Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.Co Jakarta - Badan pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta menyoroti sejumlah anggaran Pemprov DKI Jakarta, dalam pemeriksaan LKPD, BPK sudah membeberkan temuan-temuan pemeriksaan laporan keuangan.
Berikut daftar temuan BPK pada Anggaran Pemprov DKI Jakarta ;
1. Pemborosan pengadaan masker N95 Rp 5,8 M
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta menyatakan Pemerintah DKI telah memboroskan dana belanja tidak terduga untuk pengadaan respirator atau masker N95 pada 2020.
"Masalah itu mengakibatkan pemborosan terhadap keuangan daerah senilai Rp 5,85 miliar." Demikian laporan BPK yang terbit 28 Mei 2021.
Penghamburan anggaran ini bermula saat Dinas Kesehatan DKI menunjuk PT ALK untuk pengadaan 195 ribu respirator N95 Niosh Particulate Respirators merek Makrite 9500-N95 pada November lalu. Dengan banderol Rp 90 ribu per lembar, nilai kontraknya mencapai Rp 17,55 miliar.
Selanjutnya: Menuru BPK, kedua merek masker N95 ini...
Menurut BPK, kedua merk masker N95 ini pemegang sertifikasi dari Food and Drug Administration alias FDA dan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Artinya, masker yang disediakan PT IDS dan PT ALK sama-sama memenuhi syarat sebagai respirator jenis N95.
Dapat disimpulkan bahwa kedua respirator sama-sama memenuhi kualitas mutu," Namun, pejabat pembuat komitmen tidak melanjutkan kerja sama dengan PT IDS. Pejabat pembuat komitmen justru memesan masker N95 dengan harga lebih mahal kepada PT ALK.
Angka Rp 5,85 miliar diperoleh dari selisih harga antara pengadaan masker N95 oleh PT ALK dengan total Rp 17,55 miliar (195 ribu lembar x Rp 90 ribu) dikurangi harga yang ditawarkan PT IDS (195 ribu lembar x Rp 60 ribu) yang totalnya Rp 11,7 miliar.
Padahal, jika pejabat pembuat komitmen bekerja sama dengan PT IDS, Dinas Kesehatan dapat memperoleh masker tambahan sebanyak 97.500 lembar dengan harga satuan Rp 60 ribu.
2. Kelebihan Bayar Rp 6,52 miliar di proyek mobil pemadam kebakaran
Hasil pemeriksaan BPK mengungkap pembayaran item alat pemadam kebakaran pada empat paket proyek Dinas Damkar DKI Jakarta jumlahnya lebih rendah dari harga kontrak.
Dinas Damkar DKI Jakarta telah membayarkan biaya pengadaan empat paket ke perusahaan pemenang tender sesuai nilai kontrak.
Selanjutnya: Empat paket yang dimaksud adalah...
Empat paket yang dimaksud adalah unit submersible, unit quick response, unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal, dan unit pengurai material kebakaran.
Temuan BPK itu hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI pada 2019. Laporan itu terbit pada 19 Juni 2020 yang ditandatangani Kepala Perwakilan BPK DKI Pemut Aryo Wibowo.
BPK mencatat nilai kelebihan bayar ini mencapai Rp 6,52 miliar.
Adapun total alokasi anggaran belanja modal untuk program Dinas Damkar DKI Jakarta pada 2019 adalah Rp 321,24 miliar. Sedangkan realisasi anggaran untuk empat paket pengadaan ini Rp 303,14 miliar atau 94,37 persen.
3. Anggaran Formula E
Hasil audit laporan keuangan Pemerintah DKI Jakarta tahun 2019 yang ditandatangani Kepala Perwakilan BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo pada 19 Juni 2020, menemukan bahwa balap mobil kursi tunggal itu membebani APBD DKI. Alasannya anggaran yang telah digelontorkan seluruhnya diambil dari APBD.
BPK merinci pembayaran fee yang telah dilakukan Pemprov DKI terkait penyelenggaraan Formula E. Tahun 2019, Pemprov DKI telah membayarkan fee senilai GBP 29 juta atau setara Rp 360 miliar.
Kemudian, pada 2020, Pemprov DKI kembali membayarkan fee senilai GBP 11 juta atau setara dengan Rp 200,31 miliar.
“Fee yang dibayarkan pada tahun 2019 senilai GBP 20.000.000,00 atau setara Rp 360.000.000.000,00. Fee yang dibayarkan tahun 2020 senilai GBP 11.000.000,00 atau setara Rp 200.310.000.000,00,” tulis BPK.
BPK mencatat, Pemprov DKI juga telah membayar Bank Garansi senilai GBP 22 juta atau setara Rp 423 miliar. Namun terkait Bank Garansi ini, PT Jakpro telah renegosiasi pada 13 Mei 2020 kepada FEO untuk penarikan Bank Garansi dan telah disetujui.
4. Pemborosan pengadaan rapid test Rp. 1,19 M
Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menyoroti keputusan pejabat pembuat komitmen (PPK) yang membeli rapid test dengan merk serupa, tapi harga berbeda.
Tahun lalu Dinas Kesehatan DKI membeli rapid test covid IgD/IgM Rapid Test Cassete sebanyak 50 ribu pcs kepada PT NPN. Satu kemasan berisikan 25 rapid test cassete merk Clungene. Satu rapid dibanderol Rp 197.500, sehingga total nilai kontrak mencapai Rp 9,87 miliar. Waktu pelaksanaan kontrak dimulai 19 Mei 2020.
Kemudian Dinas Kesehatan melakukan pengadaan rapid test yang sama, mulai merk hingga kemasan, kepada PT TKM sebanyak 40 ribu pcs. Harga per unit senilai Rp 227.272 dengan total nilai kontrak Rp 9,09 miliar. Waktu pelaksanaan kontrak dimulai 2 Juni 2020.
Dari kerja sama dengan dua perusahaan ini, ada selisih harga Rp 1,19 miliar untuk pengadaan rapid test yang sama.
Berdasarkan uraian di atas bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut maka terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp 1,19 miliar," demikian penjelasan laporan audit BPK DKI 2020.
5. Pemasangan jaringan internet boroskan APBD RP 1,79 M
Dalam pemeriksaan BPK proyek pada Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) terjadi pemborosan APBD Pemprov DKI tahun 2020 atas alokasi kapasitas bandwidth internet lebih tinggi dari kebutuhan minimal senilai Rp 1,79 miliar.
Selanjutnya: BPK mendapati Diskominfotik....
BPK mendapati Diskominfotik DKI menganggarkan belanja barang dan jasa untuk program pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kegiatan Penataan, Pengembangan, dan Pengelolaan Metropolitan Area Network.
Anggarannya di APBD DKI 2020 mencapai Rp 66,96 miliar dengan realisasi Rp 58,6 miliar atau 87,51 persen.
Dari pemeriksaan dokumen DKI, BPK menemukan tiga indikasi bahwa pelaksanaan proyek tidak memadai. Pertama, isi kerangka acuan kerja (KAK) dan dokumen kontrak kurang lengkap, tepat, serta akurat.
Maksudnya jumlah lokasi pemasangan jaringan internet antara yang tertera di KAK dan kontrak berbeda. Nilai kontrak kapasitas internet itu berkisar Rp 1,33 juta hingga Rp 222 juta untuk 2-2 ribu Mbps.
Indikasi kedua bahwa Diskominfotik tidak memiliki data dan aplikasi yang dapat memantau kapasitas bandwidth internet di seluruh titik lokasi pemasangan jaringan.
Indikasi ketiga, Diskominfotik tidak pernah melakukan analisis kebutuhan kapasitas bandwidth internet di seluruh titik lokasi pemasangan jaringan internet.
Pemprov DKI Jakarta justru kembali menganggarkan proyek pemasangan jaringan internet dengan total Rp 244,3 miliar dalam APBD DKI 2021.
Baca juga : BPK Soroti Pemprov DKI Boroskan BTT Rp 1,19 M Buat Pengadaan Rapid Test di 2020
EGHA MAHDAVICKIA | LANI DIANA WIJAYA | M JULNIS FIRMANSYAH | IMAM HAMDI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini