Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tumbukan lempeng tektonik Eurasia dan Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 mengakibatkan gempa dengan magnitudo 9,1-9,3 Mw—ketiga terkuat yang pernah tercatat seismograf. Di dekat Simeulue, 160 kilometer sebelah barat Aceh, dasar laut patah, menciptakan kolam seluas sekitar 15 kilometer persegi dan sedalam hampir 2 kilometer. Permukaan laut di atasnya anjlok karena air harus mengisi rongga baru itu. Ketika kolam penuh, air membalik ke permukaan. Ombak raksasa dimuntahkan ke sekitarnya dengan kecepatan hingga 800 kilometer per jam—secepat pesawat jet penumpang.
Ombak setinggi gedung tiga tingkat itu tiba di pesisir Aceh setengah jam kemudian. Air laut masuk hingga sejauh 6 kilometer di beberapa tempat. Ratusan ribu orang meninggal serta lebih dari setengah juta orang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan.
Sepuluh tahun kemudian. Mantan Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto mengatakan kehidupan telah kembali ke Aceh. "Jalanan sudah terbangun, sekolah sudah selesai (dibangun), kegiatan ekonomi berjalan dengan baik," ujar Kuntoro. "Capaian-capaian ini sesuai dengan harapan, bahkan di beberapa sektor melebihi harapan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo