Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

85 Persen Kecelakaan Pesawat karena Human Error

MENTERI Perhubungan Budi Karya Sumadi, 61 tahun, masih berada di rumahnya saat menelepon pelaksana tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

2 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi:

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, 61 tahun, masih berada di rumahnya saat menelepon pelaksana tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Pramintohadi Sukarno, menjelang pukul 7 pagi Senin pekan lalu. Di tengah pembicaraan, dengan informasi terbatas, Pramintohadi mengabarkan ada pesawat hilang kontak. ”Saya berdoa supaya tidak berakhir fatal,” kata Budi dalam wawancara khusus dengan Tempo, Jumat petang pekan lalu.

Doanya tak terkabul. Di tengah seminar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pagi itu, Budi mendapat kabar Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP yang membawa 182 penumpang dan 7 awak dari Jakarta ke Pangkalpinang jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat. Mantan Direktur Utama PT Angkasa Pura II itu membatalkan semua agenda dan bergegas ke Bandar Udara Soekarno-Hatta untuk menemui otoritas penerbangan dan maskapai serta memastikan kerabat mendapat ruangan dan informasi yang mencukupi. Air mata pria asal Palembang itu tumpah saat berdialog dengan keluarga korban.

Budi mengindikasikan adanya human error dalam musibah itu. Dua hari setelah kejadian, Kementerian Perhubungan meminta PT Lion Mentari Airlines menonaktifkan direktur teknik dan tiga pejabat maskapai yang menangani penerbangan JT 610 tersebut. Dia membantah pandangan yang menyebutkan pemerintah kelewat lunak terhadap Lion Air, yang berulang kali mengalami kecelakaan selama 18 tahun beroperasi. ”Suspend itu kan pukulan bagi mereka,” ujarnya.

Budi menerima tim wawancara Tempo di ruang kerjanya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Dia usai mendampingi Presiden Joko Widodo di pos komando penanganan kecelakaan Lion Air JT 610 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Budi mengatakan pemerintah mengapresiasi kerja tim penyelamat yang berhasil menemukan kotak hitam pada hari ketiga. Dia juga menceritakan pengalamannya terbang dengan maskapai tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Kecelakaan Lion Air JT 610 seperti pengulangan tragedi AirAsia QZ8501, yang jatuh di Selat Karimata, empat tahun lalu. Apa yang salah?

Setelah Lion Air jatuh, saya berdiskusi dengan Ilham Habibie, pakar penerbangan. Dia mengatakan bahwa kecelakaan pesawat biasanya disebabkan oleh dua hal, yakni human error dan technical error. Menurut statistik, human error memiliki persentase yang sangat dominan, yaitu 85 persen. Sisanya technical error. Saya tidak ingin menduga-duga karena Komite Nasional Keselamatan Transportasi sedang menelusuri itu. Tapi pesawat Lion Air yang jatuh adalah pesawat baru yang mewakili suatu generasi yang panjang, yaitu Boeing 737 Max. Jadi semestinya sangat canggih. Kecanggihan ini bisa menjadi modal bagus. Tapi bisa juga enggak match dengan kompetensi pilot. Tapi, sekali lagi, saya tidak mau mendahului investigasi.

Apa hasil pemeriksaan sejauh ini?

Kami sudah memeriksa sebelas Boeing 737 Max 8 yang beroperasi di Indonesia, sepuluh milik Lion Air dan satu milik Garuda Indonesia. Investigasi itu dikaitkan dengan tiga masalah yang terjadi pada pesawat Lion Air yang jatuh, yakni indikator ketinggian, indikator kecepatan, dan flight control. Hasilnya menyatakan tidak ada masalah. Kami juga menggelar special audit terhadap Lion Air, baik jenis pesawatnya, prosedur operasi standarnya, organisasinya, maupun awak-awak pesawat dan perangkat-perangkatnya. Special audit ini akan kami sampaikan kepada KNKT. Tenggatnya tiga bulan. Di sini ada unsur pemeriksaan dan unsur preventif agar tidak terjadi lagi masalah yang sama.

Ada pemeriksaan saat maskapai Indonesia pertama menggunakan Boeing 737 Max 8 tahun ini?

Tim kelaikan sudah mengecek dan tidak ada masalah. Karena itu, ada sertifikatnya. Selama ini juga tidak ada laporan mengenai adanya masalah yang signifikan atau kejadian yang menonjol.

Uji kelaikan juga bagian dari unsur preventif?

Ya, kami melakukan ramp check secara random terhadap 40 persen pesawat Lion Air dan 15 persen pesawat di luar Lion Air. Selama ini sudah ada ramp check. Tapi jumlah dan frekuensinya tidak sebanyak yang kami lakukan sekarang. Selain itu, kami melaporkan kejadian ini kepada International Civil Aviation Organization (ICAO), Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat, dan badan penerbangan Uni Eropa sekaligus meminta pendampingan mengenai apa yang harus kami tingkatkan. Saya pun akan meninjau peraturan-peraturan terkait dengan keselamatan penerbangan. Aturan-aturan tambahan yang lebih ketat nantinya kami harapkan bisa memperbaiki keamanan penerbangan yang berulang kali diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo.

Menteri Budi Karya Sumadi mendampingi Presiden Joko Widodo meninjau puing-puing kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di Posko Terpadu Pelabuhan.

Dari logbook terungkap bahwa pesawat PK-LQP mengalami masalah dalam penerbangan sebelumnya, yaitu Denpasar-Jakarta, juga Manado-Denpasar. Apakah hal itu dilaporkan ke Kementerian?

Menurut prosedur operasi standar Kementerian Perhubungan, masalah ketidaksinkronan penunjuk ketinggian dan kecepatan tidak dianggap major error. Karena masalahnya dianggap minor, Lion Air-lah yang bertanggung jawab melakukan perbaikan sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Jadi laporan itu tidak sampai ke kami. Tapi, menurut catatan kami dan yang dilaporkan sejauh ini, perbaikan sudah dilakukan dan bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Berdasarkan pemeriksaan internal Lion Air, pesawat itu laik terbang.

Sesuai dengan izin release engineer Lion Air yang berlisensi Kementerian Perhubungan....

Betul. Mereka juga mendapat lisensi dari Boeing. Pesawat itu dirilis terbang atas jaminan dia. Makanya saya memberikan suspend. Kami akan meneliti apa yang dia dan timnya lakukan.

Ada kemungkinan petugas itu belum terlatih memeriksa Boeing 737 Max 8 yang baru masuk Juli lalu?

Saya tidak mau berkomentar ke arah itu. Memang sesuatu yang baru membutuhkan suatu kemampuan lebih, karena avioniknya lebih canggih dan sebagainya. Ini yang akan kami klarifikasikan kepada Lion Air.

Apakah rekomendasi Kementerian Perhubungan untuk mencopot direktur dan pejabat teknik Lion Air mengindikasikan adanya human error?

Di antaranya. Saya memberikan suspend kepada Direktur Teknik Lion Air setelah melalui diskusi dengan beberapa pihak. Awalnya kami menduga ada kesalahan pada Direktur Operasi terkait dengan penerbangan pesawat. Tapi, setelah kami analisis kembali, kami ingin melihat apakah prosedur operasi standar perawatan dan perilisan pesawat dijalankan secara benar atau tidak.

Ada indikasi kelalaian maskapai?

Sementara ini, kesalahan jabatan, yakni direktur yang bertanggung jawab atas perawatan dan perilisan pesawat itu.

Apa saja sanksi yang bisa diterima Lion Air atas kejadian ini?

Banyak sekali, dari yang bersifat personal sampai korporasi. Sanksi personal sudah diberikan berupa suspend.

Bisakah dikenai pidana?

Saya belum melihat ke arah situ. Kami sedang berdiskusi dan mempelajarinya.

Keputusan sanksi menunggu laporan akhir KNKT?

Untuk keputusan final, pasti menunggu KNKT. Tapi saya akan membahas kemungkinan adanya keputusan sela, sebagai langkah preventif.

Pada tragedi AirAsia empat tahun lalu, Kementerian Perhubungan memidanakan pejabat maskapai yang memberikan izin terbang....

Kami berlandaskan pada peraturan menteri. Saya berjanji menerapkan itu secara lugas, termasuk kepada tim kami, semisal memberikan sertifikasi bodong dan sebagainya. Pencopotan Direktur Teknik Lion Air juga untuk mempermudah kami dan KNKT melakukan assessment. Kami bisa mengetes kembali kemampuannya atas pesawat Boeing 737 Max 8. Kalau tidak cukup mumpuni, di situ celahnya. Artinya, dia tidak sanggup memberikan suatu coverage terhadap hal-hal teknis terkait dengan keselamatan penerbangan.

Benarkah pendapat yang mengatakan kecelakaan ini tidak lepas dari minimnya perhatian pemerintah terhadap perhubungan udara?

Terus terang saya kaget sekali begitu mendapat kabar kecelakaan ini berakhir fatal. Saya tertegun. Saya berpikir mengapa bisa terjadi. Saya juga terpikir selama ini dunia penerbangan tidak menjadi prioritas saya.

Mengapa?

Dalam dua tahun terakhir, kami berjuang mendapatkan tiga kualifikasi, yaitu dari ICAO, FAA, dan Uni Eropa. Peringkat kita meningkat. Menurut data kami yang sudah dicocokkan dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, KNKT, on time performance semua maskapai naik, termasuk Lion Air. Angka kecelakaan juga turun. Bicara Papua, misalnya. Dulu bisa satu-dua kejadian seminggu, sekarang sudah membaik. Karena itu, kami memprioritaskan hal lain, yaitu transportasi darat, perkotaan, dan perairan rakyat. Ini jadi pelajaran buat saya.

Apakah penempatan skala prioritas ini membuat pengawasan melemah?

Kami tetap konsisten melakukan pengawasan dan memberikan teguran, baik lisan maupun tertulis, termasuk kepada Lion Air. Sepanjang 2017-2018, kesalahan semua maskapai menurun. Tiba-tiba ada suatu kejadian justru pada pesawat baru. Ini pukulan bagi kami.

Beberapa pihak menuding bahwa selama ini Kementerian Perhubungan tidak pernah menghukum Lion Air karena pemiliknya, Rusdi Kirana, dinilai dekat dengan Istana.

Tidak begitu. Saya sering memberikan suspend ketika mereka ingin menambah pesawat. Saya tunda persetujuannya. Saya juga sering tidak memberikan persetujuan saat mereka ingin menambah rute baru. Tapi saya enggak woro-woro bahwa ada peringatan. Jadi itu tidak benar.

Apa alasan Anda memberikan peringatan?

Misalnya, pada 2016, mereka banyak masalah, seperti delay dan sebagainya. Ada yang sampai enam bulan.

Dibanding tragedi AirAsia 2014, saat Kementerian Perhubungan mencabut rute Surabaya-Singapura milik AirAsia, pemerintah seperti tidak berani tegas terhadap Lion Air....

Saya memberikan suspend kepada empat pegawai Lion Air apa bisa dibilang tidak berani? Suspend itu merupakan pukulan bagi mereka. Kalau saya takut, saya akan diam saja. Tidak berani bertemu dengan wartawan dan sebagainya. Kita seharusnya positive thinking. Dunia media sosial begitu kuat mempengaruhi pikiran kita sehingga terbentuk persepsi semacam itu. Saya tidak bermaksud membela Lion Air. Tapi pesawat mereka memang paling banyak, sekitar 50 persen dari jumlah pesawat semua maskapai di Indonesia. Jadi, secara probabilitas, mereka pasti paling banyak melakukan kesalahan.

Ada komentar yang menyebutkan pemerintah menganakemaskan Lion Air. Benarkah?

Ha-ha-ha.... Insya Allah enggak.

Anda pernah bertemu dengan Rusdi Kirana setelah kecelakaan?

Sudah, di Tanjung Priok.

Bicara apa saja?

Belum banyak bicara karena saat itu banyak orang. Secara intensif, saya berkomunikasi dengan Edward Sirait (Direktur Utama Lion Air) dan Daniel Putut (Direktur Operasional Lion Air). Saya meminta mereka memperbaiki diri. Selain itu, mereka kan sedang menjalankan banyak kegiatan terkait dengan penanganan kecelakaan ini, jangan sampai hal itu membuat mereka meninggalkan tanggung jawab keseharian. Misalnya delay sembilan jam di Padang kemarin (Kamis, 1 November lalu).

Apakah kejadian ini akan menjadi momentum untuk mengkaji kembali aturan tentang penerbangan berbiaya murah (low cost carrier/LCC)?

Yang pasti, kami akan membandingkan LCC kita dengan LCC di negara lain. Sebenarnya, jika Lion Air dibandingkan dengan AirAsia, tarif yang dikenakan sebelas-dua belas. Tidak terlalu murah juga. Tapi, kalau nantinya harus ada evaluasi terhadap batas bawah tarif, kami akan melihat struktur cost-nya seperti apa. Sejak Agustus, kami sudah menaikkan batas bawah tarif sebesar lima persen. Kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat saat ini bisa menjadi pertimbangan kami untuk menaikkannya kembali.

Sesuai dengan idiom ada harga ada rasa, benarkah anggapan penerbangan murah berbanding lurus dengan rendahnya tingkat keselamatan?

LCC adalah andalan bagi kita semua. Seharusnya, setelah kami membuat batas bawah tarif, LCC bukan masalah. Angka-angka itu dibuat sesuai dengan struktur biaya dengan perhitungan yang detail. Tinggal bagaimana kami membuat aturan yang lebih baku dan dijalankan secara konsisten, baik oleh kami maupun airlines.

Anda termasuk pengguna Lion Air?

Sebulan sekali saya naik Lion Air.

Kapan penerbangan terakhir Anda?

Beberapa hari lalu, saya bolak-balik Jakarta-Bali dengan Lion Air. Saya kan Menteri Perhubungan, jadi harus merasakan semua maskapai. Saya memang paling sering naik Garuda Indonesia. Tapi saya juga naik Lion Air, Batik Air, Sriwijaya Air, dan Citilink. Selalu kelas ekonomi, tapi kadang diberi kursi paling depan, he-he-he....

Adakah pengalaman buruk ketika terbang dengan pesawat Lion Air?

Tidak. Malah punya pengalaman buruk dengan Garuda Indonesia, sewaktu harus mendarat darurat di Palembang. Dengan Lion Air, paling-paling mengalami delay selama dua jam.

Apakah musibah ini membuat Anda takut terbang dengan maskapai itu?

Berani. Kalau besok ada keperluan, saya akan naik Lion Air.

Berbagai lembaga pemeringkat internasional menempatkan Lion Air sebagai maskapai terburuk dalam hal keamanan.

Saya tidak mau berkomentar karena ada berbagai versi.

Australia melarang pegawai pemerintah dan rekanannya terbang dengan Lion Air. Bukankah ini buruk bagi citra penerbangan Indonesia?

Itu hak mereka. Tapi Indonesia juga tidak sembarangan. Kemarin kita mendapat pujian yang luar biasa. Lompatan peringkat di ICAO tinggi. Di Uni Eropa juga tinggi. Jadi kita juga punya kualifikasi. Kemarin saya sempat bilang kepada wartawan ABC (perusahaan media milik pemerintah Australia) untuk menanyakan kondisi penerbangan kita kepada ICAO dan Uni Eropa.

Anda sudah berkomunikasi dengan pemerintah Australia soal larangan tersebut?

Saya akan memberikan penjelasan tertulis kepada mereka. Penjelasan lisan sudah saya berikan lewat wawancara dengan ABC.

 

Budi Karya Sumadi

Tempat dan tanggal lahir:

Palembang, 18 Desember 1956

 

Pendidikan:

- SMP Negeri 1 Palembang (1972)

- SMA Xaverius Palembang (1975)

- Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada (1981)

 

Karier:

- Menteri Perhubungan (2016-sekarang)

- Direktur Utama PT Angkasa Pura II (2015-2016)

- Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (2004-2013)

- Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol (2004-2013)

- Direktur Keuangan PT Pembangunan Jaya Ancol (2001-2004)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus