Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=verdana size=2 color=#CC0000><b>Laksamana Sukardi:</b></font><br /> Mega Hanya Tersenyum

12 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laksamana Sukardi bakal bolak-balik ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Ia diperiksa dalam status tersangka terkait kasus penjualan kapal tanker milik Pertamina, Very Large Crude Cruise (VLCC) pada 2004. Di gedung itu mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara era Presiden Megawati Soekarnoputri ini menjawab cecaran jaksa. Laks-demikian ia akrab dipanggil-dituding korupsi dalam penjualan dua tanker raksasa. Laks sendiri menganggap cap tersangka bermuatan politis. "Saya tidak akan melarikan diri," ujar Laksamana kepada Dimas Adityo dari Tempo. Wawancara ini berlangsung sehari sebelum Laksamana memenuhi panggilan Kejaksaan Agung. Berikut petikannya.

Apa komentar Anda setelah menjadi tersangka?

Kasus ini diseret dari Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat ke Kejaksaan. Saya disebut terlibat, padahal Komisi Pemberantasan Korupsi dalam audit investigasinya tidak menemukan ada korupsi. Apalagi sampai meningkatkan ke penyidikan dan menetapkan saya sebagai tersangka.

Perkara ini menjadi ramai setelah saya keluar dari PDI Perjuangan. Ada yang bilang kasus ini tidak ada muatan politisnya, tapi kalau dilihat dari kasus korupsi lain, yang datang dari DPR tidak ada (keluar perkara penjualan kapal tanker). Inilah indikasi kuat bahwa kasus ini politis.

Apakah Anda merasa dikorbankan?

Dari awal sudah ada yang ingin menjadikan saya tersangka dan masuk penjara.

Apa karena Anda mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan?

Kelihatannya begitu. Supaya partai saya tidak maju, harus dihancurkan. Banyak kader PDI Perjuangan di beberapa daerah pindah ke PDP. Di Bali bahkan seorang wakil bupati dari PDI Perjuangan masuk PDP.

Artinya ada orang PDI Perjuangan yang tak suka dengan Anda. Siapa?

Hanya oknum saja. Kan, ada garis komando.

Maksud Anda apa Megawati?

Bukan Bu Mega, tapi bayangannya itu, Pak Taufik (Taufik Kiemas, suami Megawati). Dia biasa nyuruh-nyuruh. Bu Mega orangnya baik, tapi tak tegas.

Apa yang menjadi alasan kapal tanker dijual?

Tanker dijual atas usulan direksi Pertamina, bukan saya yang meminta. Direksi mengusulkan ke komisaris dengan alasan ada masalah cash-flow di perusahaan akibat harga minyak meningkat. Sedangkan sistem subsidi dari Departemen Keuangan ke Pertamina terlambat karena harus diaudit dulu. Saat itu kami butuh dana. Waktu itu Menteri Keuangan mengalami pressure (tekanan) target APBN.

Ada dana Rp 18 triliun di Pertamina yang belum disetor, ditambah utang PLN yang tidak dibayar ke Pertamina. Kondisi ini sangat membahayakan perusahaan. Kalau tak diperbaiki, Pertamina bisa kerepotan membayar LC (Letter of Credit). Dunia perdagangan internasional bisa heboh jika ini sampai terjadi. Belum lagi ada ancaman penyitaan oleh Karaha Bodas. Dicarilah alasan mengurangi risiko. Akhirnya, direksi memutuskan kapal tanker dijual putus. Komisaris setuju.

Keputusan itu sudah Anda laporkan ke Megawati?

Bukan laporan resmi. Saya melaporkan garis besarnya saja. Ini kondisi berbahaya.

Bagaimana respons Megawati?

Dia hanya tersenyum, tapi beliau memang sudah memberi wewenang kepada menteri.

Kenapa harga jual tanker di bawah harga pasar?

Asumsi boleh saja, tapi hasil penjualannya untung, baik finansial maupun keuntungan lain. Tanker dijual dengan harga optimal. Kalau kemudian harganya jadi sekian, itu tak relevan lagi. Ini memang bisa diperdebatkan.

Kenapa penjualan tanker tanpa seizin Menteri Keuangan?

Tidak perlu izin dari Menteri Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 menyebutkan ada kewenangan Menkeu ke Menteri Negara BUMN. Saya tak khawatir, karena tidak ada kerugian negara. Tak ada penyalahgunaan wewenang.

Anda dituding menerima duit hasil penjualan tanker?

Ini budaya stigmatisasi di Indonesia, ada pikiran kotor, semua kasus disamakan. Saya tidak mungkin melakukan itu. Itu rumor saja. Kasus korupsi tak boleh berdasarkan rumor.

Anda juga dituduh KKN dengan Frontline. Bagaimana ini?

Saya tak kenal Frontline. Namanya baru saya dengar setelah ada tender penjualan.

Kapan rekening Anda diperiksa kejaksaan?

Sudah, sudah dikuliti. Saya juga melaporkan daftar kekayaan ke KPK.

Apakah Anda siap ditahan?

Harus ada alasan kenapa saya ditahan. Meski itu hak subyektif kejaksaan, saya tidak perlu ditahan. Ditahan itu kalau dikhawatirkan melarikan diri. Saya tidak lari, lalu menghilangkan barang bukti. Bagaimana mau menghilangkan bukti? Saya tak pernah melihat tanker itu. Kalau ditahan, saya akan tetap memimpin partai dari dalam penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus