Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PATOK-patok besi bercat merah berjajar rapi di lahan sepanjang sebelas kilometer. Inilah jalur seksi yang dipastikan bakal riuh dilalui mobil, terutama di musim mudik Lebaran. Melintasi sembilan kelurahan, kehadiran ruas tol Batang-Semarang, Jawa Tengah, ini telah lama dinanti.
Tapi, ketika Tempo berkunjung ke sana, Rabu pekan lalu, tak ada pengukuran tanah, apalagi pengerjaan jalan. Padahal Heru Prasetyo, ketua tim pengadaan tanah, telah menggeber sosialisasi kepada penduduk yang rumah atau tanahnya bakal terserempet proyek itu. Namun soal dana pembebasan lahan tak kunjung kelar. ”Mereka menunggu kejelasan,” kata Heru.
Bahkan di Pemalang, Jawa Tengah, beberapa patok merah penanda bakal ruas tol telah hilang ”ditelan” pembangunan pipa perusahaan air minum daerah. Penduduk pun cuek. Sri Ningsih, 40 tahun, masih membuka bengkel dan usaha cuci motor kendati rumahnya telah dipasangi patok merah sejak dua tahun lalu. Slamet juga masih menggarap setengah hektare lebih sawahnya di Desa Saradan, yang bakal tergusur jalan tol Pemalang-Batang.
Ruas Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang adalah bagian dari impian bernama Trans-Jawa. Ini sebuah megaproyek jalan bebas hambatan yang bakal menyambungkan Jakarta dan Surabaya. Celakanya, pembebasan lahan yang telah dimulai dua tahun lalu itu mandek gara-gara terbentur seretnya dana. Trans-Jawa pun masih jauh panggang dari api.
Namun angin segar bertiup dua pekan lalu. Kementerian Pekerjaan Umum mengucurkan dana Rp 2,4 triliun dari Badan Layanan Umum untuk 24 ruas tol utama. PT Bakrie Toll Road kecipratan Rp 800 miliar dari dana itu. Menurut Direktur Utama Bakrie Toll Road Harya Mitra Hidayat, dari kucuran dana itu, Rp 550 miliar akan digunakan untuk membebaskan ruas Batang-Semarang. Sisanya, Rp 250 miliar, untuk membangun ruas Pejagan-Pemalang. Kontrak pinjaman telah diteken bersama dengan Badan Pengatur Jalan Tol, 24 Agustus lalu. ”Dalam waktu dekat dana diharapkan cair,” katanya.
MIMPI menyambung Jakarta-Surabaya dengan jalan bebas hambatan ini sudah dimulai pada 1996-1997. Apa daya, krisis moneter membuyarkan rencana itu. Pertengahan 2005, pemerintah membentuk Badan Pengatur Jalan Tol, yang bertugas menghidupkan kembali megaproyek tol.
Tender ulang pun digelar. Tapi, lima tahun kemudian, Trans-Jawa tetap mandek. Sulitnya pembebasan lahan menjadi kendala utama.
Lalu terbit sebuah peraturan guna memecah kebuntuan: Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Alokasi risiko diatur untuk kepastian penyelenggaraan jalan tol. Pengadaan tanah diambil alih pemerintah. Pemerintah juga membantu sebagian konstruksi, perizinan, dan insentif perpajakan.
Aturan baru itu lebih terperinci diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol. Pemerintah juga tengah menggarap Rancangan Undang-Undang tentang Pembebasan Lahan. Berbekal payung hukum yang ada, Badan Pengatur Jalan Tol mengkaji ulang 24 ruas tol utama di Jawa yang tak kunjung kelar, termasuk Trans-Jawa.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Ahmad Ghani Gazali mengatakan sedang mengevaluasi kemampuan badan usaha alias pemegang konsesi: apakah proyek layak diteruskan pada kondisi sekarang. Kemampuan pendanaan, yang tampak dari laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit, juga dikaji ulang. Untuk proyek senilai Rp 1 triliun, misalnya, perseroan mesti menyediakan ekuitas Rp 300 miliar. Menggandeng mitra boleh saja jika tak sanggup sendiri. ”Jika uang tak punya, teman tak ada, izin bisa dicabut,” kata Ahmad.
Hingga akhir pekan lalu, semua perusahaan pemegang konsesi jalan tol telah menyampaikan laporan keuangan mutakhir. Mereka juga menyerahkan revisi rencana bisnis. Pemerintah memang membuka peluang mengubah bujet rencana bisnis, yang disesuaikan dengan kondisi sekarang. Alasannya, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak menambahkan, sejak perjanjian pengusahaan jalan tol diteken lima tahun lalu, harga-harga sudah naik terkerek inflasi.
Kesempatan ini tak disia-siakan investor. Tak terkecuali Bakrie Toll Road. Menurut Harya, biaya pembebasan tanah memang meningkat, misalnya untuk ruas Pejagan-Pemalang naik 20 persen. Kenaikan harga tanah di jalur pantai utara itu dinilai tak seberapa ketimbang tanah untuk jalan tol dalam kota Jakarta.
Bujet konstruksi pun membengkak dibandingkan dengan perkiraan awal ketika perjanjian diteken. Pergerakan harga bahan bangunan, seperti besi dan semen, mengekor fluktuasi harga minyak dunia. Artinya, kata Harya, kebutuhan investasi ruas Pejagan-Pemalang, yang semula ditaksir Rp 3,6 triliun, bakal menembus Rp 4 triliun.
Perusahaan lain, PT Lintas Marga Sedaya, telah menyerahkan desain dan hitungan bisnis paling gres, akhir tahun lalu. Pemegang konsesi Cikampek-Palimanan ini sempat mengalami kesulitan pendanaan. Untunglah, tahun lalu, sindikasi sepuluh bank, dipimpin Mandiri dan BCA, memberikan pinjaman Rp 3,9 triliun kepada Lintas Marga.
Direktur Utama Lintas Marga Steve Ginting mengatakan, saat ini, perseroan menunggu konfirmasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas revisi rencana bisnisnya. Secara prinsip, menurut Steve, Kementerian Pekerjaan Umum telah menyetujui kenaikan investasi, dari Rp 7 triliun menjadi Rp 11,5 triliun, dengan tarif Rp 735 per kilometer.
Perjanjian pengusahaan jalan tol Cikampek-Palimanan diteken pada 21 Juli 2006. Plus Expressway Bhd, perusahaan negara Malaysia, menguasai 55 persen saham PT Lintas Marga. Sisanya dimiliki PT Lintas Sedaya, perusahaan sayap grup usaha milik Sandiaga Uno.
Lintas Marga juga sedang bernegosiasi untuk mendapatkan tambahan kredit Rp 3 triliun. Sejauh ini, komitmen pinjaman pertama memang belum ditarik. Pencairan baru akan dilakukan setelah proses pembebasan lahan rampung dan masuk tahap konstruksi.
PEMERINTAH berobsesi Trans-Jawa bisa beres pada 2014. Setidaknya, kata Hermanto Dardak, sampai Surabaya, bukan Banyuwangi. ”Paling tidak, tiap ruas sudah mulai ada pengerjaan,” katanya.
Ahmad Ghani tak kalah optimistis. Berdasarkan evaluasi Badan Pengatur Jalan Tol, dua ruas memenuhi syarat untuk dilanjutkan. Salah satunya ruas Mojokerto-Kertosono sepanjang 40,5 kilometer di Jawa Timur. Konsesi ini dipegang oleh PT Marga Hanurata Intrinsic dengan perkiraan kebutuhan investasi Rp 2,2 triliun. Targetnya, ruas ini rampung akhir 2011 dan beroperasi awal 2012.
Ruas Mojokerto-Surabaya juga masuk prioritas. Konsesi ruas sepanjang 36,27 kilometer milik Jasa Marga ini diperkirakan menelan biaya Rp 2,952 triliun. Menurut Direktur Utama Jasa Marga Frans Sunito, saat ini pembebasan lahan berjalan di empat seksi ruas tol. Pada saat yang sama, proses konstruksi berlangsung di seksi pertama, yakni di ujung dekat Surabaya, dan seksi keempat di dekat Mojokerto.
Ruas Semarang-Ungaran seksi pertama sepanjang 14 kilometer juga sedang dibangun. November ini diharapkan bisa beroperasi. Adapun Ungaran-Bawen sedang di tahap pembebasan lahan, dan awal tahun depan mulai konstruksi.
Bakrie Toll Road menjanjikan ruas Batang-Semarang seksi pertama dan kedua rampung akhir 2013 atau paling lambat awal 2014. Beberapa ruas di rute Pejagan-Pemalang juga akan rampung. Lintas Marga memasang target, awal tahun depan, proses konstruksi ruas Cikampek-Palimanan dimulai. Tiga puluh bulan kemudian, tahun 2013, jalan bebas hambatan ini akan tersambung dengan ruas Jakarta-Cikampek.
Begitulah, 24 ruas jalan tol ibarat beroleh darah baru. Di berbagai ruas, para pelaksana bergegas, tak terkecuali tim pengadaan tanah ruas Batang-Semarang. Heru Prasetyo dan tim akan kembali menggeber sosialisasi setelah Lebaran. ”Kami akan ngebut,” katanya, ”supaya pembebasan lahan kelar sesuai dengan target September tahun depan.”
Retno Sulistyowati, Edi Faisol (Pemalang), Sohirin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo