Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karier Achmad Djunaidi berkutat pada urusan haji. Berawal sebagai tenaga musiman, pria 58 tahun itu kini Direktur Pengelola Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji Kementerian Agama. Tugasnya mengelola duit umat yang jumlahnya hingga Rp 22 triliun.
Dengan jabatannya itu, Djunaidi berhak meneken segala urusan haji yang berkaitan dengan bank. Misalnya buat menarik atau menempatkan dana setoran haji ke sejumlah portofolio. Satu yang terpenting adalah menarik lalu menempatkan kembali duit hampir Rp 2 triliun ke deposito berjangka 12 bulan.
Sertifikat deposito itu belakangan dipakai pihak lain buat menjaring bunga lebih besar. "Saya sama sekali tidak tahu soal itu," kata Djunaidi kepada Sunudyantoro dari Tempo, Kamis pekan lalu, di kantornya, Jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta.
Bagaimana setoran awal calon jemaah haji dikelola?
Jemaah yang masuk daftar tunggu sampai hari ini 1.100.003 orang. Sebanyak 201.000 jemaah telah berangkat tahun ini. Jumlah setoran awal mencapai Rp 22 triliun-Rp 5 triliun di antaranya untuk ongkos operasional haji tahun ini. Dari dana itu, kami menempatkan Rp 12 triliun ke Sukuk-obligasi syariah yang diterbitkan pemerintah. Ada juga yang dimasukkan dalam bentuk deposito dan rekening giro. Rekening giro ini untuk jemaah yang melakukan pembatalan.
Jemaah mendapatkan bunga?
Karena ini bukan tabungan, tapi setoran, jemaah tak dapat bunga. Jadi duit dari jemaah itu semacam uang muka. Dari jumlah Rp 22 triliun setoran awal jemaah, bunganya hampir Rp 100 miliar per bulan.
Untuk apa bunganya?
Untuk dana optimalisasi.
Apa itu?
Begini, jemaah haji membayar empat item: ongkos penerbangan, sewa rumah, pelayanan umum, dan uang saku. Besarnya 95 persen dari jumlah yang seharusnya mereka bayar. Sisanya dibiayai dari dana optimalisasi. Misalnya, untuk makan delapan hari di Madinah. Lalu tambahan sewa rumah, yang nilainya 3.000 riyal per orang. Padahal DPR hanya menyetujui 2.800 riyal.Dana juga dipakai buat biaya operasional di Arab Saudi dan di Indonesia. Bayar paspor haji Rp 300 ribu per orang, dan pembelian gelang jemaah. Ini semua 5 persen dari biaya haji.
Di bank mana saja setoran awal haji ini ditempatkan?
Semuanya ada 23 bank. Ada tiga bank swasta, yang lainnya bank pemerintah dan bank daerah. Kami mau menambah lagi empat bank mitra.
Berapa dana setoran di Bank BNI?
Dulu ada Rp 1,9 triliun, tetapi sekarang tinggal Rp 1 triliun. Susut untuk pembayaran biaya operasional haji.
Benarkah Anda memerintahkan penarikan deposito pada Maret 2010?
Memang saya yang mengeluarkan surat penarikan. (Achmad Djunaedi menunjukkan salinan surat di arsipnya). Dengan surat ini, saya minta bank menarik deposito. Tapi duitnya tidak ke mana mana, karena ditempatkan lagi di deposito. Saya minta bunganya dinaikkan menjadi 7 persen setahun, dari semula 6,5 persen.
Kami memperoleh dokumen, deposito itu dipakai swasta untuk jaminan kerja sama bisnis.
Itu di luar kekuasaan kami. Jika dipinjamkan ke pihak lain, itu menjadi kewenangan bank.
Bank punya kewenangan untuk meminjamkan deposito atas nama Menteri Agama?
Itu kewenangan bank.
Apakah Menteri Agama tidak diberi tahu?
Itu kewenangan bank. Tidak harus lapor ke kami.
Kalau terjadi kredit macet?
Bank yang bertanggung jawab. Kami tidak bertanggung jawab. Saya berkomunikasi dengan BNI. Kalau BNI berkomunikasi dengan swasta, silakan.
Anda mengenal Andreas Bambang Armanto, Direktur Utama PT Daestra Rajawali Perkasa, yang menjaminkan deposito itu?
Saya tidak tahu, saya tidak kenal dan saya tidak pernah bertemu.
Anda mengenal Syarif Djumadi, Direktur PT Kranggo Bakti Persada, mitra bisnis Andreas Bambang?
Saya tidak tahu dan tidak kenal Syarif Djumadi dan perusahaannya.
Pernahkah dua perusahaan tersebut minta izin ke Anda atau Menteri Agama?
Tidak ada izin, wong tidak tahu dan tidak kenal kok.
Bunga Bank BNI cuma 7 persen, mereka memanfaatkan dana itu dengan bunga 14 persen?
Transaksi seperti itu tidak mudah. Tak gampang melakukan seperti itu. Saya yakin pasti tidak terjadi.
Tapi perjanjiannya begitu terperinci, kalau tidak ada informasi dari Kementerian Agama atau bank, bagaimana mereka bisa tahu?
Silakan saja. Bikin perjanjian memang harus terperinci. Tapi kami tidak tahu. Memang pernah ada yang menelepon, dia bilang kok ada surat deposito menteri dibuat jaminan swasta. Jawaban saya, tidak ada. Kalau saya menyerahkan uang haji ke swasta, saya bisa langsung ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo