Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, 56 tahun, langsung tancap gas. Dua hari setelah dilantik Kamis pekan lalu, dia langsung memimpin rapat koordinasi menteri-menteri bidang ekonomi—sejak tengah hari hingga larut malam. Sebelum rapat, Hatta melepas Presiden Yudhoyono terbang ke Hua Hin, Thailand, untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Hatta memegang peran penting dalam menyusun kabinet. Ia tukang telepon para calon menteri. Seusai rapat koordinasi, di kantornya di Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta, wartawan Tempo, Ninin Prima Damayanti, mewawancarai Hatta seputar perannya dalam penyusunan kabinet.
Anda punya peran besar dalam menyusun kabinet?
Dalam menyusun kabinet, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono betul-betul tidak diintervensi oleh siapa pun. Memang banyak curriculum vitae yang masuk. Bapak Presiden memutuskan sendiri setelah mendapat masukan dari Wakil Presiden Boediono. Adapun saya adalah tim kecil dengan Pak Sudi Silalahi. Tugas saya menelepon siapa-siapa yang akan diwawancara oleh Presiden.
Sejumlah nama direkomendasikan—di antaranya Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta—pada menit-menit terakhir?
Saya tidak kenal dengan Pak Gusti Muhammad Hatta. Tapi, dari sekian curriculum vitae, yang paling bagus dia. Banyak yang memberikan rekomendasi. Saya kebetulan saja mendapat tugas untuk menghubungi.
Bagaimana Anda dan Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi berbagi tugas untuk mengontak dan menghubungi calon menteri?
Ya, kita bekerja sama. Pak Sudi kalau sempat yang menghubungi. Kalau saya yang sempat, saya yang menghubungi.
Anda punya peran besar karena dipercaya Presiden?
Oh, tidak. Tidak begitu. Percayalah. Presiden SBY memiliki hak prerogatif. Presiden tidak mendapat rayuan dan tekanan apa pun dalam mengambil keputusan. Saya dekat karena saya Menteri-Sekretaris Negara yang harus selalu dekat dengan Presiden. Tapi, kalau menyangkut susunan menteri, itu hak prerogatif Presiden. Saya sama sekali tidak memberi masukan, misalnya bagaimana kalau si ini atau si itu.
Mengapa pertemuan Anda dengan Kuntoro Mangkusubroto beberapa waktu sebelum penyusunan kabinet di Wisma Negara batal?
Begini. Pak Sudi Silalahi ada di lantai lima Wisma Negara. Saya ada di lantai enam. Ketika itu memang saya mengundang Pak Kuntoro. Saya tidak tahu Pak Kuntoro sudah datang. Ketika dia datang, (saya) sedang menemui tamu yang akan ketemu Pak Sudi Silalahi. Setelah itu, beliau mengatakan, ”Hat, saya pulang. Saya capek.” Saya bilang, ”Ya, silakan, nanti ketemu lagi.”
Anda dan Kuntoro bersaing?
Tidak. Kami bertemu. Hubungan saya baik. Tidak ada masalah.
Benarkah Sharif Cicip Sutardjo orang dekat Aburizal Bakrie, ekonom Raden Pardede dan Chatib Basri masuk wakil menteri bidang perekonomian?
Itu Anda kayaknya lebih tahu daripada saya.
Aturannya, wakil menteri harus pejabat karier?
Undang-undang hanya menyebutkan karier. Tapi karier itu tidak menyebutkan pegawai negeri sipil atau menyebutkan apa-apa. Jadi karier itu lebih pada kemampuan: orang-orang yang menekuni pekerjaan mereka.
Tidak harus karier di departemen terkait?
Ya, karena itulah harus kita rumuskan karier itu seperti apa.
Artinya kandidat dari partai itu bisa masuk?
Sepanjang tidak eksplisit disebutkan harus berasal dari pegawai negeri sipil, saya kira itu bisa multitafsir. Sepanjang ada aturannya bisa saja. Kecuali kalau memang disebutkan di luar pegawai negeri sipil memang tidak boleh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo