Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=2 color=#FF0000>Anindya Bakrie, Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk, Grup Bakrie: </font><br />Kami Biasa Menghadapi Kesulitan

12 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UTANG menggunung bukan hal baru bagi Anindya Bakrie. Anak sulung Aburizal Bakrie ini menyebutkan Bakrie pernah mengalami masa sulit saat harus melepas hampir 97 persen saham keluarga pada 1997-1998. Itulah, kata Anindya, situasi terunyam yang pernah dihadapi keluarganya. Karena itu, ia yakin bisnis Bakrie bisa bangkit menghadapi utang triliunan rupiah yang akan jatuh tempo tahun ini. "Sebagai pemilik, kami sudah biasa," ujarnya kepada Agus Supriyanto dan Akbar Tri Kurniawan serta fotografer Tony Hartawan dari Tempo di Bakrie Tower, kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis dua pekan lalu.

Benarkah utang dari Grup Bakrie yang jatuh tempo US$ 7-8 miliar?

Tidak mungkin sebesar itu. Saya rasa 30 persen dari itu. Sebagai pemilik, kami sudah biasa. Yang kasihan manajemen dan karyawan. Jadi kami mesti memberikan edukasi bahwa kami sedang menghadapi tantangan.

Sejauh mana proses mengkonversi utang menjadi saham?

Saya tidak bisa bicara satu per satu. Urusan administrasi untuk sektor telekomunikasi, media, dan teknologi hampir selesai. Sedangkan sektor pertambangan dan komoditas diharapkan selesai tahun ini atau tahun depan. Tapi yang mengalami masalah di bisnis komoditas bukan kami saja. Inilah kesempatan membersihkan dan merapikan.

Sebagai kreditor, apakah China Investment Corporation (CIC) dan China Development Bank mau menerima tawaran itu?

Kreditor besar itu CIC dan Credit Suisse. CIC salah satu kreditor terbesar di Bumi Resources. Kami masih berdiskusi. Mereka tidak mungkin tidak mendukung karena perusahaan kami lagi susah. Tinggal dicari skemanya.

Kami mendengar akan ada pengalihan utang dolar ke rupiah melalui sindikasi dari BNI….

Tidak enak bicara bank yang mana. Tapi kami memang berupaya melakukan refinancing. Utang kami dolar. Kalau dolar menguat, nilai buku kami jadi jelek. Padahal tidak ada hubungannya dengan kinerja. Sayang kalau tidak refinancing.

Tapi bukankah pinjaman Bakrie pernah macet di BNI?

Kami sudah tidak ada utang di BNI. Dulu ada, tapi tidak ada hubungannya dengan yang ini.

Kenapa Bakrie sulit menerima kredit dari Bank Mandiri?

Saya tidak mendengar sampai seperti itu. Saya sendiri punya pengalaman pribadi bersama Erick Thohir ketika mengambil alih kredit Lativi (sekarang TV One) di Bank Mandiri. Jadi bukan mengajukan kredit, melainkan mengambil alih utang Lativi senilai Rp 1 triliun. Kalau ada bank yang pro dan kontra dengan kami, ya, sabar aja karena pengusaha nasional itu rumahnya di sini.

Kenapa pesangon eks karyawan Bakrie Telecom belum dibayarkan?

Manajemen berupaya sebaik mungkin memenuhi kesepakatan dan terus berkomunikasi dengan mereka. Tapi kondisi Bakrie Telecom sedang sulit. Manajemen tetap bekerja keras agar bisa membangkitkan perusahaan dan membantu kolega kami melalui masa transisi ini.

Selain mengkonversi utang, Bakrie banyak menjual aset. Apakah tidak sayang menjual aset seperti Epicentrum?

Kawasan 70 hektare ini hasil kerja keras Pak Nirwan Bakrie. Tidak mungkin kami kembangkan sendiri. Itu sebabnya harus bermitra sehingga ada yang dijual sebagian. Kalau tidak, bisa 20 tahun mengerjakan Epicentrum. Sudah kami petakan Epicentrum karena ada Pertamina, Sinar Mas, dan Trakindo.

Bakrie juga menjual saham di Newmont untuk menyelesaikan kredit. Apakah transaksi Newmont sudah kelar?

Sudah tuntas dan kami lega karena saham berpindah ke pengusaha nasional (Medco Group). Bisnis itu manajemen neraca. Ada aset, utang, dan ekuitas. Kalau kami kehilangan satu aset tapi terbebaskan dari banyak utang, itu justru membuat kami gesit ke depan.

Bisnis apa yang menjadi andalan Bakrie ke depan?

Di media ada TV One, situs digital Viva, dan ANTV. Dari sisi omzet, pertumbuhannya hampir 20 persen per tahun dalam lima tahun terakhir. Itu sebabnya kami percaya diri saat minta persetujuan refinancing.

Apakah bisnis komoditas ada peluang bangkit?

Komoditas itu barang pasaran. Harganya naik-turun. Itu sebabnya Bumi Resources, yang punya kandungan hingga 15 miliar ton batu bara, harus berpikir lebih jauh. Bumi harus ikut membangun banyak power plant, baik bekerja sama maupun membuat sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus