Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERBEKAL surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Siti Hardijanti Rukmana, 61 tahun, mengklaim sebagai pemilik sah PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia. Sabtu dua pekan lalu, sekelompok orang yang mengaku sebagai pendukung perempuan yang akrab disapa Tutut itu mendatangi kantor TPI di kawasan Taman Mini Indonesia Indah. Mereka menempel dan menyebarkan pengumuman tentang struktur direksi dan komisaris TPI yang baru.
Peristiwa yang berlangsung ketika ada acara bakti sosial itu menandai mema nasnya perseteruan Tutut dengan Hary Tanoesoedibjo, 45 tahun. Hingga kini, putri mendiang presiden Soeharto itu belum bersedia memberikan keterangan langsung ke publik. Surat permohonan wawancara yang dikirim Tem po ke rumah pribadinya tak direspons. ”Sampai saat ini Mbak Tutut belum bersedia diwawancarai,” kata pengaca ra Tutut, Denny Kailimang.
Akhirnya, Denny Kailimang sendi ri yang menjawab pertanyaan Erwin Dariyanto dari Tempo, Jumat pekan lalu, di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan.
Apa arti surat Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu terhadap kedudukan Tutut di TPI?
Saya rasa surat itu untuk menanggapi surat kami sebelumnya, 30 November 2009. Kami menanyakan soal pengalihan saham di TPI.
Bukankah sudah ada komitmen dari Tutut untuk memberikan 75 persen saham TPI ke PT Berkah?
Itu akan dilakukan setelah semua utang diselesaikan, dan harus dihitung ulang lagi. Di investment agreement itu belum ada persetujuan dari Mbak Tutut tentang pengalihan saham.
Bagaimana dengan surat kuasa yang diberikan Tutut ke Hary Tanoe?
Memang ada surat kuasa itu, untuk mengelola TPI, mewakili dan atas nama pemegang saham, ke Hary Tanoe. Yang perlu dicatat dalam surat kuasa itu, tidak ada pengaturan soal pengalihan saham.
Salah satu hal yang memicu persoalan adalah soal tanah TPI di Taman Mini, benar begitu?
Ibu Tutut tidak sepakat dengan hitung-hitungan yang disodorkan Hary Tanoe, makanya dia berniat menjual TPI ke Hary Tanoe. Syaratnya, TPI harus keluar dari tanah di Taman Mini. Karena wasiat mendiang Ibu Tien Soeharto, tanah itu tidak boleh dialihkan ke pihak ketiga.
Kenapa Tutut tidak mau bertemu dengan Hary Tanoe?
Kalau iktikadnya baik, kenapa tidak dari 18 Maret 2005 itu mendatangi Ibu Tutut? Ini hanya lip service. Hary Tanoe tidak pernah menghubungi Ibu Tutut.
Hary Tanoe melaporkan surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ke Kepolisian Daerah?
Dengan senang hati, kami minta ini diproses agar transparan, semua benderang.
Apa pertimbangan Tutut memasang na ma Japto Soerjosoemarno di jajaran direksi, dan Syamsir Siregar sebagai komisaris?
Pak Japto sangat dekat dengan Keluarga Cendana. Dia memang mau membantu Mbak Tutut. Karena Pak Japto dekat dengan Pak Syamsir, Pak Japto minta bantuan. Karena bekas intel, dia tahu semua seluk-beluk kasus ini. Pak Syamsir tentunya tidak mau dipasang begitu saja, kalau tidak tahu duduk persoalannya.
Siti Hardijanti Rukmana
PUTRI sulung mantan presiden Soeharto ini mendirikan puluhan perusahaan di banyak sektor. Tapi jalan tol adalah bisnisnya yang paling populer. Ia pernah dijuluki Ratu Jalan Tol. Lewat PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk., perempuan kelahiran Jakarta, 23 Januari 1949, ini membangun jalan tol di Jakarta dan kota-kota lain.
Keistimewaan dari ayahnya membuat Siti leluasa mengguritakan bisnisnya dengan kredit gampang dari bank-bank pemerintah. Ia mendirikan Bank Yakin Makmur. Lalu membuat Televisi Pendidikan Indonesia. Tapi bisnis-bisnis itu kolaps seiring dengan krisis ekonomi. Perusahaan-perusahaan Siti itu menjadi pesakitan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan harus membayar ratusan miliar utang. Utang-utang di TPI salah satu yang tak terbayar. Maka ia memerlukan seorang Hary Tanoe untuk menutup gunungan utang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo