Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah nama Jalan Inspeksi Kalimalang sisi utara menjadi Jalan Laksamana Malahayati, pahlawan nasional dari Aceh. Anies mengatakan peran Laksamana Malahayati dalam menghadapi penjajah patut diapresiasi dan didedikasikan namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pergantian nama jalan tersebut berdasarkan Keputusan Gubernur No. 1242 Tahun 2021 tentang Penetapan Nama Jalan Laksamana Malahayati menggantikan Nama Jalan Inspeksi Kalimalang Sisi Sebelah Utara.
Selain Laksamana Malahayati, ada banyak pahlawan asal Aceh yang namanya diabadikan di DKI Jakarta. Baik sebagai nama jalan maupun nama tempat. Berikut daftarnya:
- Cut Meutia
Cut Nyak Meutia merupakan pahlawan wanita asal Aceh yang dikenal kegigihannya dalam melawan penjajahan Belanda dan kisah asmaranya yang tragis. Ia menikah tiga kali yang mana dua suami terakhirnya tewas ketika sama-sama berperang melawan penjajahan Belanda.
Di DKI Jakarta, nama Cut Meutia diabadikan sebagai nama jalan dan nama masjid di daerah Jakarta Pusat.
Mengutip laman jakarta-tourism.go.id, Masjid Cut Meutia diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1987, Awalnya masjid ini bernama Yayasan Masjid Al-Jihad yang didirikan oleh eksponen '66 seperti Akbar Tanjung dan Fahmi Idris.
Masjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah pada zaman penjajahan kolonial Belanda dahulu digunakan sebagai kantor pos, kantor jawatan Kereta Api Belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942 - 1945). Setelah Indonesia merdeka, masjid ini juga pernah dipergunakan sebagai kantor Urusan Perumahan, hingga Kantor Urusan Agama.
- Cut Nyak Dhien
Mengutip laman resmi Pemprov Aceh, Cut Nyak Dhien lahir pada 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada. Ia merupakan keluarga bangsawan. Ayah dan ibunya keturunan kepala pemerintahan di Aceh saat itu.
Cut Nyak Dhien menikah dua kali. Pertama dengan Teuku Chik Ibrahim dan kedua dengan Teuku Umar. Keduanya bernasib sama, gugur di pertempuran melawan penjajah. Cut Nyak Dhien lalu meneruskan perjuangan suaminya dalam memerangi Belanda hingga akhirnya tertangkap pada November 1905
Di DKI Jakarta, nama Cut Meutia diabadikan sebagai nama jalan dan nama masjid di daerah Jakarta Pusat.
- Teuku Umar
Teuku Umar dikenal karena cara perlawananya terhadap Belanda yang berbeda dari para pejuang Aceh lainnya, termasuk istrinya sendiri, Cut Nyak Dhien. Ia memilih bekerja sama dengan Belanda hingga diangkat menjadi seorang panglima perang dan mendapat berbagai fasilitas seperti uang dan senjata.
Mengutip laman resmi Pemprov Aceh, apa yang dilakukan Teuku Umar merupakan sandiwara. Setelah mengumpulkan banyak uang dan senjata, ia berbalik melawan Belanda hingga akhirnya tewas dalam pertempuran di Meulaboh.
Nama Teuku Umar diabadikan sebagai nama jalan di kawasan elite di Jakarta Pusat.
- Panglima Polim
Panglima Polim atau Teuku Panglima Polem Muhammad Daud merupakan seorang pemimpin wilayah XXII Mukim atau pedalaman Aceh Besar di bawah pemerintahan Kesultanan Aceh.
Panglima Polim dan pasukannya ikut bergabung dengan Teuku Umar dan pernah terlibat pertempuran besar melawan penjajahan Belanda pada April 1896. Sejak itu, ia terus berperang dengan sengit meski harus menyingkir ke daerah Pidie dan Gayo untuk mempertahankan wilayah Aceh dari gempuran pihak Belanda.
Nama Panglima Polim diabadikan sebagai salah satu jalan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
- Teuku Cik Di Tiro
Teuku Chik Di Tiro merupakan seorang ulama dan pahlawan nasional dari daerah Pidie, Aceh. Ia dikenal karena menggelorakan semangat perang Sabil pada masyarakat Aceh untuk melawan penjajahan Belanda.
Mengutip laman resmi Pemprov Aceh, gerakan Perang Sabil dari Teuku Chik Di Tiro mampu merepotkan Belanda dalam kurun 1881-1890. Teungku Chik Di Tiro wafat pada 25 Januari 1891 diduga karena diracun.
Nama Teuku Chik Di Tiro diabadikan sebagai nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
- Laksamana Malahayati
Menurut sejarah, Laksamana Malahayati memimpin 2 ribu orang dalam pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.
Ketua Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda (TIM) Jakarta, Surya Dharma, mengatakan Laksamana Malahayati adalah panglima angkatan laut pertama di dunia. “Karena sampai saat ini belum ada lagi panglima perang di dunia,” katanya.
Kini nama Laksamana Malayati telah resmi menggantikan Jalan Inspeksi Kalimalang sisi utara yang memiliki Panjang sekitar 7,6 kilometer dan melintasi Kelurahan Pondok Kelapa, Kelurahan Duren Sawit, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit dan Kelurahan Cipinang Muara, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Baca juga: