INILAH perjalanan seorang remaja yang putus asa. Ia berniat bunuh diri -- merasa sia-sia hidup 16 tahun di dunia ini. Deny Firmansyah, remaja dari Andir, Kabupaten Bandung, tak berhasil menempuh ujian persamaan SMP. Ia lantas membeli minuman keras Columbus yang harganya cuma Rp 1.000. Tentu saja menenggak minuman itu belum mematikan. Maka, Deny membeli satu ons pontas, yang biasanya dipakai untuk meracun ikan di kali. Pontas ditumbuk halus. Lalu dicampurkannya di botol Columbus. Ditutup. Deny rupanya tak mau mati segera -- masih ingin menyelesaikan urusan dengan sebagian isi dunia ini. Yang pertama dilakukannya, biasa, menulis surat. Ditujukan kepada ibunya, surat itu menumpahkan kekecewaannya karena merasa tak mendapat perhatian semestinya. Kemudian pesan-pesan, "Bu, maafkan kesalahan saya. Jika saya sudah mati, tolong dikubur dengan doa-doa, tasbih dan juga Al Quran." Seakan-akan bunuh diri itu direstui agama. Surat itu ia bawa ke rumah kakaknya di Pangarang, Bandung. Maksudnya, biarlah kakaknya yang meneruskannya. Nah, sebelum tiba di sana, Deny ketemu kawannya, Agus, di terminal Dayeuhkolot. Merasa tak enak membawa minuman keras ke rumah kakak, Deny menitipkan minuman itu ke Agus. "Jangan ada yang boleh minum ini. Bahaya," pesannya. Agus oke. Deny pergi. Usai menyerahkan surat tertutup itu Deny ke Batujajar. "Saya punya utang lima ratus perak kepada famili di sana. Harus saya bereskan dulu, supaya tenang," tutur anak muda yang suka menulis sajak ini. Kembali dari Batujajar, dan siap menenggak itu minuman, apa yang terjadi? Begitu ia tiba di terminal Dayeuhkolot, polisi sudah menangkapnya. Remaja ini dituduh menghilangkan nyawa orang lain. Deny kaget. Soal nyawa, ya. Tapi nyawanya sendiri ! Dan, belum ! Peristiwa di sekitar Mei lalu itu disidangkan Agustus silam. Deny dipersalahkan "lalai menyebabkan nyawa orang lain hilang". Pepen Suhendi, ceritanya langsung tergeletak tak bernyawa setelah meminum cairan Columbus bercampur pontas di rumah Agus. "Saya sial terus. Mau bunuh diri, malah orang lain yang tidak saya kenal yang mati," begitu pengakuannya. Ia divonis lima bulan penjara. Kamis pekan lalu -- pas dengan masa tahanannya. Ibunya, Ny. Farida, yang menjanda 13 tahun, mencoba menghibur anaknya di sela-sela sidang "Buat apa sih, kamu cepat-cepat mati? Belum tentu kamu bisa masuk surga." "Ya. Saya akan masuk pesantren saja," katanya. "Mungkin di sana saya bisa lebih tenang."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini