Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bioskop Megaria yang terletak di kota Jakarta adalah sebuah gedung bioskop bersejarah yang didirikan pada 1932. Pada tahun tersebut, bangunan ini hanyalah sebuah rumah bagi keluarga Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhirnya, pada 1949 diubah menjadi gedung bioskop. Saat itu, bioskop ini bernama Bioscoop Metropool yang sesuai dengan ejaan bahasa Belanda ketika itu. Lalu sejak tahun 1993, bioskop ini dinobatkan sebagai Cagar Budaya Kelas A oleh Gubernur Jakarta yang menjabat ketika itu, yakni Soerjadi Soedirdja. Penobatan ini sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993.
Bioskop Megaria, Bioskop yang Jadi Cagar Budaya Kelas A
Dengan dinobatkannya sebagai Cagar Budaya Kelas A, membuat gedung ini tidak dapat diubah tampak muka dan gaya arsitektur yang menjadi ciri khas bioskop pertama di Jakarta ini. Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta tahun 2007, Aurora Tambunan mengatakan “Siapa pun pemilik baru gedung bioskop ini, nantinya tidak boleh mengubah tampak muka, ornamen, dan struktur utama bangunan. Sebab, gedung ini sebagai cagar budaya.” Menurut Aurora, bangunan lainan, seperti toko-toko dan tempat hiburan itu boleh diubah atau dihancurkan karena bukan cagar budaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bioskop Metropole ini diresmikan pada tahun 1949 oleh Mohammad Hatta atau Bung Hatta yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Lalu pada 1960, bioskop ini berubah nama menjadi Bioskop Megaria karena adanya kebijakan anti-Barat termasuk penamaan dari Presiden Soekarno.
Bioskop ini memiliki lokasi yang berada di dekat persimpangan antara Jalan Pegangsaan Timur, Jalan Diponegoro, dan Jalan Proklamasi. Lokasi tepatnya gedung bioskop ini berada di Jalan Pegangsaan Timur No.21, Jakarta Pusat. Bioskop ini juga berdekatan dengan perlintasan kereta api yang menuju arah Stasiun Cikini.
Gedung bioskop ini didesain oleh Liauw Goan Sing dengan gaya arsitektur art deco atau yang memiliki kepanjangan art decorative. Gaya ini merupakan bagian dari perkembangan arsitektur art nouveau. Namun, art nouveau dan art decorative tidak memiliki ornamen yang sama. Art nouveau memiliki ornamen dekoratif, seperti kaca mozaik, ukiran, dan gambar. Sementara itu, art deco memiliki ornamen yang berfokus pada unsur melengkung sehingga tampak gaya arsitektur ini lebih sederhana dan tidak terlalu rumit layaknya art nouveau.
Dikutip dari laman encyclopedia.jakarta-tourism.go, hingga sekarang, Bioskop Megaria menjadi satu-satunya bangunan besar dengan gaya arsitektur Art Deco yang masih berdiri tegak di Jakarta. Lahan yang dimiliki bioskop gaya Art Deco ini seluas 11.623 meter persegi (m2) yang dapat menampung 1.446 penonton ketika itu. Area bioskop ini tidak berdiri sendirian karena terdapat toko-toko dan tempat hiburan yang mengelilinginya.
Pada tahun 1989, Bioskop Megaria dibeli oleh grup 21 Cineplex karena mengalami kebangkrutan. Lalu awal 2007, gedung Bioskop Megaria sempat direncanakan untuk dijual dengan harga Rp 15.099 miliar. Namun, rencana tersebut batal pada 2008. Akhirnya, grup 21 Cineplex memperpanjang masa sewa dan melakukan renovasi kembali beberapa bagian tertentu, tanpa mengubah ornamen dan struktur utama karena bangunan ini sebagai cagar budaya.
Nama bioskop ini pun diubah kembali menjadi Metropole XXI. Setelah renovasi selesai pada tahun 2013, grup 21 Cineplex pun menyesuaikan peruntukannya yang semula untuk kelas menengah, sekarang bioskop ini sebagaI gerai kelas atas.
RACHEL FARAHDIBA R
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.