Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

''Saya Tak Memanfaatkan Pak Harto"

5 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marimutu Sinivasan ternyata tinggal di rumah kontrakan. Tentu saja pengusaha yang menghebohkan media dengan kredit Rp 9,8 triliun ini tidak tinggal di wilayah kumuh. Biarpun kontrakan, lokasinya tetap mentereng: kawasan Menteng. Rumah miliknya, yang terletak tak jauh dari rumah kontrakan tadi, juga ramai didatangi tamu dan wartawan.

Sinivasan mengawali bisnisnya dari Medan, Sumatra Utara, sebagai kontraktor. Dua tahun kemudian, 1961, Sinivasan merantau ke Jakarta. Kini, 38 tahun kemudian, kerajaan bisnisnya membentang dari Jerman, Amerika, sampai Subang, Jawa Barat. Dua pekan terakhir, lelaki 62 tahun ini menjadi bintang dalam lakon kredit macet grupnya di BNI. Berikut ini petikan wawancara wartawan TEMPO, IG.G. Maha Adi, Ali Nur Yasin, dan M. Taufiqurohman, dengan Marimutu Sinivasan, Sabtu malam lalu di rumahnya.


Anda dituding memanfaatkan kedekatan dengan kekuasaan untuk menggaet fasilitas….

Saya tidak sedikit pun memanfaatkan Pak Harto. Tidak ada kolusi tingkat tinggi. Waktu itu BI meluncurkan fasilitas kredit pre-shipment untuk membantu pengusaha yang kesulitan modal ekspor. Seratus pengusaha diundang, termasuk Texmaco, yang punya keuntungan sekitar US$ 500 juta setahun. Utang saya kan hanya US$ 650 juta. Inilah yang saya mintakan perhatian dari Pak Harto.

Dalam proses pengajuan kredit, Anda menulis surat khusus kepada Soeharto yang dibalas dengan disposisi kepada pejabat terkait.

Mungkin saja ada, tapi saya tidak pasti (surat Marimutu dan disposisi Soeharto memang betul ada dan dibeberkan Laksamana Sukardi di hadapan DPR—Red.).

Apa alternatif penyelesaian utang Anda?

Saya bisa cari utang luar negeri. Bisa juga menerbitkan saham. Ini perusahaan yang asetnya sangat besar, dan kami akan segera listing di Nasdaq. Selain itu, pelan-pelan kita merestrukturisasi dan menyelesaikan semua utang, termasuk kepada BNI, dalam lima tahun. Semua tanpa minta haircut dan potongan.

Berapa total utang Anda ?

Kira-kira US$ 3,3 miliar atau Rp 23 triliun (dengan kurs Rp 7.000). Dari kreditur lokal sekitar US$ 1,8 miliar dan kreditur asing US$ 1,5 miliar. Tapi enggak masalah. Aset kita di dalam dan luar negeri kurang lebih US$ 4,5 miliar.

Meledaknya kasus ini tampaknya menunda skenario listing di Nasdaq. Padahal, BPPN tidak tertarik dengan tawaran debt-to-equity swap (mengubah utang menjadi saham pemerintah). Bagaimana bila Texmaco terpaksa disita?

Tidak bisa begitu saja BPPN mengambil alih Texmaco. Ini kan negara hukum. Tidak bisa sembarangan. Lagi pula kredit saya tidak macet total, diragukan masuk kategori lima atau kategori empat (menurut Laksamana dan Dirut BNI Widigdo Sukarman, kredit Texmaco sudah macet—Red.).

Anda dipersalahkan karena membuat BNI melanggar BMPK….

Itu kan karena ada gejolak kurs sampai pernah mencapai Rp 17.500 per dolar. Kami pinjam saat kurs masih Rp 2.500 (tepatnya Rp 3.275 per dolar AS). Jadi, otomatis nilainya membengkak. Tapi, untuk kredit ekspor, memang diberikan pembebasan BMPK. Lagi pula, secara teknis, BMPK adalah urusan bank.

Nyatanya, Anda menggunakan kredit tersebut untuk keperluan selain ekspor.

Ya. US$ 300 juta dipakai untuk melunasi utang jangka pendek seperti pembayaran commercial paper, sisanya untuk perluasan pabrik. Itu kan sudah diaudit BPK setahun lalu. Rekening saya juga sudah diaudit.

Mestinya, BI hanya boleh memberi kredit 50 persen total nilai ekspor. Tapi Anda minta 100 persen. Kok, bisa?

Setiap pemerintah memang harus memiliki kebijakan untuk industri yang berorientasi ekspor. Nah, kalau saya hanya diberi kredit untuk kebutuhan enam bulan, pasti tidak cukup. Lalu, saya menulis surat kepada Pak Harto agar diberi untuk satu tahun.

Jadi, pemberian itu murni karena surat Anda kepada Pak Harto?

Saya enggak tahu. Tadinya saya minta BI dan mereka menyuruh saya menulis surat ke presiden. Artinya, ada tawaran dari pemerintah. Nanti, kalau ada tawaran kredit lagi, saya juga akan minta. Mungkin tidak langsung kepada presiden, tetapi kepada menteri.

Tapi, BI memberi kredit terlalu banyak dan Texmaco kesulitan membayar utang.

Itu kan hasil keputusan direksi BI dan diizinkan oleh SK yang ada. Lagi pula, pelanggaran BMPK itu kan masalah teknis bank. Saya hanya mengajukan kredit dan diberi.

Benarkah Soedrajad yang menyarankan Anda menulis surat kepada presiden?

Saya lupa apakah Soedrajad pernah menyarankan hal itu. Menulis surat ke Pak Harto itu inisiatif saya karena permintaan saya ditolak BI.

Apa imbalan yang Anda berikan untuk Keluarga Cendana?

Apa untungnya buat saya? Selama ini, toh, saya tidak pernah mendapatkan fasilitas apa pun. Tax holiday kami dapat karena Texmaco memang termasuk 18 industri yang bisa mendapat tax holiday. Saya tidak pernah memberi proyek untuk putra-putri. Ini kan sekadar kasus yang direkayasa untuk kepentingan persaingan bisnis.

Soal truk Perkasa, kok, Anda bisa mendapat pesanan 1.000 truk untuk TNI?

Waktu itu saya sudah kenal Pak Sugiono, yang pernah jadi Pangkostrad. Dia menawarkan supaya saya juga menjual truk Texmaco ke ABRI. Harga truk buatan Korea US$ 82 ribu. Truk saya hanya US$ 18 ribu. Lalu, saya mendapat pesanan 800 truk dengan kualitas setara truk tentara Singapura.

Ada sumber yang bilang, ada 10 persen saham yang Anda berikan kepada Wiranto.

Saya kenal Pak Wiranto seperti saya kenal Mbak Mega atau Gus Dur. Tapi, tidak ada saham keluarga Wiranto di Texmaco.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus