Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

4 Buah Pasar

Di banda aceh yang berpenduduk 300 ribu jiwa, hanya terdapat 4 buah pasar. jalan masuk ke toko dan kios kios tertutup oleh pedagang kaki lima. mereka tidak mau digusur. (kt)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA ada 4 buah pasar di dalam Kotamadya Banda Aceh yang berpenduduk 300.000 jiwa itu. Yaitu pasar Peunayong dan pasar Aceh yang cukup besar dan dua yang kecil-kecil di Seutui dan Kuta Alam. Tak ada yang lain. Sebab seperti di kota Medan selain terdapat pasar-pasar besar, di seantero kota tersebar pula pasar-pasar kecil. Nah, jumlah yang tak banyak ini tampaknya sudah cukup lama memusingkan pejabat-pejabat di balaikota. Urusan pertama tentulah begitu banyak orang yang hendak berjualan di tempat yang amat terbatas itu. Akibatnya kaki-kaki lima pun penuh. Bahkan para pemilik toko atau kios mengeluh dan mengadukan para pedagang kakilima itu sebagai pengganggu. Bukan karena para pemilik toko atau kios itu merasa disaingi, namun semata-mata karena jalan masuk ke tempat mereka berjualan telah tertutup oleh pedagang kakilima. Para penjual di emperan itu sesungguhnya terdiri dari kalangan pedagang paling bawah. Yaitu para penjual kapur sirih, wanita-wanita penjual bumbu dapur, pedagang cendol dan anak-anak muda berambut gondrong yang lebih suka memilih berdagang setumpuk ikan asin atau kacang goreng daripada menganggur. Bila para pemilik toko atau kios mengadu ke balai kota dengan alasan mereka telah membayar bermacam retribusi, maka "kami juga setiap siang setiap malam dipungut cok adat" seperti kata pedagang-pedagang kakilima. Cok adat adalah sejenis pajak adat yang dahulu ditarik pemerintah Hindia Belanda di desa-desa Aceh. Tapi toh para pedagang kakilima tetap menjadi sasaran para petugas kotamadya. Bahkan setiap kali timbang terima jabatan pejabat yang mengurusi pasar -- dan rupanya cukup sering juga dilakukan -- tak lupa walikota berpesan agar para pedagang di emperan itu selalu ditertibkan. Namun tak pernah disinggung, kalau mereka sudah diusir di mana gerangan tempat penampungan mereka. Dan memang nyatanya, setiap kali pedagang itu disuruh angkat kaki, beberapa hari kemudian mereka pun kembali lagi. Dan seterusnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus