Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Klaim temuan blue energy sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak telah menyengat publik. Bukan saja temuan itu belum teruji secara ilmiah, tapi lebih dari itu pemerintah terkesan gampang mempercayai penelitian yang tak jelas juntrungannya itu.
Tempo mewawancarai Wakil Presiden Jusuf Kalla soal heboh blue energy itu. Juga soal sikap pemerintah atas perkembangan situasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak diumumkan. Sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, misalnya, berencana mengajukan hak interpelasi.
Pada pagi yang cerah di rumah dinasnya, di Jalan Diponegoro, Jakarta, Jumat pekan lalu, ia menjelaskan secara detail alasan-alasan pemerintah mengambil keputusan tak populer itu. ”Saya tak ada urusan dengan popularitas,” ujarnya.
Mengapa pemerintah buru-buru mempercayai temuan sumber energi baru yang belum teruji seperti blue energy?
Saya tidak tahu detail soal blue energy. Tapi semua penemuan yang signifikan awalnya memang selalu dianggap gila. Di mana pun. Pada waktu Bell (Alexander Graham Bell) menemukan telepon, semua orang menganggap dia gila… bahwa suara di telepon itu suara setan. Semua penemuan yang berbeda dengan arus utama selalu dianggap gila.
Jadi Anda percaya dengan penelitian blue energy ini?
Saya belum lihat. Saya cuma mengatakan bahwa ini bukan satu-satunya penelitian. Di Amerika pun ada penelitian seperti ini. Di Eropa juga, karena memang ada teorinya. Anda jangan terus mengolok-olok Joko Suprapto. Bahwa memang belum ada yang berhasil membuat air menjadi pengganti bahan bakar minyak, itu soal lain. Tapi siapa tahu Joko berhasil. Sebab, secara teoretis bisa, ada rumusnya. Cuma mahal. Mereka yang melakukan penelitian juga mengatakan butuh waktu paling tidak lima tahun.
Pernah bertemu dengan Joko?
Ndak. Saya cuma dengar dari Heru Lelono (anggota staf khusus Presiden) waktu mau masuk mobil.
Ada rencana memberikan fasilitas kepada orang-orang seperti ini?
Presiden kan membantu dengan memberikan support moril.
Anda tak curiga ini klenik?
Wah, ndak tahulah. Saya kira ndak.
Soal kenaikan harga bahan bakar minyak, apakah pemerintah memperhitungkan risiko politik yang bakal dihadapi?
Kami tak lagi memperhitungkan politik. Kalau ditanya, apa ada presiden dan wakil presiden yang suka diolok-olok dan didemo setiap hari, tidak ada. Tapi, sebagai pemimpin, kami lebih tak suka jika negara ini susah ekonominya. Tak apa-apa tak populer. Ini pilihan paling berat seorang presiden karena menjelang pemilu. Dari segi popularitas, Anda tahu ini jalan berbahaya.
Menurut survei, popularitas Anda turun lebih besar karena dianggap lebih berperan.
Enggak apa-apa. Saya tak ada urusan dengan popularitas. Yang saya pentingkan Anda semua. Toh, pada akhirnya orang nanti akan tahu. Lagi pula, survei itu dilakukan sebelum bantuan langsung tunai diberikan. Kalau sudah, pasti akan naik lagi….
Jadi bantuan tunai untuk merawat popularitas Anda?
Bukan begitu….
Presiden Yudhoyono awalnya terkesan tak mau menaikkan harga?
Begini, Presiden selalu mengatakan itu pilihan terakhir. Kami berusaha tidak, tidak, tidak. Tapi, kalau harga bahan bakar tak dinaikkan dan harga minyak dunia sudah US$ 130 per barel, total subsidi bisa menembus Rp 300 triliun. Bayangkan! Suatu negara subsidinya Rp 300 triliun lebih dan defisit bisa sampai Rp 150-170 triliun. Untuk apa? Untuk dibakar!
Awalnya, Presiden dan Wakil Presiden terkesan berbeda. Anda bilang harga akan naik dan Presiden mengatakan tidak.
Biasalah kalau saya dan Presiden bicara kadang-kadang beda. Itu karena kalau saya salah, ada yang mengoreksi, ha-ha-ha…. Sementara itu, kalau Presiden salah, tidak ada yang bisa mengoreksi. Memang beliau lebih berhati-hati daripada saya.
Apa yang terjadi kalau harganya tak dinaikkan?
Subsidi akan tinggi. Akibatnya defisit. Kalau defisit tinggi, membayarnya bagaimana? Cuma ada dua cara. Pertama, tambah utang. Padahal tak ada yang mau kasih utang yang hanya habis dibakar. Kalau tak utang, anggarannya yang dipotong. Akhirnya, negeri ini hanya bekerja untuk tiga hal: bayar pegawai, subsidi, dan bayar bunga. Bisa kembali ke 1998 kita. Untuk menggerakkan ekonomi, pemerintah harus menjual perusahaan negara lagi seperti zaman Gus Dur dan Megawati.
Bagaimana opsi penjadwalan kembali utang?
Semua sudah dilakukan.
Kalau kita mengemplang utang?
Boleh-boleh saja. Tapi, akibatnya, tidak ada lagi yang mau kasih pinjaman baru.
Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat akan mengajukan interpelasi….
Tidak apa-apa. Gampang dijawabnya, kok. Bahwa itu sudah disetujui DPR sebelumnya. Mereka bisa menjawab sendiri.
Sejumlah pemerintah daerah menolak menyalurkan bantuan tunai….
Saya katakan begini kepada para gubernur: pemerintah mempunyai kewajiban memberikan segala upaya untuk menjaga orang miskin. Kalau ada kepala desa atau bupati yang mengatakan tidak boleh terima itu, sesuai dengan undang-undang, dia harus ditahan. Tapi, sudah saya cek, tidak ada (yang menolak). Memang ada kekhawatiran akan terjadi seperti 2005, ketika terjadi keributan. Itu tidak akan terjadi karena pemerintah sudah melunakkan syarat para penerimanya.
Mengapa bantuan juga diberikan kepada mahasiswa?
Sebenarnya yang disubsidi orang tidak mampu. Ada buruh, petani, atau mahasiswa. Kalau semua mahasiswa mampu, ya sudah, tidak usah dikasih bantuan tunai.
Pemerintah hendak menyuap mahasiswa agar tak berdemonstrasi?
Demo itu sejak awal sudah diperkirakan. Paling sekitar dua pekan. Di Indonesia tidak ada demo yang tahan lebih dari dua pekan. Orang Indonesia suka demo, juga suka lupa. Ibu Mega lupa juga bahwa dulu pernah menaikkan harga bahan bakar.
Menurut Anda, keputusan ini akan memudahkan pemerintah berikutnya?
Ya. Siapa pun pemerintah yang akan datang, 2010 akan sangat mudah, karena subsidi turun, lifting naik. Yang memberatkan ekonomi itu kan subsidi, bunga, infrastruktur yang tidak jalan, dan lifting minyak. Dua tahun lagi, subsidi minyak tanah, yang sekarang Rp 70 triliun, insya Allah, paling tinggal Rp 10 triliun. Kalau pemerintah sudah selesai dengan subsidi minyak tanah dan listrik, akan mudah menyesuaikan premium ke harga yang lebih baik.
Maksudnya?
Dulu kan pengusaha ngamuk dikasih harga industri, sekarang normal saja. Tidak ada yang memprotes lagi, jalan juga, dan tetap kompetitif. Ini life style yang mau diubah. Dengan begini, orang yang biasanya naik mobil sendiri lama-lama akan berpikir dan memilih naik kendaraan umum. Dulu mengubah minyak tanah ke elpiji juga diprotes. Sekarang semua sadar bahwa ini yang baik. Ada ndak negara di dunia ini yang mengubah life style rakyatnya secepat ini? Program-program itu memang tidak populer. Jusuf Kalla dituduh menjadi dalang macam-macam. Dituduh korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pemerintah tidak bisa ikuti semua pandangan. Ndak usah tergantung dengan itu semua. Yakin saja.
Ketika situasi lebih mudah pada 2010, Anda masih berpasangan dengan Yudhoyono?
Nah, itu soal lain lagi, ha-ha-ha….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo