Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Senggetan untuk Orang Pusat

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan disangka menerima duit dari jatah Dana Alokasi Khusus Kabupaten Kebumen lewat orang kepercayaannya.

2 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua DPR bidang ekonomi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Taufik Kurniawan, ditahan setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun lebih sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Taufik Kurniawan, Bupati Kebumen Yahya Fuad memanfaatkan masa reses DPR untuk melobi anggota Dewan dari Daerah Pemilihan VII Jawa Tengah, yang meliputi Kebumen, Banjarnegara, dan Purbalingga. Awalnya pertemuan terjadi di Kebumen, saat para legislator turun ke daerah pemilihan. Ketika berdinas ke Jakarta, Fuad pun mencari-cari waktu untuk bertemu dengan mereka.

Beberapa bulan sebelumnya, pada awal 2016, Fuad dilantik sebagai Bupati Kebumen. Ia berniat langsung tancap gas dengan memperbaiki sejumlah jalan rusak di wilayahnya. Tapi ia tak bisa bergerak lantaran kas daerah cekak. Maka Fuad meminta bantuan sejumlah anggota DPR untuk mengawal Dana Alokasi Khusus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi daerahnya.

Dari Daerah Pemilihan VII Jawa Tengah, ada Bambang Soesatyo dari Partai Golkar, Muhammad Romahurmuziy dari Partai Persatuan Pembangunan, dan Utut Adianto dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Taufik Kurniawan dari Partai Amanat Nasional juga melenggang ke Senayan dari sana.

Romahurmuziy mengatakan Fuad pernah menghubunginya, tapi tak membicarakan alokasi DAK untuk Kebumen. ”Komunikasi dalam rangka kelanjutan dukungan PPP sebagai partai pengusung Fuad,” ujar Romahurmuziy, Rabu pekan lalu. Bambang Soesatyo, kini Ketua DPR, menyanggah pernah dikontak Fuad. ”Gue enggak acuhkan. Pokoknya enggak gue ladenin,” kata Bambang. Demikian juga Utut, yang merasa tak pernah dimintai bantuan oleh Fuad untuk mengawal DAK bagi Kebumen.

Terdakwa kasus suap sejumlah proyek senilai Rp 12 miliar Bupati Kebumen nonaktif, Yahya Fuad, setelah menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, 3 Oktober 2018. -ANTARA/R. Rekotomo

Hanya Taufik Kurniawan yang merespons. Menurut Fuad, dalam sebuah pertemuan yang terjadi sebelum pertengahan 2016, Taufik menawarkan DAK untuk pembangunan jalan sebesar Rp 100 miliar, yang dijanjikan akan dimasukkan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Menurut seorang anggota DPR, DAK yang dijajakan Taufik adalah jatah pimpinan DPR sehingga nilainya jumbo.

Sebagai imbalannya, menurut Fuad, Taufik meminta fee 5 persen dari alokasi tersebut. ”Ini tidak gratis,” kata Fuad dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, menirukan Taufik.

Pada Senin dua pekan lalu, Fuad divonis 4 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 12 miliar dari sejumlah pengusaha yang menggarap beberapa proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kebumen 2016. Dari mereka, Fuad meminta bagian hingga 7 persen dari setiap nilai proyek. Saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di persidangan, Fuad membeberkan peran Taufik Kurniawan dalam pengucuran DAK bagi Kebumen.

Mendengar tawaran Taufik, Fuad tak langsung mengangguk. Ia meminta waktu berpikir untuk berdiskusi dengan orang-orang dekatnya.

Beberapa hari setelah pertemuan tadi, Taufik menghubungi Fuad lewat layanan panggilan WhatsApp. Taufik memberi tenggat dua pekan kepada Fuad untuk menyetorkan duit. Menurut Fuad ketika diperiksa penyidik, Taufik mengatakan, bila sampai batas waktu tak ada penyerahan, alokasi DAK untuk Kebumen akan dialihkan ke kabupaten lain.

Fuad akhirnya menyetujui permintaan tersebut. Tapi ia menolak permohonan Taufik yang lain, yakni agar Fuad sendiri yang menenteng duit itu, tak dititipkan kepada orang lain.

Menganggap DAK sudah di pelupuk mata, Fuad memanggil Hojin Ansori dan Muji Hartono ke pendapa Kabupaten Kebumen. Kepada mereka, Fuad mengungkapkan bahwa Kebumen bisa mendapat DAK asalkan menyetorkan upeti kepada Taufik.

Hojin adalah anggota tim sukses Fuad ketika berlaga dalam pemilihan Bupati Kebumen 2015. Jaksa KPK di persidangan Fuad menyebut Hojin sebagai orang yang ditugasi- Fuad untuk mengumpulkan duit ijon dari pengusaha yang ingin mendapatkan proyek di Kebumen. Belakangan, Hojin divonis 4 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam suap Fuad. Adapun Muji adalah pembantu Arif Ainuddin, anggota tim sukses Fuad lainnya.

Hojin Ansori setelah diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Februari 2018. -TEMPO/Imam Sukamto

Jaksa KPK menyebutkan Hojin menerima duit sedikitnya Rp 1 miliar dari Muji di rumah pribadinya di Jalan Cincin Kota, Kebumen, sehari setelah pertemuan di pendapa Kebumen. Hojin membaurkan duit tersebut dengan setoran PT Sarana Multi Usaha pada Februari 2016 sebesar Rp 650 juta. Fulus dari PT Sarana diduga sebagai panjar untuk mendapatkan sejumlah proyek di Kebumen.

Di situs Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik Kabupaten Kebumen, PT Sarana tercatat memenangi tiga proyek konstruksi di Kebumen pada 2016. Proyek itu adalah pembangunan tahap kedua Pasar Demangsari, revitalisasi Pasar Rakyat Bocor, dan konstruksi Jalan Rogodono-Pringtutul. Total nilai kontraknya mencapai Rp 28 miliar.

Setelah uang terkumpul, Fuad mengontak Taufik. Dalam percakapan itu, Taufik meminta Fuad mencicil sepertiga dari permintaan Rp 5 miliar. Kebetulan nominalnya mendekati jumlah uang yang dikepul Hojin dari setoran Muji dan PT Sarana. Kepada Fuad, seperti pengakuan Fuad kepada penyidik, Taufik mengatakan uang tersebut harus segera diserahkan agar koleganya di parlemen tak terus-menerus menanyakannya.

Fuad lalu memerintahkan Hojin berangkat ke Hotel Gumaya di Jalan Gajah Mada, Semarang, untuk menemui utusan Taufik dengan membawa duit Rp 1,65 miliar. Ketika tiba di lobi hotel, Hojin diberi tahu untuk naik ke sebuah kamar. Di sana, utusan Taufik bernama Anto sudah menunggu. ”Saya menyerahkan duit itu sebagaimana perintah Fuad,” ujar Hojin saat bersaksi di persidangan Fuad.

Beberapa hari setelah penyerahan duit di Hotel Gumaya, Taufik menagih sisa fee yang belum disetorkan. Menurut Fuad, waktu itu Taufik memberi tahu duit yang harus diserahkan berkisar Rp 1,5 miliar.

Kali ini Fuad menelepon Khayub Muhamad Lutfi, rival Fuad dalam pemilihan Bupati Kebumen 2015. Khayub pernah dijanjikan Fuad pada Juli 2016 di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, bahwa ia akan mendapatkan proyek senilai Rp 36 miliar dari alokasi DAK Kebumen yang nilainya Rp 100 miliar. Syaratnya, Khayub harus menyisihkan 7 persen dari nilai proyek, yakni sekitar Rp 2,5 miliar.

Fuad meminta Khayub menyerahkan ijon itu kepada Adi Pandoyo, waktu itu Sekretaris Daerah Kebumen. Adi telah divonis 4 tahun penjara dalam perkara suap proyek di Dinas Pendidikan dan Olahraga Kebumen pada tahun lalu. Penyerahan uang berlangsung dua kali pada Agustus 2016. Di rumah Adi, Khayub menyerahkan Rp 1 miliar. Sedangkan di rumahnya, Khayub memberikan Rp 1,5 miliar.

Dalam serah-terima uang ini, keduanya memakai kode ”satu ton”. Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, sandi itu merujuk pada nominal duit senilai Rp 1 miliar.

 


 

Setelah uang terkumpul, Fuad mengontak Taufik. Dalam percakapan itu, Taufik meminta Fuad mencicil sepertiga dari permintaan Rp 5 miliar. Kebetulan nominalnya mendekati jumlah uang yang dikepul Hojin dari setoran Muji dan PT Sarana. Kepada Fuad, seperti pengakuan Fuad kepada penyidik, Taufik mengatakan uang tersebut harus segera diserahkan agar koleganya di parlemen tak terus-menerus menanyakannya.

 


 

Setelah menghimpun uang dari Khayub, Adi berangkat ke Semarang atas perintah Fuad. Tapi ia hanya membawa Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar. Menurut Adi dalam persidangan Fuad, sisa uang ia pakai untuk biaya operasional. Adi bergegas ke Semarang tanpa tujuan yang jelas. Siapa yang hendak ditemuinya pun belum ia ketahui.

Setelah berkendara sekitar empat jam dari Kebumen, Adi tiba di kawasan Simpang Lima, Semarang. Di sana, ia baru mengontak Fuad lagi. Di ujung telepon, Fuad mengabari Adi agar menuju Hotel Gumaya. Fuad juga memberi nomor telepon orang yang akan ditemui di hotel tersebut. Orang itu adalah Anto, suruhan Taufik.

Setiba di hotel, Adi mengontak Anto. Pada percakapan pertama di telepon, menurut Adi, Anto seperti sudah memahami maksud kedatangannya. Anto langsung memintanya naik ke lantai lima. ”Saya diperintah Pak Fuad mengantarkan uang,” kata Adi kepada penyidik.

Anto, menurut Adi, tak banyak bicara. Ia hanya mengucapkan terima kasih ketika menerima duit. Setelah penyerahan, Adi langsung pulang ke Kebumen dan me-ngabari Fuad bahwa ia sudah menyelesaikan tugas di Semarang. Sampai di sini, dua pertiga jatah Taufik telah diberikan. ”Ada uang yang dirintis untuk menyengget anggaran ke pemerintah pusat,” ujar Fuad.

Sebenarnya Fuad sudah menyiapkan bagian terakhir untuk Taufik pada akhir September 2016. Nilainya sekitar Rp 1,4 miliar. Jatah itu dikumpulkan Khayub dari sedikitnya tiga pengusaha yang menggarap sejumlah proyek jalan di Kebumen.

Komisaris PT Karya Adi Kencana, Khayub Muhamad Lutfi, di gedung KPK, Jakarta, Maret 2018. -TEMPO/Imam Sukamto

Khayub sudah menyerahkan duit itu kepada Hojin. Tapi KPK lebih dulu melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kebumen Yudhy Tri Hartanto dan pegawai Dinas Pariwisata Kebumen, Sigit Widodo, dalam suap pengesahan APBD Perubahan 2016, yang diduga atas perintah Fuad. Jatah terakhir Taufik Kurniawan akhirnya tak pernah diserahkan.

Pengacara Fuad, Atatin Malihah, membenarkan pernyataan kliennya yang mengatakan Taufik meminta jatah 5 persen dari alokasi DAK untuk Kebumen. ”Semuanya sudah disampaikan Pak Fuad di persidangan,” kata Atatin.

Pada Jumat dua pekan lalu, setelah dua kali absen dari pemeriksaan penyidik, Taufik Kurniawan mendadak muncul di gedung KPK. Padahal hari itu namanya tak ada dalam daftar pemeriksaan yang dirilis komisi antikorupsi. Empat hari sebelumnya, KPK menetapkannya sebagai tersangka suap DAK. Ia disangka menerima duit sedikitnya Rp 3,65 miliar dari Fuad.

Setelah diperiksa, Taufik langsung ditahan. Sebelum menghuni Rumah Tahanan KPK, ia menolak menjawab pertanyaan wartawan ihwal suap dari Fuad. Ia berujar, ”Secanggih-canggihnya rekayasa manusia, rekayasa milik Allah yang paling sempurna.”

RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI, ROSSENO AJI

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus