Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KARANGAN bunga berjajar di depan pintu kediaman Nila Djuwita Anfasa Moeloek, 60 tahun, di Kompleks Micasa, Patrajasa, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Bunga ucapan selamat itu berdatangan setelah Nila Moeloek dipanggil mengikuti ”seleksi” calon menteri di kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, Ahad pekan lalu. Ia disebut-sebut calon Menteri Kesehatan.
Tapi, sekitar sejam sebelum pengumuman susunan Kabinet Indonesia Bersatu II, karangan bunga berangsur dibawa masuk rumah. Secara mengejutkan, di detik-detik terakhir penyusunan kabinet, Presiden Yudhoyono menunjuk nama baru, Endang Rahayu Sedyaningsih. ”Bunganya sudah dibuang semua,” kata seorang pembantu keluarga Moeloek. ”Kata Ibu, malu-maluin.”
Memang sedari mula tak ada yang menyangka Nila bakal jadi menteri. Namanya tak pernah beredar dalam bursa. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Fahmi Idris dan Ketua Majelis Pendidikan Ikatan Dokter Indonesia Biran Effendi lebih ramai diperbincangkan.
Nila menyodok karena politik akomodasi Presiden Yudhoyono. ”SBY menginginkan Menteri Kesehatannya seorang dokter perempuan asal Ambon,” kata satu sumber. Tapi, karena sulit mencari orang Ambon sampai dekat tenggat, akhirnya Nila yang diusulkan.
Dari segi pengalaman dan pengetahuan, Nila sebenarnya punya bekal lumayan. Dia guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di luar profesinya, Nila menjabat Ketua Umum Dharma Wanita. Di sana Nila banyak bergaul dengan istri pejabat dari berbagai departemen, termasuk dengan Nyonya Ani Yudhoyono.
Dalam proses seleksi, Nila terkendala di psikotes. Ia dinilai tak akan kuat memikul beban kerja spartan. ”Dianggap kurang tahan tekanan,” kata Nila, menirukan penjelasan Sekretaris Kabinet Hatta Rajasa. Ia ditelepon Hatta pada Rabu siang. Apa pun hasilnya, Nila legawa. ”Mungkin ada hikmahnya,” katanya.
Proses penyusunan kabinet memang banyak ”memakan korban”. Meski sudah mencoba menyerap semua kekuatan politik, kabinet tentu tak bisa memuaskan banyak orang. ”Selalu ada pro-kontra terhadap setiap nama yang dinominasikan,” ujar Presiden.
Tak hanya Nila, banyak nama lain juga tak kebagian kursi. Misalnya Taufik Kurniawan. Politikus Partai Amanat Nasional ini masuk map biru PAN ke Cikeas. Ketua Komisi Transportasi dan Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat ini diusulkan partainya memimpin Departemen Perhubungan.
Taufik sendiri sudah pasang kuda-kuda. Bahkan Ketua Majelis Pertimbangan PAN, Amien Rais, turun langsung memberikan arahan kepada kader-kader PAN. ”Harus siap tempur. Ojo ngisin-isinke,” kata Taufik, menirukan pesan Amien.
Maka, sepekan sebelum SBY memanggil para calon menteri, Taufik melakukan riset kecil, membuka-buka Internet, belajar lagi tentang materi yang mungkin akan ditanyakan SBY-Boediono. Ia juga menjaga stamina dengan joging pagi dan sekadar olahraga kecil tiap hari.
Termasuk soal unggah-ungguh juga dipesankan Amien. ”Sama SBY, kalau bisa pakai bahasa Jawa halus,” kata Taufik, menirukan wasiat Amien. Sumber Tempo mengungkapkan, Taufik memang punya kekuatan karena kedekatannya dengan Amien Rais.
Posisi Menteri Perhubungan, menurut sumber Tempo, awalnya memang diplot untuk Taufik. Tapi PAN luruh ketika kursi itu diambil Partai Demokrat. Taufik akhirnya mendapat posisi yang tidak jelek-jelek amat. Ia dipilih menjadi ketua komisi setelah rapat konsultasi fraksi di DPR memberikan jatah Komisi Transportasi dan Infrastruktur kepada PAN. ”Saya diarahkan ke situ,” kata Taufik.
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid juga gagal menduduki kursi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Dalam negosiasi awal Partai Kesejahteraan Rakyat dan tim SBY, Hidayat langsung out karena SBY akan menempatkan Hatta Rajasa di sana.
PKS mencoba memasukkan lagi nama Hidayat ketika mengetahui Hatta bakal dirokade ke Menteri Koordinator Perekonomian. Tapi, pada saat-saat akhir, ia tersingkir lagi setelah Partai Golkar mengincar posisi yang sama. Agung Laksono akhirnya mengisi posisi yang ditinggalkan Aburizal Bakrie itu.
Namun PKS mendapat ”jatah” lebih dibanding partai koalisi lain. Mereka ”merebut” empat pos: Menteri Negara Riset dan Teknologi (Suharna Surapranata), Menteri Komunikasi dan Informatika (Tifatul Sembiring), Menteri Pertanian (Suswono), dan Menteri Sosial (Salim Segaf Al-Jufri).
Hidayat sendiri pekan lalu ditetapkan sebagai Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen DPR. ”Secara prinsip, saya menerima penugasan apa pun dari partai secara maksimal,” katanya.
Di Partai Golkar, Sekretaris Jenderal Idrus Marham juga gagal menduduki kursi menteri. Sebagai mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia, Idrus digadang-gadang menjadi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Menteri sebelumnya, Adhyaksa Dault, adalah Ketua KNPI sebelum Idrus. Ia juga dikabarkan dekat dengan keluarga Cikeas.
Kepada Tempo, Kamis pekan lalu, Idrus mengaku dihadapkan pada dua pilihan. All out merawat partai sebagai sekretaris jenderal atau jadi menteri. ”Saya serahkan pilihannya pada ketua umum,” kata Idrus. Ia pun tersingkir setelah Partai Demokrat mengambil jatahnya untuk Andi Mallarangeng.
Agus Supriyanto, Gunanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo