Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

7 Terpilih

Mereka menggerakkan perubahan, memerangi korupsi, dan menumbuhkan harapan akan pemerintahan yang bersih.

24 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di India, korupsi berlangsung di bawah meja, di Cina terjadi di atas meja, di Indonesia sekalian dengan mejanya.

Kalimat itu menjadi kepala artikel bertajuk ”The Wages of Corruption” di Asia Times Online, yang bermarkas di Hong Kong, 1 Agustus 2006. Kurang-lebih, karena soal itu pula Amien Sunaryadi, pada 2003, keluar dari lembaga audit kelas dunia PricewaterhouseCoopers (PwC) untuk bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia meninggalkan gajinya, yang sepuluh kali lipat dari upah sebagai pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan—tempat ia bekerja sebelum pindah ke PwC. Ia enggan menyebut gajinya sebagai wakil ketua di KPK, tapi sebelum memilih ikut seleksi menjadi pemimpin komisi antikorupsi itu, ia sadar bakal ”kembali melarat”.

Belakangan, keputusannya terbukti benar. Pakar audit forensik dan teknik investigasi ini menjadikan komisi itu berbisa. Amienlah yang memperkenalkan teknik sting investigation, penyadapan, yang menjadi pintu masuk Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum. Ia juga aktor di balik pembongkaran kasus korupsi Direktur Utama Bulog Widjanarko Puspoyo, yang nyaris tak tersentuh hukum karena kedekatannya dengan orang-orang besar.

Pembaca, itu baru sedikit cerita tentang Amien, yang terpilih menjadi Tokoh Tempo 2007.

Pemilihan Tokoh Tempo adalah perhelatan rutin kami. Tahun lalu, misalnya, Tempo memilih Tri Mumpuni, atas kesetiaannya memasyarakatkan turbin listrik mandiri ke berbagai pelosok.

Tahun lalu, majalah ini memilih tokoh yang bersetia mengerjakan sesuatu yang memberikan dampak perubahan nyata pada masyarakat. Tapi kali ini yang dipilih adalah figur yang berhubungan dengan penegakan hukum dan perang melawan korupsi. Peran mereka amatlah penting karena penindakan korupsi belum juga memuaskan harapan masyarakat.

Hal itu tecermin dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia yang menunjukkan penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi. Survei Transparansi Internasional yang lebih belakangan menemukan hal sama (baca ”Naik Susah, Turun Gampang”).

Mencari para pendekar antikorupsi bukan tugas yang mudah. Sebuah penelitian menunjukkan, 3 dari 5 orang di Indonesia pernah menyogok. Berbagai survei juga menunjukkan betapa korupnya lembaga-lembaga penegakan hukum kita, seperti kepolisian dan peradilan. Walhasil, karena para pendekar itu mesti bersih dari korupsi, mencari mereka pasti seperti menemukan jarum di dalam tumpukan jerami.

Kemungkinan salah memilih orang terbuka amat lebar. Tapi risiko itu masih terlalu kecil dibanding keinginan majalah ini untuk mendorong upaya pemberantasan kejahatan keji ini. ”Akan kita cari mereka sampai ke pedalaman Papua. Jika ternyata tidak ditemukan orang yang layak, tahun ini tidak usah ada Tokoh,” kata Toriq Hadad, Pemimpin Redaksi Tempo, memberikan saran.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini Tempo mengundang pembaca untuk mengusulkan kandidat yang cocok. Pada saat yang sama, awak redaksi kasak-kusuk dan membongkar bank data. Semangat kami terpompa karena respons pembaca menggembirakan: masuk hampir 100 nama, yang dikirim melalui e-mail, faks, atau telepon langsung. Sebagian nama itu klop dengan hasil perburuan awak Tempo.

Nama yang masuk kami saring. Hasilnya digodok dalam diskusi yang menghadirkan para penggiat antikorupsi. Ada Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Hasril Hertanto (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia), Agung Hendarto (Masyarakat Transparansi Indonesia), dan Cerdas Kaban (Deputi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara). Sejumlah nama dicoret, beberapa nama baru masuk.

Tempo kembali menelisik para calon itu. Akhirnya terpilih 11 kandidat.

Senin malam, 26 November, tiba saat untuk menentukan Tokoh Tempo 2007 dalam sebuah diskusi panel. Inilah panelisnya: Todung Mulya Lubis (Ketua Dewan Eksekutif Transparansi Internasional), Bambang Widjojanto (Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Teten Masduki (ICW), Wakil Ketua KPK saat itu, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Toriq Hadad.

Empat nama digugurkan sebelum diskusi panel resmi dibuka karena mereka dinilai belum memberikan sumbangan nyata dalam penegakan hukum. Di daftar tinggal tersisa Amien, Direktur Walhi Riau Johny S. Mundung, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, Kepala Kepolisian Daerah Riau Brigadir Jenderal Sutjiptadi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Supriadi, Kepala Bea-Cukai Tanjung Priok Agung Kuswandono, dan mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Andi Samsan Nganro.

Karena ada Amien, Erry memilih mundur sebagai panelis. Tapi malam masih muda dan ada banyak soal yang harus dibicarakan sebelum panelis mulai mendedah ketujuh kandidat. Dari Erry diperoleh informasi, ketujuh kandidat itu tidak sedang diselidiki Komisi.

Informasi ini amat berharga. Tempo sebenarnya juga sudah meneliti ”kebersihan” para kandidat itu sekuat tenaga dan tidak menemukan keterkaitan mereka dengan korupsi, tapi siapa tahu? Maklum, cuma Johny yang ”swasta”. Kandidat lain berasal dari lembaga-lembaga yang sebelumnya terkenal korup.

Erry—atas nama pribadi—juga menyumbangkan masukan soal kriteria penilaian. Singkat cerita, disepakati tujuh kriteria penilaian. Empat kriteria, yakni tingkat kebersihan dari korupsi, prestasi, dampak perubahan keputusan/kebijakan, serta perbaikan sistem dan kultur, masing-masing diberi bobot 10. Sedangkan keberanian menegakkan hukum/menjalankan tugas, terobosan, dan problematika yang dihadapi diberi bobot 7.

Ditemani hangatnya wedang bajigur, tanpa kehadiran Erry, ”pisau bedah” kami mulai menyayat-nyayat para kandidat.

Ketujuh calon memiliki rekam jejak yang menggetarkan. Simaklah Johny Mundung, yang terpilih karena sepak terjangnya melawan pembakaran hutan dan pembalakan liar di Riau yang pekat aroma korupsi. Suatu kali, sebuah perusahaan bubur kertas menawarkan dua pilihan: Rp 3,5 miliar sebagai ongkos tutup mulut atau, jika ia tak bersedia menerima uang itu, nyawanya dihabisi. Ia memilih yang kedua.

Johny kini berduet membongkar pembalakan liar dengan Brigjen Sutjiptadi. Banyak yang menganggap mereka duet striker terbaik yang pernah dimiliki Riau dalam perang melawan pembalakan liar.

Masuknya Sutjiptadi ke barisan kandidat Tokoh Tempo tidak mulus. Gebrakannya di Riau dinilai panelis belum membuahkan hasil. Tapi ia mendapat nilai plus dalam soal efek langkah kudanya dan atas keberaniannya menghadapi perusahaan raksasa serta keteguhannya dalam menolak suap.

Simak pula sepak terjang Darmin Nasution. Ia bukan orang pajak, tapi harus bersih-bersih di kantor yang terkenal korup itu. Ia tidak saja berhasil menyingkirkan sebagian daki, tapi juga menciptakan sistem untuk mencegah praktek busuk selama ini. Ia juga membongkar dugaan manipulasi pajak bernilai satu triliun rupiah lebih oleh PT Asian Agri.

Agaknya, ini tahun untuk Departemen Keuangan. Mitra Darmin, Anwar Suprijadi, tak kalah sigap. Ia babad alas memerangi korupsi di Bea dan Cukai. Misalnya, ia mencopot 1.200 karyawan kepabeanan Tanjung Priok dan menggantinya dengan 800 orang baru. Ia bongkar kasus dugaan penyelewengan fasilitas kepabeanan oleh pengusaha sepatu Hartati Murdaya, meski mendapat tekanan dari sekitar Istana.

Anak buahnya, Agung Kuswandono, harus pula dipuji. Baru-baru ini ia membongkar dugaan penyelundupan mobil mewah melalui jalur diplomatik yang telah berlangsung sejak 1970-an. Ketika menjabat Kepala Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, ia menyegel helikopter milik Ahmad Kalla, adik Wakil Presiden Jusuf Kalla, karena belum melunasi jaminan kepabeanan.

Dari lembaga peradilan, ada Andi Samsan Nganro. Semasa menjadi Ketua Pengadilan Jakarta Selatan, ia membatalkan surat keputusan penghentian penuntutan perkara mantan Presiden Soeharto. Ia juga memutus bersalah hakim Herman Allositandi serta panitera Andry Djemi Lumanauw dalam kasus suap dan pemerasan. Di kantornya, ia memasang kamera untuk mencegah jual-beli perkara.

Hampir tengah malam, ”pisau bedah” baru berhenti bekerja. Tapi sang Tokoh belum bisa diputuskan. Panelis meminta klarifikasi atas beberapa hal. Misalnya, soal masih dikuasainya rumah dinas PT Kereta Api di Bandung oleh Anwar, yang pernah menjadi direktur utama di sana. Soal Johny yang kerap meminta rekannya membelikan pulsa. Juga soal harta Amien yang cuma Rp 387 juta, dan sejumlah perkara sensitif lainnya….

l l l

”Saya keberatan atas nominasi Amien. Pertama, karena kepemimpinan KPK bersifat kolektif. Kedua, karena posisinya sedang sensitif. Jika ia terpilih, proses pemilihan Ketua KPK di DPR dikhawatirkan terpengaruh.” Erry-lah yang menyatakan keberatan ini sesaat setelah rapat pleno dibuka. Dewan saat itu memang sedang menggodok lima calon pemimpin baru KPK.

Todung menyanggah. Matanya mendelik kepada Erry. ”Saya tidak setuju. Amien akan ada plus-minusnya. Jika terpilih, ia akan jadi simbol KPK. Minusnya, itu akan jadi beban DPR.”

Tentu saja Tempo tidak berniat sedikit pun untuk mempengaruhi suara Komisi Hukum DPR. Edisi Tokoh Tempo 2007 diterbitkan 24 Desember, berpekan-pekan setelah pemilihan pemimpin KPK di DPR rampung. Sebelum tanggal ini tiba, Tempo harus menyimpan nama-nama itu rapat-rapat, kecuali kepada para kandidat.

Bahwa akhirnya DPR ternyata menyisihkan Amien pada 5 Desember dan kami memilih Amien sehari sebelumnya, itulah pilihan. Banyak kisah menunjukkan, ”yang terpilih” kerap menjadi ”yang tersisih”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus