Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=verdana size=1 color=brown>Ketua Pengarah Rela, Dato Zaidon Bin H.J. Asmuni:</font><br />Indonesia Tak Tahu Kuasa Kami

22 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nama Relawan Rakyat Malaysia (Rela) membawa kita kepa da Zaidon Bin J. Asmuni, 51 ta hun. Dialah ketua pengarah—pu cuk ter tinggi milisi sipil ini—yang pu nya kuasa memeriksa dan menghala u tenaga kerja gelap di Malaysia. Rela ada lah momok bagi warga Indonesia di sana, ter utama pendatang ilegal. Yang punya do kumen lengkap pun tak luput dari sasar an. Bahkan Muslianah Nurdin, istri atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur Imran Hanafi, sempat ditahan dalam operasi mereka. Padahal dia telah memperlihatkan identitas diri berupa kartu diplomatik. ”Kartu itu dari kementerian luar negeri Malaysia dan imigrasi setempat,” ujar Imran Hanafi. Sehari setelah insiden penahanan Mu sli anah, apartemen Ketua Persatuan Pe lajar Indonesia di Universitas Malaya, M. Yunus, digedor pada subuh hari. Pa su kan Rela melesat masuk dan mengobrak-abrik apartemen Yunus. Kala ngan DPR meminta pemerintah Presi den Susilo Yudhoyono bersikap tegas ter hadap Malaysia yang dianggap sudah keterlaluan . Zaidon sedang berlebaran di Johor pada pekan lalu. Tapi dia bersedia kem ba li ke Kuala Lumpur lebih cepat un tuk memberikan wawancara kepada war tawan Tempo Widiarsi Agustina dan Wen seslaus Manggut. Pertemuan ber lang sung di kediamannya di Presint 10, Putrajaya, Kuala Lumpur. Bernuasa ce rah dan riuh oleh suara kanak-kanak, ke di aman Zaidon persis berhadapan dengan rumah Perdana Menteri Abdullah Badawi. Berikut ini petikan wawancaranya: Apa sesungguhnya kewenangan Rela?
Dulu, sukarelawan untuk membantu po lisi dan tentara menghadapi komunis . Se telah komunis tiada, menjadi home guard atau kawalan kampung. Sejak 2005, kerajaan memberikan kuasa kepa da kami untuk membantu polisi dan imi gra si menangani pekerja asing tanpa izin (PATI), yang jumlahnya kini semakin banyak.
Banyak yang mengeluhkan, operasi Rela dipenuhi kekerasan. Yang pu nya dokumen lengkap juga disasar. Apa penjelasan Anda?
Pekerjaan ini amat sulit. Jumlah pendatang gelap begitu banyak. Rela punya 500 ribu anggota di seluruh negeri. Tapi tetap saja tak imbang. Misalnya kami terima laporan, ada keramaian dan harus bikin pemeriksaan. Masalahnya kami tak tahu mana yang punya permit, mana yang PATI. Dalam kondisi seperti itu, apa mungkin kami bertanya siapa yang PATI? Pasti tak ada yang meng acungkan jari. Kami harus memeriksa satu per satu. Tapi mereka tak paham masalah kami. Jika tak disimak satu-satu, mana kami tahu mereka PATI?
Dalam kasus istri diplomat Indonesia, bukankah hal itu bisa dicegah?
Sekali lagi, dalam operasi itu manalah kami tahu, ini PATI atau bukan. Kami ha nya cek semua indentitas. Nah, Ibu Muslianah Nurdin itu menunjukkan kartu di plomat. Anggota kami tak tahu kartu itu.
Lho, kartu diplomatik itu kan dikeluarkan kementerian luar negeri Malaysia? Apa tidak terbaca?
Ya, tapi kartu itu tak pernah kami lihat. Selama ini kami hanya tahu dan mengenali paspor atau kartu izin kerja yang dikeluarkan imigrasi. Saya saja tak pernah tahu, apalagi anggota saya. Karena itu, kami minta paspor. Ibu itu menelepon anaknya, minta dibawakan paspor diplomatik. Dia tidak ditahan. Hanya menunggu beberapa jam.
Bukankah kartu seperti itu otomatis di ke ta hu i imigrasi atau lembaga terkait?
Saya tidak mau menyalahkan Wisma Putra. Sepatutnya memang mereka memberi tahu mereka mengeluarkan kartu bagi para diplomat asing dan keluarganya. Tapi kan bukan hanya Rela. Polisi dan imigrasi juga tak dikasih tahu tentang kartu itu. Ya, mungkin tak terpikirlah. Saya menganggap ini cuma salah komunikasi.
Salah komunikasi itu kan merugikan warga asing dan mencoreng citra Malaysia?
Yang penting semua akhirnya membuka mata dengan kejadian ini. Saya juga sudah minta maaf, karena memang tak tahu. Buat kami, kasus ini kecil dibanding be ra tus-ratus kasus pendatang tanpa izin.
Mungkin bagi Rela kecil, tapi ini masalah besar di Indonesia....
Beberapa hari lalu Pak Zainal, duta besar saya di Indonesia, menelepon saya sampai lima kali menanyakan masalah ini. Saya ceritakan apa adanya karena menurut beliau di Indonesia Rela itu dipersepsikan ganas dan suka memukul orang.
Memang banyak terdengar pengaduan kekerasan. Bisa Anda jelaskan?
Dalam setiap operasi, sulitnya, dari 100 orang selalu ada satu atau dua yang agresif. Semua itu selalu dikaitkan de ngan Rela. Karena itu sebaiknya jangan lari. Kalau melawan, situasinya terlepas. Saya jamin, kalau ada yang memukul, saya keluarkan mereka.
Bagaimana dengan penggeledah an sampai ke kamar-kamar? Itu di be narkan?
Kalau kami tak geledah, macam mana kami bisa menangkap? Banyak dari mereka ketika operasi yang bersembunyi di toilet, duduk di bawah katil, atau juga terjun dari lantai atas. Orang Indonesia tak tahu kuasa kami.
Bagaimana dengan kasus pemerkosaan, kekerasan, dan pencurian yang dilakukan anggota Anda?
Saya tidak nafikan itu. Tak hanya Rela, polisi pun karena situasi bisa me ro gol (mem perkosa—Red.) PATI. Tapi setahu sa ya itu hanya satu kasus di Kajang , di dekat sini. Sudah dilaporkan dan seka rang polisi sudah menahannya untuk diperiksa.
Apa saja upaya untuk menertibkan anggota Rela?
Saya minta komandan peleton melihat, kalau ada anggotanya yang tak bisa diatur, tarik saja keluar. Kami juga punya pelatihan anggota selama 10 hari. Mereka diajari cara beroperasi. Kami me ngundang polisi, imigrasi, dan tentara untuk mengajar. Semua untuk kebaikan.
Kami mendengar banyak yang ingin Rela dibubarkan?
Kalau ada Rela yang nakal, kami tarik mereka dari keanggotaan. Buat apa dibubarkan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus