Padang, ia menemukan sang istri: berteriak histeris, memanggili namanya. Ia khawatir Fitrah tak kembali lagi.
Muhammad Fitrah, 40 tahun, telah sembilan tahun menjalani profesi jurnalistik. Ia sempat berkiprah di media-media lokal di Sumatera Barat, sebelum bergabung dengan harian umum Singgalang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo