Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANGERANG – Kabupaten Tangerang memiliki masalah air bersih, baik ketersediaan maupun kualitasnya, dalam jangka panjang. Dinas Lingkungan Hidup menemukan sekitar 70 persen dari total 5.018 industri di wilayah tersebut menyedot air bawah tanah. Di sisi lain, sebagian industri membuang limbah ke sungai, sehingga mencemari sumber air baku untuk masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, Budi Khumaedi, mengatakan praktik itu mengancam kelangsungan sumber daya air bersih, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang. "Dampak besarnya sudah terlihat saat ini," ujarnya dalam diskusi dengan Aetra Tangerang dalam rangka Hari Air Sedunia, di Living World Alam Sutera, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menerangkan bahwa penggunaan air bawah tanah yang masif dan tak terkendali itu menyebabkan banyak sumur warga di kabupaten tersebut terkontaminasi zat besi dan intrusi air laut yang semakin tinggi, antara lain di Kecamatan Sepatan. "Air sumur warga di beberapa kecamatan sudah tak layak untuk dikonsumsi."
Budi tak mau disalahkan soal eksploitasi industri terhadap air tanah. Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengendalikan masalah ini. Dia menegaskan bahwa pengawasan penggunaan air tanah berikut pajaknya ditangani oleh Provinsi Banten. Maka Pemerintah Kabupaten hanya bisa mengimbau industri agar tidak lagi menggunakan air tanah dan beralih menggunakan air perpipaan yang dikelola oleh PDAM Tirta Kertas Raharja dan PT Aetra Air Tangerang.
Direktur Komersial dan Operasional PT Aetra Air Tangerang, Okta Ismojo, mengatakan dampak tingkat pencemaran yang disumbang oleh industri adalah kualitas air tanah memburuk. Aetra menggunakan air Sungai Cisadane sebagai bahan baku air bersih. Air baku itu diolah di Water Treatment Plan di Kecamatan Sepatan.
Di Kabupaten Tangerang, dia melanjutkan, jumlah perusahaan yang menggunakan air tanah sangat banyak dan tidak sebanding dengan yang menggunakan air perpipaan. Justru pabrik yang produksinya dalam jumlah besar memanfaatkan air tanah. Sedangkan sumur resapan dan biopori tak ada, sehingga sumber air bakal cepat habis.
"Jika pemanfaatan air tanah tidak dikendalikan, bisa seperti Jakarta," ucap Okta.
Untuk menangani pencemaran air baku itu, Okta menerangkan, Aetra harus melakukan penyaringan secara berlapis untuk mengatasi pencemaran. Aetra telah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang sejak 2005 dan melayani 71 ribu pelanggan di delapan kecamatan.
Sementara itu, Budi menjelaskan bahwa Kabupaten Tangerang telah menjatuhkan sanksi administratif terhadap 418 industri yang terbukti melakukan pencemaran, baik di sungai, lingkungan, maupun udara. Dia mengatakan, dari ratusan perusahaan yang kena sanksi, dua di antaranya sudah selesai sidang dan mendapatkan sanksi tegas berupa penutupan. Sedangkan dua perusahaan lainnya sedang disidangkan. "Saya selalu hadir untuk mengawal persidangan itu."
Pemerintah mendapati empat sungai besar di wilayah tersebut telah tercemar limbah industri dan sampah plastik. Sungai Cisadane tercemar ringan, Cimanceuri tercemar ringan, sedangkan Cidurian dan Cirarab termasuk kategori tercemar berat.
"Sampai saat ini industri penyumbang terbesar pencemaran ini," tutur Budi.
Budi mengungkapkan, berdasarkan pemantauan, memang tidak semua aliran sungai tercemar. Namun ada di titik-titik tertentu yang tercemar berat, sedang, dan ringan. Seperti di Sungai Cisadane, menurut dia, beberapa titik yang dipantau, seperti jembatan Cihuni Serpong, Sepatan, dan muara Tanjung Burung, tercemar ringan. Kemudian Cimanceuri dan Cirarab tercemar berat di wilayah perbatasan Bogor dan Serang.
Kategori tercemar diukur dari sejumlah parameter jika melebihi ambang baku mutu, seperti besi terlarut (Fe), kesadahan sebagai CaCO3, khrom hexavalent (Cr6+), mangan terlarut (Mn), nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N), dan zat organik (KMNO4).
JONIANSYAH HARDJONO | JOBPIE SUGIHARTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo