Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=2>Saksi Pembunuhan Bhutto</font><br />Dor! Dor! Lalu Terhempas

Kesaksian orang yang semobil dengan Bhutto: Benazir tewas ditembak.

7 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jiye (hidup) Bhutto!” Benazir Bhutto menyambut pekik yang sama dari para pendukungnya sebelum tiga letusan senjata api terdengar. Dan ia terhempas seketika ke dalam kabin Toyota Land Cruiser yang dia tumpangi.

Itu kata-kata terakhir Benazir yang diingat Safdar Abbasi, teman sekaligus penasihat politik utamanya. Safdar duduk di belakang Benazir, di mobil yang sama. Di pangkuan Naheeb Khan, istri Safdar, ahli waris kekuasaan dinasti keluarga Bhutto itu menghembuskan napas terakhir.

Cerita Safdar adalah kesaksian pertama dari mereka yang semobil dengan Benazir tentang pembunuhan bekas Perdana Menteri Pakistan itu. Kepada The Sunday Telegraph, Safdar terisak-isak saat mengungkapkan momen paling krusial seusai kampanye Partai Rakyat Pakistan di Lapangan Liaquat Bagh, Rawalpindi, pada Kamis nahas dua pekan lalu.

Menurut dia, hari itu adalah kampanye pertama Benazir dan Partai Rakyat Pakistan. ”Ia sedang semangat-semangatnya,” kata Safdar. Saat berpidato di atas panggung, suaranya menggelegar. Di tengah sorak-sorai ribuan pendukung, ia berjanji menumpas kaum ekstremis dan memberantas kemiskinan.

Kampanye selesai beberapa menit setelah pukul lima sore. Saat melangkah keluar dari podium, Benazir menoleh kepada Safdar. ”Ayo ikut dengan saya,” ucap Benazir. Mereka berjalan menuju dua mobil Toyota Land Cruiser. Benazir memilih mobil depan. Sesuai dengan kebiasaannya, tak ada yang tahu mobil mana yang akan ia tumpangi, bahkan kepala keamanannya pun tidak, hingga saat ia membuka pintu mobil.

”Dia penuh senyum dan tampak amat bahagia. Ia masuk mobil duluan, lalu saya duduk di belakangnya.” Sepanjang perjalanan keluar dari taman, pendukungnya terus mengerumuni mobil. Benazir pun naik ke atas kursi dengan penuh semangat, lalu mengangkat tubuhnya melalui jendela atap (sunroof) dan melambai kepada para pendukung.

Dari dalam mobil, Safdar ikut meneriakkan pekikan yang dilantunkan mereka. ”Nar-e (hore) Bhutto! Jiye (hidup) Bhutto!” Sambil melambai dan tersenyum lebar, Benazir membalas dengan ucapan yang sama. Saat itulah tiga letusan pistol terdengar.

”Kami pikir ia merunduk, tapi ternyata ia jatuh,” katanya, ”Tiba-tiba ada suara tembakan. Saya dengar suara letusan senjata. Saya lihat dia. Saya kira ia merunduk begitu terdengar tembakan.” Safdar terlambat menyadari, Benazir terhempas ke kursinya. ”Ia tak mengucapkan satu kata pun. Untuk beberapa saat kami pikir ia terdiam karena bingung dengan letusan senjata.”

Sebelum ada yang punya kesempatan berbicara, bom meledak. Sebagian serpihan mengenai mobil. Meski terguncang hebat, mereka aman berada dalam mobil Land Cruiser yang tahan peluru.

Di dalam mobil, tak ada suara yang keluar dari Benazir. Safdar lantas melongok lebih dekat. Sekilas, Benazir tampak baik-baik saja. Baru kemudian ia melihat darah yang mengalir dari luka besar di kepalanya.

Naheeb Khan, istrinya, kemudian memangku kepala Benazir. Ia mengambil kerudungnya dan menekankannya ke luka, mencoba menghentikan darah. Tapi luka Benazir amat dalam. Darah membasahi leher, mengalir ke tunik biru tua yang dia kenakan. Meski langsung dilarikan ke rumah sakit, tujuh dokter yang menanganinya tak mampu menyelamatkan nyawanya. Laporan medis mereka menyebutkan, luka menganga di kepala—tepatnya di atas telinga kanan—berukuran 5 x 3 sentimeter yang menyebabkan kematiannya.

Inilah kesaksian yang memperkuat potret dan video amatir yang muncul pekan lalu. Ini pun sekaligus menggoyahkan cerita peristiwa pembunuhan versi pemerintah. Dalam video amatir itu, tampak dua lelaki berkacamata hitam yang dicurigai sebagai pelaku penembakan dan bom bunuh diri. Sebuah potret kemudian menunjukkan pria berjas hitam itu mengacungkan pistol ke arah Benazir dari sisi kanan mobil.

Kementerian Dalam Negeri Pakistan pekan lalu menyebut keduanya sebagai pelaku, serta membuka sayembara 10 juta rupee (Rp 2,4 miliar) bagi mereka yang bisa mengenali keduanya maupun sepotong kepala yang terputus dari tubuh di tempat kejadian.

Kurie Suditomo (The Sunday Telegraph/Guardian/CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus