Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam tiga periode kepresidenan pascareformasi—kecuali era Presiden Abdurrahman Wahid—kabinet yang dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis pekan lalu, adalah kabinet yang paling banyak diisi kader partai. Ini belum termasuk menteri yang bukan anggota partai tapi berafiliasi atau disorongkan oleh petinggi partai. Dengan komposisi ini, Yudhoyono ingin memerintah dengan tenang alias jauh dari gangguan partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat.
Tapi sejarah Indonesia pasca-1998 mencatat, DPR tidak pernah benar-benar bisa ”ditekuk” hanya karena partai politiknya diberi kursi menteri. Legislator yang ”tak kebagian” bisa menjadi anak nakal di DPR. Oposisi Indonesia setelah Soeharto jatuh bukanlah oposisi diametral, melainkan oposisi kasus per kasus. Jadi, ”pengorbanan” Yudhoyono ”mengobral” kursi kabinet bisa jadi sia-sia.
Arif Zulkifli, Ninin Damayanti
Abdurrahman Wahid (1999- 2001)
Tiga kali perombakan kabinet
Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009)
Dua kali perombakan kabinet
Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo