Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Akhir Cerita Tim Jambu

Meski berliku, hasil pikir tim Jalan Jambu 51 akhirnya dipakai Yudhoyono. Kuntoro memimpin Unit Kerja Presiden, Raden Pardede dan Chatib Basri disiapkan menjadi wakil menteri.

26 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Telepon seluler Kuntoro Mangkusubroto berdering, Jumat pagi dua pekan lalu. Di seberang, Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa bicara. Dia bilang ada hal penting yang hendak disampaikan. Kuntoro diminta datang ke lantai enam Wisma Negara malam harinya.

Wisma Negara terletak di samping gedung Sekretariat Negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pejabat tinggi di lingkungan Istana Presiden biasa menerima tamu di sana. Di tempat itu, misalnya, Yudhoyono bertemu Taufiq Kiemas ketika membahas rencana koalisi Partai Demokrat dan PDI Perjuangan, sebelum pemilihan presiden beberapa waktu lalu.

Kuntoro datang tepat waktu, tapi Hatta rupanya masih sibuk. Dia diminta menunggu di lantai empat. ”Tapi hingga satu jam Hatta enggak muncul. Kuntoro akhirnya pergi tanpa pamit,” cerita sumber Tempo di Sekretariat Negara.

Hingga menjelang susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan pada Rabu malam pekan lalu, Hatta merupakan faktor penting. Hatta dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi-lah yang mewakili Presiden Yudhoyono menghubungi para calon menteri dan mengundang mereka mengikuti audisi di Puri Cikeas Indah, Bogor.

Adapun Kuntoro disebut-sebut akan menempati posisi Menteri Koordinator Perekonomian. Atau, kalau tidak, memimpin Unit Khusus Presiden yang bertugas mengawal misi pembangunan Presiden dan Wakil Presiden. Selain kecakapan manajerialnya sudah teruji di Aceh, mantan Ketua Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias itu orang dekat Wakil Presiden Boediono. Dia memimpin tim bentukan Boediono yang bekerja di sebuah rumah kontrakan di Jalan Jambu 51, Menteng, Jakarta Pusat. Tim ini menggodok program prioritas kabinet baru: 100 hari, setahun, dua tahun, dan lima tahun.

Belakangan mereka dikenal sebagai Tim Jalan Jambu. Sejumlah tokoh ikut bergabung, antara lain mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas dan duo ekonom Raden Pardede-Chatib Basri. Seperti Kuntoro, Erry, Raden, dan Chatib juga disebut-sebut akan masuk tim Yudhoyono. Tapi tak satu pun dari mereka diundang Hatta maupun Sudi untuk audisi dengan Presiden.

Banyak yang menduga, sebagai pimpinan tim perumus program prioritas pemerintah, Kuntoro pasti masuk kabinet. Nyatanya tak semudah itu.

Mengenakan hem berwarna terang dan dasi—bukan batik seperti para calon menteri lain—Kuntoro termasuk yang datang paling awal pada Sabtu dua pekan lalu. Itu hari pertama Yudhoyono mewawancarai para calon menteri. Kuntoro, yang malam sebelumnya gagal bertemu Hatta, diminta hadir.

Kepada wartawan, juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, Kuntoro bukan datang untuk audisi. ”Pak Kuntoro menghadap Pak Boediono. Beliau kan selama ini membantu menyusun program 100 hari dan lima tahun,” katanya.

Kuntoro memang bertemu Boediono. Tapi mereka tak hanya membahas program prioritas kabinet. ”Pak Boediono menawarkan posisi untuknya,” kata sumber Tempo di Cikeas. Katanya, dalam pertemuan berjam-jam itu Boediono beberapa kali bolak-balik menemui Presiden Yudhoyono dan Kuntoro, yang duduk di ruangan lain.

Mula-mula Kuntoro ditawari menjadi Menteri Sumber Daya Mineral, dia tolak. Boediono balik ke ruangan Yudhoyono dan datang dengan tawaran baru, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Lagi-lagi dia menampik. Terakhir, posisi Ketua Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional juga tak diterimanya. Menurut sumber Tempo, Kuntoro bukan pilih-pilih jabatan, tapi tanpa posisi yang strategis ia bakal kesulitan mengawal konsep pembangunan lima tahun yang telah ia susun. Kuntoro kepada wartawan membantah telah menolak tawaran berbagai posisi. ”Saya siap ditempatkan di mana saja,” katanya. Soal dia yang tak ditemui Hatta dan pulang tanpa pamit dari Wisma Negara, Kuntoro tak membantah. Tapi, ”Itu karena saya sakit perut,” katanya.

Maju-mundurnya pencalonan Kuntoro, menurut sumber Tempo, antara lain karena terhadap Tim Jambu, Yudhoyono terkesan mendua. Ia membutuhkan Boediono, Kuntoro, dan timnya, tapi pada sisi yang lain tak ingin tim ini kelewat dominan.

Kurang antusiasnya Yudhoyono ini membuat banyak rencana Tim Jalan Jambu tak kesampaian. Tim ini, misalnya, ingin membukukan perincian program prioritas dalam bahasa sederhana agar bisa dibaca seluruh lapisan masyarakat. Eh, program mereka tak sepenuhnya disetujui Presiden. Buku pun gagal dicetak, meski persekot sudah telanjur keluar untuk membayar beberapa penulis.

Yudhoyono juga sempat ragu untuk menyetujui pembentukan President’s Delivery Unit. Ada yang mengusulkan unit ini tak usah dibentuk dan menyarankan agar pengawasan dilekatkan saja pada menteri koordinator. Hanya karena Boediono berkeras, Presiden akhirnya setuju. Tapi namanya diubah menjadi Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Secara struktural unit ini akan menggantikan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi pimpinan Marsillam Simandjuntak.

Dalam konsep yang digagas di Jalan Jambu, Unit Kerja Presiden ini mirip Prime Minister’s Delivery Unit di Inggris. Tugasnya membantu Presiden memastikan terlaksananya program prioritas setiap departemen. Kalau ada program yang mandek, unit ini harus mencarikan solusi agar bisa jalan lagi dan sukses. Istilah kerennya: de-bottlenecking. Sedangkan untuk menilai kinerja menteri, Tim Jalan Jambu sudah merancang sebuah key performance indicator. ”Misalnya ada laporan jalan tol sudah dibangun 150 kilometer. Presiden minta mengecek, lalu kita cek. Kalau tidak jalan, kita bantu mencari solusi,” kata Kuntoro.

Kepastian tentang unit ini diumumkan Hatta pada Selasa sore pekan lalu, setelah dia bertemu Yudhoyono dan Boediono di Istana Merdeka. ”Nantinya lebih kepada President’s Delivery Unit,” kata Hatta. ”Tapi saya tidak mau ngomong mendahului Presiden.” Dia juga menyinggung nama Kuntoro sebagai orang yang akan ditunjuk memimpin unit baru itu.

Meski sudah diumumkan, posisi Kuntoro belum sepenuhnya aman. Menurut sumber, mengetahui Unit Kerja Presiden jadi dibentuk, Golkar buru-buru menyodorkan nama Rizal Mallarangeng, Ketua Golkar Bidang Pemikiran dan Kajian, kepada Yudhoyono. ”Ini membuat Boediono marah,” kata sumber Tempo. Dia berusaha keras mempertahankan Kuntoro. Beruntung, Yudhoyono kali ini mendengarkan Wakil Presiden. Nama Rizal dicoret. Tempo bertemu dengan Rizal di Istana Negara saat pelantikan menteri, Kamis pekan lalu. Dia membantah kalau namanya diusulkan Aburizal untuk jabatan Ketua Unit Kerja Presiden. ”Bukan. Bukan. Itu kan Pak Kuntoro,” katanya.

Sebagai ganti, Golkar berharap mendapatkan satu kursi wakil menteri. Mereka mencalonkan Sharif Cicip Sutardjo, pengusaha yang menjadi kepala tim sukses Aburizal dalam pemilihan Ketua Umum Golkar yang baru lalu. Menurut salah satu ketua Golkar, Priyo Budi Santoso, Aburizal telah bicara dengan Yudhoyono tentang pencalonan Cicip sebagai wakil menteri di sebuah departemen besar.

Dari Jalan Jambu, yang dijagokan adalah Raden Pardede dan Chatib Basri, masing-masing sebagai wakil menteri di Departemen Perdagangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Calon lain Anggito Abimanyu untuk Departemen Keuangan. ”Semua sudah oke, tinggal tunggu keputusan Presiden,” kata sumber Tempo.

Presiden Yudhoyono memang mengatakan akan mengangkat beberapa wakil menteri. ”Untuk mendampingi menteri tertentu yang memiliki beban lebih berat,” katanya pada saat mengumumkan menteri pilihannya, Rabu malam pekan lalu.

Kalau mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Presiden punya kewenangan mengangkat wakil menteri. Namun, menurut penjelasan pasal 10 itu, Presiden tidak bisa mengangkat sembarang orang menjadi wakil menteri. Wakil menteri haruslah seorang pejabat karier, bukan profesional ataupun politikus. Chatib, yang sebelumnya staf khusus di Departemen Keuangan, mungkin tak jadi masalah. Juga Raden Pardede, yang pernah menjadi komisaris utama Perusahaan Pengelola Aset—lembaga yang bernaung di bawah Departemen Keuangan. Oleh undang-undang ini, tampaknya hanya Cicip yang bakal terganjal. Soal ini, Hatta enggan menjelaskan. ”Itu Anda lebih tahu dari saya,” katanya saat ditemui di Kementerian Koordinator Perekonomian, Sabtu petang pekan lalu.

Philipus Parera, Ninin Damayanti, Arif Zulkifli

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus