Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Gebrakan dari Sandiganbayan

Mantan presiden Estrada dari Filipina divonis penjara seumur hidup. Motif politik atau tidak, yang penting ini langkah yang berani.

17 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH skenario hidup yang tak pernah diduga Joseph Ejercito Estrada. Mantan Presiden Filipina itu divonis penjara seumur hidup oleh Sandiganbayan (pengadilan korupsi Filipina) atas tuduhan korupsi. Inilah hukuman terberat dalam sejarah pengadilan korupsi Filipina (baca Terjungkal di Sandiganbayan).

Tampaknya inilah skenario terburuk yang pernah diterima olehnya dibanding 100 skenario film yang sering menampilkan Estrada sebagai koboi jantan pembela orang miskin. Estrada, 70 tahun, menjabat Presiden Filipina (Juni 1998—Januari 2001) dan terpental dari jabatannya karena diduga telah menyuap dan melakukan tindakan korupsi. Wakil Presiden Gloria Macapagal Arroyo langsung saja dilantik sebagai presiden berikutnya dalam keadaan serba terburu-buru. Sejak itu ”perang” antara Estrada dan Arroyo terus-menerus terjadi, dimulai dari penahanan Estrada hingga akhirnya ia divonis dua pekan lalu. Vonis jumbo ini disambut dan dipuji-puji berbagai pihak, terutama oleh negara tetangga Filipina seperti Indonesia, yang hingga kini belum mampu memvonis mantan presiden atau keluarga mantan presiden yang diduga telah melanggar hukum juga.

Yang agak dilupakan banyak orang, meski memang Estrada melakukan tindak korupsi pada masa pemerintahannya, mega-vonis penjara seumur hidup sudah jelas politis. Harus diingat, mantan Presiden Filipina yang diduga korupsi bukan hanya Estrada. Ferdinand Marcos, yang menjadi presiden puluhan tahun di Filipina, hingga akhir hayatnya tak pernah bisa diadili. Istrinya, Imelda Marcos, dan anak-anaknya hingga kini masih bergelimang kemewahan. Imelda bahkan sempat mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan umum 1992 (yang dimenangkan Fidel Ramos). Artinya, Sandiganbayan memang tak selalu berhasil menyeret mantan pejabat tinggi ke pengadilan, apalagi ke penjara. Sejauh ini hanya 27 pejabat ”tingkat tinggi” yang pernah divonis, termasuk dua gubernur. Hingga 2006, ada lebih dari 50 persen (atau 3.909 kasus) yang penyelesaiannya tertunda. Yang berhasil masuk persidangan hanya sekitar 19 persen (1.403 kasus). Selebihnya gagal karena kesulitan pembuktian.

Korupsi memang selalu menjadi tema sentral dalam politik Filipina. Sejauh ini, sejak pemerintahan Arroyo, negara itu tidak kemudian menjadi bersih. Malah, menurut survei lembaga Konsultan Risiko Politik dan Ekonomi (PERC) yang bermarkas di Hong Kong, Filipina adalah negara nomor satu terkorup di Asia Tenggara pada 2007. Hasil survei ini membuat para pejabat Filipina dan Presiden Arroyo bereaksi keras; apalagi para responden (yang terdiri dari ekonom, bankir, dan investor asing) menyatakan bahwa salah satu penyebab responden berpandangan negatif tentang korupsi di Filipina adalah proses pengadilan korupsi Estrada yang berlarut-larut selama enam tahun.

Apa pun motif di balik vonis jumbo untuk Estrada ini, langkah lembaga tersebut tetap menjadi satu patokan dan peringatan bagi para pejabat tinggi dan mantan Presiden Filipina, termasuk Arroyo sendiri (yang suatu hari akan menjadi mantan), bahwa tak ada siapa pun yang berada di atas hukum. Dan ini pula yang perlu diingat oleh negara tetangga seperti Indonesia, yang tahun ini dengan ”bangga” duduk di posisi nomor dua terkorup di Asia Tenggara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus