Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=verdana size=1 color=#CC0000><B>Todung Mulya Lubis: </B></font><br />Putusan ini Sangat Kejam

17 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUTUSAN Mahkamah Agung yang memerintahkan Time meminta maaf dan membayar ganti rugi kepada Soeharto Rp 1 triliun membuat terkejut pengacara Time, Todung Mulya Lubis. Menang di pengadilan tingkat pertama dan banding, Todung tidak mengira Mahkamah bakal merontokkan argumentasi para hakim di dua lembaga pengadilan tersebut.

Todung menyatakan, proses pembuatan berita Time tentang Soeharto sudah memenuhi prinsip jurnalisme. Berikut wawancara wartawan Tempo Dianing Sari dengan Todung Mulya Lubis, Kamis pekan lalu.

Bagaimana Anda pertama kali mendengar putusan MA ini?

Saya ditelepon oleh wartawan yang meminta tanggapan saya atas keputusan ini. Saya pun kaget.

Anda sudah menerima salinan putusannya?

Belum. Biasanya prosedur itu makan waktu lama, kadang-kadang bisa sebulan. Bahkan kami pernah menerima salinan putusan Mahkamah Agung dua-tiga bulan setelah putusan itu dikeluarkan.

Apakah Time Asia akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah?

PK itu hanya bisa dirumuskan kalau kami sudah membaca pertimbangan hukum dari MA.

Jika mengajukan PK, apa alasan yang digunakan Time?

Novum menjadi salah satu alasan tapi ada alasan yang lain, termasuk kesalahan-kesalahan manifes dari hakim yang membuat keputusan itu. Hakim MA tidak mungkin mengakui kesalahan dari penerapan hukum yang dilakukan.

Apakah pemberitaan Time Asia sudah memenuhi kaidah jurnalistik?

Berita itu sah. Tidak merupakan pelanggaran hukum. Time sudah melakukan penelitian di berbagai negara. Time melakukan cover both side. Time mewawancarai pengacara Soeharto, meminta konfirmasi dari keluarga Soeharto. Banyak pemberitaan tentang dugaan korupsi yang dilakukan keluarga Soeharto. Kemudian ada pula Ketetapan MPR yang menugaskan penyelidikan dan pemberantasan KKN, termasuk kepada Soeharto dan kroni-kroninya.

Di mana pun berita semacam ini tidak dianggap melawan hukum. Karena itulah kami dimenangkan di pengadilan negeri dan tinggi. Marzuki Darusman (saat itu Jaksa Agung) menggunakan data-data dari Time untuk menyelidiki korupsi Soeharto.

Tapi di berita itu tidak ada wawancara dengan Soeharto?

Soeharto tidak pernah menjawab. Wartawan Time menelepon mereka, menulis faks kepada mereka, tapi tidak pernah ada jawaban. Pengacaranya diinterview, tapi saya tidak bilang itu perwakilan mereka.

Pernahkah keluarga atau pengacara Soeharto mengajukan hak jawab atas pemberitaan tersebut?

Mereka tidak pernah meminta hak jawab. Mereka langsung mengajukan gugatan.

Apa yang digugat Soeharto mengenai pemberitaan Time? Tulisan atau sampulnya?

Tulisan dan gambar pada sampul. Mengenai sampul, itu adalah tradisi pers yang sudah kuat dan established, diterima di mana-mana, dan tiada yang merasa tersinggung. Mungkin ketua majelis kasasi, German Hoediarto, tidak rajin membaca majalah dan melihat sampulnya....

Anda menang di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tapi justru kalah di kasasi, apakah ada kejanggalan di sini?

Ya. Biasanya kalau kami sudah menang di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kemungkinan menang di MA sangat besar. Kami jadi berpikir, ada apa ini. Orang berspekulasi, majelis hakimnya mantan jenderal bintang dua dan dikaitkan dengan perkara Tommy Soeharto.

Apakah putusan ini berdampak bagi kebebasan pers?

Kalau sekarang yang dihukum adalah Time, ada kemungkinan, kelak, media lain akan menjadi korban. Putusan Mahkamah Agung ini membuat pers ketakutan. Takut membuat berita yang kritis, karena nanti digugat. Akibatnya, pers tidak akan mau membuat berita yang cerdas dan kritis, tentang korupsi, misalnya.

Dalam kasus ini MA ternyata tidak menggunakan Undang-Undang Pers. Komentar Anda?

Sebenarnya delik pers tidak perlu ditegaskan menjadi delik khusus, karena itu prinsip hukum. Kalau ada undang-undang yang sifatnya khusus dari undang-undang umum, yang khusus itu harus dikedepankan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur pencemaran nama baik. Di sini Undang-Undang tentang Pers juga mengatur hal yang sama. Ada dua undang-undang yang bersifat umum dan khusus, maka yang berlaku adalah undang-undang yang khusus. Kenapa dalam kasus ini MA mengalami kemunduran 30 tahun?

Bagaimana dengan putusan ganti rugi Rp 1 triliun itu?

Putusan ini sangat kejam. Pers itu modalnya kan nggak banyak. Jadi, kalau digugat ke pengadilan, bisa bayangkan dampaknya. Maka, Undang-Undang tentang Pers mengatur ganti rugi maksimal hanya Rp 500 juta. Ini keterlaluan, putusan MA melawan akal sehat dan mematikan kritik.

Atau karena Time adalah majalah asing, putusannya lebih kejam?

Tidak tahu. Yang jelas, bukan hanya pers, narasumber juga takut. Narasumber juga bisa digugat. Putusan MA ini akan ditiru oleh pengadilan di bawahnya. Putusan ini sangat berbahaya bagi media di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus