Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUTUSAN Komisi Informasi Pusat memberi harapan baru bagi Suciwati, istri almarhum Munir Said Thalib. Komisi meminta pemerintah membuka dokumen Tim Pencari Fakta Kasus Pembunuhan Munir kepada publik. Putusan yang semestinya membawa asa baru untuk menemukan dalang pembunuh aktivis hak asasi manusia itu justru mengantar polemik. Pemerintah Joko Widodo dan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono, justru saling lempar tentang siapa yang bertanggung jawab atas raibnya dokumen ini.
Suciwati merasa heran terhadap respons para pejabat yang bertanggung jawab atas ketidakjelasan posisi dokumen Tim Pencari Fakta tersebut. "Presiden bisa saja mengerahkan intelijen untuk mencari atau menggelar sayembara," katanya kepada Eko Widianto dan fotografer Aris Novia Hidayat dari Tempo di sebuah rumah makan di Kota Malang, Jawa Timur, Senin pekan lalu. Sembari menyeruput susu telur madu jahe dan ketan bubuk, Suciwati bercerita tentang perjuangannya mencari dalang pembunuh suaminya.
Apa yang terbaru setelah Komisi Informasi Pusat memutuskan hasil Tim Pencari Fakta Munir harus diungkap ke publik?
Selama tak ada yang banding, putusan itu inkrah. Lagi pula, memalukan diri sendiri kalau banding. Kami memberi kesempatan untuk mencari dokumen dan menindaklanjutinya. Presiden Jokowi sudah memerintahkan Jaksa Agung dan Kepala Polri. Saya yakin ada, kok. Kalau tak mau susah, tinggal telepon SBY.
Berapa lama Anda memberi tenggat?
Saya berniat baik karena pekerjaan ini untuk Republik. Mereka bekerja atau tidak, saya mengawasi dari luar. Kalau tidak kunjung ketemu, nanti kami tanya, perlu waktu berapa lama. Mereka semua masih hidup, dokumen bisa dilacak, dan jumlahnya pun masih banyak.
Bagaimana sebenarnya kronologi terbentuknya Tim Pencari Fakta Munir?
Waktu itu, tak ada yang tahu apakah Munir meninggal wajar atau tidak. Temuan investigasi awal, ada yang perlu ditindaklanjuti. Teman-teman menganggap penting membentuk tim independen. Awalnya, kami membentuk Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM).
Lewat akun Twitter, Yudhoyono mengatakan Anda menemuinya tiga pekan setelah Munir dibunuh. Apa yang dibicarakan?
Waktu itu, KASUM sedang menginvestigasi Garuda Indonesia. Di tengah proses itu, mungkin ada teman yang sounding ke SBY. Pada 23 November 2004, saya diundang SBY dan dia menyampaikan rasa prihatin.
Setelah pertemuan itu, apakah tim independen seperti yang Anda inginkan segera dibentuk?
Awalnya, ada hasil analisis Nederlands Forensisch Instituut (lembaga forensik Belanda). Mereka menyerahkan hasil pemeriksaan ke pemerintah, tapi mereka tak menyerahkannya kepada saya. Saya menelepon Kementerian Luar Negeri dan bertemu dengan Suyitno Landung (Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri). Kami ngobrol tentang pentingnya membentuk tim independen. Hingga sebulan setelah kematian Munir, tim ini tak juga dibentuk. Akhirnya, saya bikin pernyataan di media. Saya ditelepon Pak Sudi Silalahi (Sekretaris Kabinet). Dia bilang Pak Presiden serius.
Kapan Tim Pencari Fakta mulai bekerja?
Tim dibentuk pada Desember 2004, menjelang Natal. Cuma, kewenangan tim ini dibatasi, hanya menyelidiki, tak sampai menyidik. Padahal kami berharap ada kewenangan penyidikan. Presiden juga berjanji bakal mempublikasikan hasilnya. Pernyataan inilah yang kami pegang. Tim bekerja selama tiga bulan, sempat diperpanjang Maret-Juli dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2005.
Siapa yang menerima laporan hasil kerja tim ini?
Setelah selesai, laporannya diberikan kepada Presiden. Saat konferensi pers, ada Asmara Nababan, Usman Hamid, Andi Mallarangeng (juru bicara Presiden), Jaksa Agung, dan Kapolri. Laporan terdiri atas 300-an halaman. Ada tujuh lembar salinan dokumen. Sudi Silalahi menyatakan akan mendistribusikan salinan dokumen ke pihak terkait untuk mengungkap kasus ini.
Tapi ternyata dokumen Tim Pencari Fakta tak jelas rimbanya….
Saya ingat sekali pertemuan dengan Sudi Silalahi itu. Jika sekarang dia bilang dokumen itu hilang, sungguh memalukan. Lembaga yang seharusnya bertanggung jawab dengan mudah menjawab tidak tahu atau hilang. Ada juga pernyataan dokumen hilang dari Alexander Lay (anggota staf khusus Menteri Sekretaris Negara Pratikno). Hal itu menunjukkan mereka tak bertanggung jawab. Jawaban apa itu?
Apakah artinya Yudhoyono gagal menuntaskan kasus ini?
Pencapaian SBY apa? Tidak ada. Apa sesuai dengan test to our history yang dia bilang? Hanya pelaku lapangan yang ditangkap dan pelaku ini pun tidak memiliki motif, hanya kayak pion. Ada yang lebih besar tak tersentuh. Kalau Presiden (Jokowi) hari ini tidak menyelesaikan kasus Munir, kedua presiden ini sama persis, melindungi pembunuh Munir.
Terkait dengan substansi kasus, siapa sebenarnya tokoh di belakang Pollycarpus?
Tempo sudah mencoba menggali ini, keren. Kalau siapa di balik Pollycarpus, bisa dilihat di fakta persidangan. Pollycarpus berperan di lapangan. Dia menelepon suami saya dan mendapat perintah dari Badan Intelijen Negara menjadi aviation security. Ada juga kesaksian Direktur Garuda Indonesia Indra Setiawan. Dia ditemui M. As'ad dan Muchdi Pr. di BIN. Sebetulnya, itu sangat menguatkan bagaimana BIN bekerja.
Bagaimana Anda yakin Badan Intelijen Negara memang benar-benar terlibat?
Ada kesaksian Ucok. Dia di bawah Deputi II. Dia mengaku pernah disuruh membunuh Munir. Dia pernah diminta mencoba arsenik untuk tikus. Deputi VII ribet menemui Munir, saya tidak tahu maksudnya. Saat saya desak siapa yang terlibat, dia tidak mau mengaku. Ketika Deputi VII, Deputi V, dan Deputi II bergerak, kemudian ada Wakil Kepala BIN As'ad. Karena BIN menggunakan sistem kompartemen, artinya Kepala BIN Hendropriyono tahu.
Nyatanya, Muchdi Pr. dibebaskan di pengadilan….
Ketika Muchdi dibebaskan, artinya yang dipertontonkan impunitas. Lalu pendidikan macam apa yang mau diberikan? Penjahat selalu dilindungi, padahal sudah menghina dan mempermalukan lembaga negara. Muchdi dicopot dari jabatannya karena apa? Para tentara ini selalu eksklusif, sementara mereka punya kesalahan.
Bagaimana dengan keterlibatan Hendropriyono?
Hendropriyono selalu bilang, "Muchdi telah dibawa ke pengadilan, kenapa saya dibawa-bawa." Waktu itu, dia menolak diperiksa Tim Pencari Fakta. Dia malah ke DPR membawa puisi, menyatakan bahwa dia korban. Dia tidak tahu bagaimana saya kehilangan suami, yang dibunuh, dan tidak mendapatkan keadilan. Pernah tidak dia berpikir membesarkan anak yang suaminya dibunuh dan tak pernah jelas siapa pembunuhnya. Dia cuma stres, lalu curhat ke media. (Kepada Tempo, Hendropriyono mengaku tidak terlibat pembunuhan Munir.)
Bagaimana Anda melihat sosok Hendropriyono?
Ketika Tim Pencari Fakta memanggil Hendropriyono, dia menolak. Tim lalu melapor ke Presiden SBY. Dia kecewa Hendropriyono tak mau diperiksa. Di media, Hendropriyono bilang tak percaya pernyataan SBY. Sebagai presiden, SBY berhak memanggil paksa. Pada 2008, kasus ini ditindaklanjuti karena tekanan dalam dan luar negeri. Bukan karena SBY, jangan salah.
Apalagi saat ini Hendropriyono menjadi salah satu orang dekat Presiden Jokowi….
Ketika Presiden memasukkan Hendropriyono ke tim transisi, pasti mempengaruhi kekuasaan yang dipegang Jokowi. Saat diwawancarai Allan Nairn pada 2015, dia mengaku bertanggung jawab terhadap pembunuhan Munir karena jabatannya sebagai Kepala BIN. Apa ditindaklanjuti?
Apa yang seharusnya negara lakukan?
Harus dibawa ke pengadilan. Kan, di setiap lembaga ada standard operating procedure. Jika dibuat main-main, kan mengerikan. Ini seperti negara dalam negara, bahaya sekali. Bagaimana kalau orang punya kepentingan dan lembaga ini bisa diorder? Presiden malah diam, padahal sudah ada pengakuan Hendropriyono.
Sejumlah saksi yang mengetahui kematian Munir kemudian meninggal….
Ada saja orang yang kemungkinan besar mau berbicara. Saya tak tahu memang takdirnya, ya, kalau mati. Tapi, kalau sengaja, wallahualam.
Artinya, penuntasan kasus ini di era Presiden Jokowi sama buruknya dibanding sebelumnya?
Kalau mereka mengklaim perlindungan hak asasi manusia lebih maju dibanding zaman SBY, tidak. Indikasinya jelas, mengangkat pelanggar hak asasi manusia sebagai menteri, dan kasus pelanggaran hak asasi manusia tak satu pun selesai. Soal Munir, pelakunya, kasusnya, dan laporannya semua jelas, pun tidak diselesaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo