Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kevin Rudd dan Partai Buruh—yang mendukungnya—menang dalam pemilihan umum pada November 2007. Tapi baru pada awal tahun ini dia dan timnya mengambil tampuk pemerintahan. Selama hampir enam bulan Rudd mempertahankan popularitas tinggi, sekitar 70 persen. Lawan politiknya, Brendan Nelson, merosot sampai di bawah 10 persen. Mayoritas rakyat Australia jelas lebih menyukai Rudd. Dalam waktu singkat, perdana menteri yang baru ini sudah mengubah cakrawala politik Australia.
Pada Februari lalu, Rudd dan parlemennya membuka sidang pertama dengan gebrakan historis: permintaan maaf resmi dari dirinya sebagai perdana menteri dan dari parlemen kepada ”generasi-generasi tercuri” kaum Aborigin. Langkah ini telah ditunggu kaum Aborigin dan para pendukung non-Aborigin selama sepuluh tahun. Sambutan atas peristiwa itu begitu hangat dan luas, sehingga pihak oposisi nyaris tak berdaya. Suara-suara sinis justru datang dari sebagian kaum Aborigin. Mereka ragu permintaan maaf ini akan ditindaklanjuti langkah konkret.
Rudd juga memenuhi janjinya kepada para pelobi lingkungan untuk menandatangani Perjanjian Kyoto. Kendati kebijakan perlindungan lingkungan masih jauh dari tuntas, jurus pembukanya sudah bulat.
Suatu kebijakan pemerintah terdahulu yang menjadi ganjalan warga Australia berwawasan hak asasi ialah perlakuan resmi terhadap para pengungsi dan peminta suaka. Di bawah pemerintah Howard, mereka yang berhasil mendapat suaka hanya sempat mengantongi visa perlindungan sementara. Nasib mereka pun terkatung-katung.
Kini kebijakan itu dihapus, diganti dengan pemberian visa permanen. Para pengungsi yang selama ini hidup dalam ketidaktentuan dapat bernapas lega. Begitu pula warga yang berpegang pada konsep bahwa setiap orang harus diberi peluang realistis.
Isu transisi Australia menjadi republik pun hidup kembali. Mantan perdana menteri John Howard sempat membunuh gerakan ini dengan kreatif, yaitu dengan menentukan model tunggal untuk republik dan mengadakan referendum atas dasar model itu. Yang menentang segera diklasifikasi sebagai anti-Republikan dan promonarki. Ternyata gerakan itu cuma pingsan dan kini pelan-pelan mulai siuman.
Apakah pemerintah Rudd terlalu jauh berhaluan kiri? Tidak juga. Memang setelah pemerintah Howard yang memenuhi lahan kanan, praktis yang aman ialah bergerak ke kiri, karena beringsut ke kanan harus hati-hati—salah-salah jatuh ke laut.
Konsep haluan kiri mewarnai ambiansi umum Bujet Federal yang diturunkan pemerintah pada 13 Mei lalu. Sasaran keringanan pajak lebih terfokus. Artinya, ditujukan kepada keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah. Berbagai tunjangan keluarga yang selama pemerintah Howard disebar secara global—dari yang berpendapatan jutaan sampai pas-pasan—kini disingsetkan dan dibatasi pada keluarga menengah ke bawah
Namun jangan terkecoh. Rudd dan bendaharanya, Wayne Swan, bukan tim Robin Hood modern. Mereka tidak merampok si kaya dan memberi kado kepada si miskin, praktek yang bisa membuat berang para pendukungnya dari kelompok mampu. Prinsipnya barangkali begitu. Tapi di sini kuncinya ada pada definisi ”kaya” dan ”miskin”.
Orang-orang yang tidak kebagian gebrakan keringanan pajak berpendapatan lebih dari A$ 150 ribu (hampir Rp 1,35 miliar) per tahun. Yang penting, pangsa terbesar warga pendukung Partai Buruh tidak terkena efeknya, yaitu kelompok intelektual serta kelompok yang merasa berwawasan sosial dan berkesadaran tinggi atas hak asasi manusia.
Bagaimana dengan hubungan mancanegara? April lalu, pemerintah menggelar pertemuan 2020 Summit. Para pakar serta praktisi sosial, ekonomi, dan politik diundang membahas situasi sekarang dan arah masa depan. Beberapa pakar tanpa ragu mengingatkan pemerintah akan urgensi memperbaiki hubungan dengan negara-negara Asia.
Akademisi senior, seperti George Quinn dan David Hill, menekankan pentingnya menghidupkan kembali mata pelajaran bahasa Indonesia dan mata kuliah kajian Indonesia. Bidang-bidang studi ini sempat kehabisan darah selama ini karena dananya ditarik. Optimisme sudah terasa bahwa saran serius ini akan ditindaklanjuti.
Yang masih menjadi tanda tanya ialah seberapa jauh pemerintah Rudd menyimak Asia Tenggara. Bahwa mereka berpaling tegas ke Cina sudah tidak diragukan lagi. Perdana Menteri Rudd adalah pakar Cina yang fasih berbahasa Mandarin. Dia bisa menampilkan bahasa tubuh yang ”klop” dengan budaya Cina dan mendapat sambutan hangat di Republik Rakyat Cina.
Namun Rudd belum menunjukkan tanda-tanda bahwa setengah dari perhatiannya ke Cina tertarik ke Asia Tenggara. Dalam lawatan luar negeri pertamanya, dia mengambil jalan ”tol” langsung ke Cina. Keruan negara-negara yang dia lewati bertanya-tanya: kagak mampir nih? Para peneliti sosial politik di negara ini mencatat bahwa Rudd dalam lawatan berikutnya akan mampir ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo