Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=2>Kampung Benazir</font><br />Dukacita Larkana

Tempo mengunjungi Larkana, kampung halaman Benazir Bhutto, pekan lalu. Hawa murung meliputi seluruh kota.

7 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar itu mendatangkan harapan di hati Mukesh Kumar: pemimpin sekampung halaman yang begitu ia puja, Benazir Bhutto, akan tiba di Larkana. Pria 35 tahun ini membayangkan akan kembali mendapatkan sawah 14 hektare yang lepas dari tangannya enam tahun silam. ”Dia akan menyelesaikan seluruh masalah kami,” ucap warga Larkana ini yakin.

Impian Mukesh Kumar serta puluhan ribu warga Larkana di Provinsi Sindh terpangkas sudah. Benazir, yang berencana pulang kampung setelah delapan tahun di pengasingan, tewas dibunuh dua pekan lalu. Harapan, dalam seketika, beralih menjadi kesedihan dan kegeraman.

Suasana muram terasa ketika Tempo bertandang ke kota kecamatan itu pekan lalu. Puing-puing akibat kerusuhan berserak di mana-mana. Poster-poster bertulisan ”Hidup Bhutto” seperti membisu.

Di makamnya yang megah dan mengingatkan kita pada bangunan Taj Mahal di India, orang-orang melayat dengan hening. Mausoleum keluarga Bhutto terletak di Garhi Khuda Baksh, sekitar dua kilometer dari Naudero, tempat markas Partai Rakyat Pakistan (PPP) dan rumah Bhutto berada. Enam orang tengah khusyuk mengaji di makam Benazir pada Jumat pagi pekan lalu. Makam Benazir berjarak hanya dua meter dari makam ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto, mantan Perdana Menteri Pakistan yang digantung lawan politiknya.

Keheningan dan hawa murung juga menjalari rumah Bhutto yang menjadi pusat gerakan Partai Rakyat Pakistan. Wawancara dan obrolan berlangsung dalam suara pelan, seolah tak ingin mengganggu penghuni yang tengah berduka. Asif Ali Zardari, suami Benazir, keluar rumah memberikan pernyataan tentang perjuangan PPP dalam nada datar. Ia mengatakan, PPP tak boleh patah arang menghadapi situasi sulit dan harus tetap hidup walau sekarang harus ditinggal sosok yang amat dikagumi.

Warga Larkana memang sedih. Benazir dipandang sebagai juru selamat bagi pendukung setianya. Ketika anak sulung Zulfikar ini berkuasa sekitar satu dekade silam, uang dan pembangunan mengalir di kawasan miskin ini. Jalanan rapi. Pengangguran menyusut.

Kini jalanan di sepanjang Larkana telah banyak rusak. Kotoran binatang bertebaran di jalanan. Kerbau, keledai, reksa (semacam bajaj) dan taksi punya hak yang sama untuk lewat. Untuk menuju rumah Bhutto yang luas, kendaraan beringsut pelan, bersaing dengan lalu lintas kerbau dan keledai. Permukiman kumuh dan bangunan tak terurus tampak di kiri dan kanan jalan.

Di pedesaan, para petani yang hidup dalam kemiskinan tak lagi membayangkan akan terangkat nasibnya. Bahkan banyak desa yang harus menunggu giliran listrik. Tak hanya miskin. Larkana dikenal sebagai salah satu kota paling tak aman di Sindh selatan. Bandit bersenjata Kalashnikov bergentayangan di jalanan menuju kota, bahkan pada siang hari. Polisi pun dikenal korup.

Kepala Kepolisian Larkana yang baru pindah dari Hyderabad untuk pengamanan Bhutto, Mazhar Ali Sheikh, mengakui situasi tersebut. ”Ada penculikan, pencurian kendaraan, kekerasan rasial, dan pembunuhan,” ujarnya kepada The International Herald Tribune. ”Sejak dulu kala, kejahatan semacam itu telah mendominasi kawasan ini.”

Rakyat memimpikan Benazir mengentaskan mereka dari segala permasalahan tersebut. Mereka pun tetap setia, meski ada sebagian warga Larkana mengkritiknya atas pilihan untuk bersepakat dengan Pervez Musharraf. Namun banyak warga Larkana tak peduli. ”Kami memiliki keyakinan buta terhadapnya,” ujar Presiden Partai Rakyat Pakistan di Larkana, Ayaz Soomro, kepada The Washington Post.

Bahkan, menurut Ayaz, kalau Benazir meminta rakyat Larkana memilih anjing dalam pemilu, mereka akan melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Larkana mencintainya. ”Dia adalah anak saya, dia adalah anak perempuan tanah ini,” ujar pendukung keluarga Benazir berusia 70 tahun, Ghulam Nabi, yang rajin mengunjungi makam keluarga Bhutto. Kini Larkana mengalihkan harapan pada anggota dinasti Bhutto berikutnya: Bilawal Bhutto Zardari, putra sulung Benazir.

Purwani Diyah Prabandari, Muhammad Afifuddin (Larkana, Pakistan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus