Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BINSAR Toras Maringan S. mencairkan 28 lembar cek sepanjang Juni 2004. Nilai totalnya Rp 1,4 miliar. Kesaksian Binsar itu memperkuat dugaan keterlibatan bosnya, Panda Nababan, dalam skandal suap pada saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, 8 Juni 2004.
Keterangan Dudhie Makmun Murod, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, menguatkan keterkaitan Ketua Fraksi PDI Perjuangan Dewan PerwakilanRakyat itu. Menurut Dudhie, Panda adalah koordinator pemenangan Miranda Swaray Goeltom, calon yang menang dalam pemilihan ketika itu.
Kepada wartawan Tempo Ramidi, Sutarto, dan Widiarsih Agustina yang menemuinya di business centre Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Jumat malam pekan lalu, ia membantah tudingan itu. Bantahan juga telah diungkapkan pria 56 tahun itu pada saat memberikan keterangan sebagai saksi pada pengadilan kasus yang sama.
Apa benar ketika itu PDIP sepakat memilih Miranda?
Bukan hanya sepakat, tapi itu perintah. Kebijakan fraksi memerintahkan untuk memilih Miranda. Pertimbangannya: kualitas, kemampuan, dan track record. Sebenarnya, kalau dikatakan diduitin, ada duitnya atau tidak, partai sudah memerintahkan memilih Miranda.
Anda disebut sebagai koordinator pemenangan Miranda?
Tjahjo Kumolo (Ketua Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat) di persidangan sudah bersaksi tidak ada itu koordinator lapangan. Tidak masuk akal, saya yang dari Komisi II (dulu membidangi masalah hukum) menjadi koordinator di Komisi IX (keuangan dan perbankan ). Barangkali karena saya terlalu aktif, mengatur supaya bagus, mungkin kesalahan saya di situ.
Dudhie Makmun Murod mengaku Anda perintah buat mengambil cek?
Tidak ada itu. Bahkan sewaktu di Restoran Bunga Rampai, saya tanya, ”Dud, itu traveller’s cheque banyak sekali, dari mana?” Dia menjawab dari titipan orang. Terus, kalau dikatakan saya memerintah dia, dari mana? Mungkin itu nasihat lawyer-nya.
Binsar, anggota staf Anda, mencairkan 28 cek....
Aku hanya bisa menggaji dia Rp 1 juta. Dia suka ngobyek di luar. Waktu diperiksa, KPK bertanya apa benar Binsar Toras Maringan staf saya. Saya jawab betul. Penyidik mengatakan dia yang mencairkan cek itu. Habis itu, saya cari dia dan langsung saya berhentikan. Dia mengatakan cek didapat dari pengusaha bernama Tan Shui alias Komarudin. Di KPK, pengusaha itu juga mengaku memberikan cek ke Binsar untuk dicairkan.
Anda kenal Tan Shui?
Dia dulu sama-sama saya di harian Prioritas. Saya kenal tapi sudah lama tidak berhubungan.
Anda disebut menyetor Rp 500 juta ke kas fraksi menggunakan cek pelawat yang sama?
Untuk memasukkan uang ke kas, perlu tanda tangan tiga orang, Tjahjo, saya, dan Dudhie. Saya tanya Tjahjo, dia tidak tahu. Saya juga tidak tahu. Baru tahu setelah muncul di pleidoi Dudhie. Waktu saya menjadi saksi, keterangan itu belum ada. Kalau ada, akan saya jelaskan. Bank Mandiri kan juga bisa ditanya, pernahkah saya setor. Ada tidak instruksiku. Saya pun kaget, nama saya nongol. Keterangan itu yang membuat saya jadi tersangka.
Tapi di kas benar ada dana masuk?
Iya, tapi siapa yang memasukkan seharusnya saya dan Tjahjo tahu. Soalnya ini uang besar sekali.
Anda mencurigai Dudhie yang setor?
Iya. Dari awal, manusia-manusia yang menerima ini tidak pernah ada yang ngomong ke saya. Kalau saya yang memerintahkan, pasti mereka ”menyanyi”, dong.
Anda disebut-sebut terima Rp 1,4 miliar dan sebagian diberikan ke Emir Moeis dan Sukardjo?
Emir, disaksikan Tjahjo dan staf saya, mengatakan saya tidak pernah memberikan uang itu. Sukardjo juga minta maaf karena kepada penyidik ia mengatakan menerima uang dari saya.
Jadi yang benar Anda terima berapa?
Tidak ada sama sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo