BIANG kerok di Desa Sumber Kerang Kecamatan Gending, Probolinggo, sudah dicatat. Nuralim namanya. Ia anak seorang nelayan. Memang tidak berada. Hanya sempat dua tahun terdaftar sebagai siswa sebuah madrasah, lalu keluar. Di desanya ia berkali-kali nyolong. Tapi pihak polisi masih saja bisa menerima janji ayah Nuralim, yang menyatakan bersedia mengatur anak itu. Jadi, kalau ada berita kehilangan, yang pertama dituding adalah Nuralim, anak 14 tahun itu. Haji Dhofir, misalnya, kehilangan tape recorder. Rumahnya dicongkel. "Saya sempat melihat, orangnya pakai sarung kotak-kotak dan kaus kuning," kata Wakk Haji. Ia tak menuduh Nuralim. Tapi polisi Gending yang dilapori langsung saja mengusut bocah itu. Lha, siapa lagi? Nuralim punya kaus kuning, punya sarung kotak-kotak. Nuralim pun mendekam di kantor polisi. Ditahan? "Tidak kok. Cuma dititipkan," kata seorang polisi. Abdurrahman, ayah Nuralim, tentu saja bingung -- dan kesal, setelah tahu di mana anaknya berada. Siapa yang "menitipkan"? "Saya jadi bingung: tiba-tiba anak saya hilang, tiba-tiba berada di kantor polisi," kata Cak Dur. Biarpun nelayan, ia menempuh cara orang kota: menghubungi pengacara, yakni Supangat, S.H. Nah, Kapolsek Gending diajukan ke Praperadilan. Tuntutan Cak Dur: Rp 500.000 uang tunai. Gugatan praperadilan baru diajukan pertengahan Juni yang lalu, dan belum sempat disidangkan, tiba-tiba ada perdamaian. Kapolsek minta maaf, dan bersedia memberi Nuralim empat ekor kambing -- menurut Abdurrahman. Baik benar. "Ya, saya, sih, mau saja," katanya. Tapi, di manakah kau, Mbing? Ternyata, kambing tak kunjung tiba, sementara tuntutan sudah dicabut -- dan cap biang kerok belum tanggal dari punggung Nuralim. Kali ini Cak Dur tak mau lagi mencari pokrol ia mencari wartawan. Maka, kasusnya pun dimuat sebuah koran Surabaya, awal Agustus lalu. Dan segera setelah itu Kapolsek menyerahkan empat kambing untuk Nuralim sambil membantah adanya kaitan dengan kasus praperadilan yang batal maupun pemberitaan di koran. "Saya sudah lama mau memberi kambing kepada Nuralim. Biar anak itu punya kesibukan," kata Kapolsek. Baik benar. Puaskah Nuralim ? "Puas. Tapi . . . itu bukan kambing, tapi cempe," kata Nur. Cempe adalah bocah kambing. Ayahnya, sebaliknya, lebih puas. "Yang penting, Nuralim tak disangka nyolong. Soal kambing atau anak kambing, lha, cempe itu 'kan kambing juga?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini