MASIH dini hari, ketika mereka menyepak selimut dan berlompatan
ke luar rumah. Tak peduli musim hujan, musim panas atau cuaca
buruk. Apalagi jika langit cerah. Dan bagai rayap keluar dari
sarangnya, berhamburan mereka mengisi gang-gang di
kampung-kampung, jalan-jalan setapak yang lengang di desa-desa
dan taman-taman kota. Itulah para jogger, tukang lari pagi di
Amerika.
Ditakar kasar ada 20 juta jumlahnya. Begitu yakin dan fanatiknya
mereka, bahwa 'hanya' dengan berlari tubuh bisa dibikin sehat
dan wajah mampu bertahan muda. Bersama rekan-rekan mereka para
petenis, pelintas alam, pendaki gunung, pedansa aerobik,
perenang dan pejalan jarak jauh, jumlah mereka melipat tiga
setengah kali. "Sekitar 72 juta orang Amerika telah memeluk
agama baru: kesegaran jasmani," tulis Kevin McKean dalam majalah
Discover.
Dengan bantuan reporter Wayne Villaneuva, Mc Kean berusaha
memburu penjelasan ilmiah: berapa jauhkah sebenarnya manfaat
(atau kerugian) jogging itu? Benarkah ia bisa menjadi semacam
penangkal segala penyakit, dari diabetes sampai depresi? Memang,
di samping terdapat 'Lasykar kesegaran jasmani', terdapat juga
lasykar lain--jauh lebih kecil jumlahnya--yang mencoba
membuktikan benar tidaknya penghamburan keringat itu dilihat
dari segi kesehatan. Mereka adalah para ilmuwan.
Lalu kelinci-kelinci percobaan dikumpulkan. Terdiri dari kaum
dewas yang sehat segar sampai anak-anak berpenyakitan, dari
monyct yang digiring jalan-jalan sampai ke babi piaraan yang
diajak jogging. Setelah dipasangi berbagai peralatan, dan
dilatih di bawah persyaratan tertentu, para peneliti menghimpun
sejumlah besar data ilmiah yang musykil. Hasil-hasil yang
diperoleh dari percobaan-percobaan yang paling baru dan lengkap
ternyata memang mengejutkan.
Untuk membuat orang merasa lebih baik, membantu mereka
mengurangi berat badan dan mempertinggi stamina, latihan-latihan
terbukti bermanfaat. "Latihan yang benar," kata sang penulis,
"dapat memperkuat jantung dan sistem pembuluh darah, cenderung
mencegah berjangkitnya sejumlah penyakit, dan malah mungkin
dapat memperpanjang usia."
Masih belum lama lampau ketika latihan berat hanya diperuntukkan
bagi orang muda. Tapi kini para dokter antusias sekali
mendorong-dorong semua tingkatan usia, lelaki-wanita, tua-muda,
untuk melakukan olahraga yang berkuah keringat itu.
Berkata James Birren, Direktur Pusat Gorontotogi Andrus dari
University of Southern California: "Asal sehat, dalam usia
berapa pun, orang tak usah takut membanting tulang atau memeras
keringat dalam batasbatas kemampuannya." Bahkan yang dijangkiti
penyakit gula (diabetes), jantung atau ginjal, dianjurkan
melakukan latihan sedang sebagai bagian dari penyembuhan.
Karyawan 'krah putih' yang duduk seharian di belakang meja,
menyedot sejumlah maksimum sekitar 30 mililiter oksigen per
kilogram dari berat badan per menit--dan hanya mampu
membangkitkan tenaga sekitar 1.100 watt. "Suruh orang itu ikut
latihan yang terprogram secara teratur," McKean menulis, "dan
hasilnya menunjukkan perubahan yang mencengangkan."
Jantung menjadi tambah kuat dan tambah besar. Paru-paru
berkemampuan lebih, dan itu membuat nadi lebih santai dan
tekanan darah menurun. Jika orang tersebut tidak menambah porsi
makannya, berat badan akan turun--dengan kata lain memperkecil
kesempatan bagi guncangan dan serangan jantung.
TENGOKLAH dari balik mikroskop, akan terlihat sel darah merah
bertambah dan lebih efisien 'mengikat' oksigen. Sel otot menjadi
lebih besar, lebih banyak, dan memperoleh lebih banyak
mitocondria, sel-sel hasil 'pabrik energi'. Manfaat yang didapat
adalah kemampuan melakukan lebih banyak pekerjaan fisik dengan
tekanan (train) yang lebih rendah.
Atlet klas olimpiade seperti Alberto Salazar, pemegang rekor
dunia maraton, mampu memanfaatkan 80 mililiter oksigen per
kilogram dari berat badan per menit. Atlet angkat besi juara Uni
Soviet Vasily Alexeyev sanggwp membangkitkan tenaga dari
tubuhnya sebesar 2.400 watt. Bandingkan dengan si karyawan 'krah
putih' tadi.
Karena latihan fisik cenderung memperkuat jantung, beralasan
untuk menyimpulkan bahwa ia juga mampu mencegah penyakit
jantung. "Ini hasil studi yang sudah berlansung lama," sang
penulis menulis. Konon sudah dimulai sejak tiga dasawarsa yang
lalu, penelitian kini melaporkan bahwa para kondektur bis
tingkat di kota metropolitan London--yang saban-saban harus
naik-turun--lebih sedikit kena serangan jantung ketimbang
sopirnya.
Namun penelitian itu sebenarnya belum sempat menjernihkan
keraguraguan ini: benar mampukah aktivitas fisik itu mencegah
timbulnya penyakit jantung--atau hanya berlaku bagi orang yang
jantungnya lebih sehat? Siapa tahu yang jantungnya lebih jelek
malah akan mendapat pengaruh jelek?
Di Universitas Boston, AS, digunakan 27 ekor macaques Malaysia
sebagai kera percobaan. Monyet-monyet itu disuruh berlari-lal i
pada jentera (treodmill) dengan kecepatan di atas 2% km per jam.
Sebagian kemudian diberi makanan berkolesterol tinggi, yang
mengakibatkan atherosclerosis alias tumpukan berlemak di saluran
darah. Dari mereka ini, separuhnya tetap melanjutkan latihan
fisiknya, sementara yang lain disuruh hidup bersantai-santai.
Setelah 23 bulan, kelompok monyet pertama berpingsanan dan
bermatian. "Karena jantungan," ungkap McKean. Ada pula yang mati
karena debur jantung yang abnormal selama percobaan. Setelah 36
bulan, saat kedua kelompok binatang itu mati dan dibedah, Dr.
Dieter Kramsch dan rekan-rekannya menyimpulkan: monyet-monyet
yang jogging betapa pun lebih sedikit tumpukan lemaknya dalam
saluran darah ketimbang rekan sebangsanya yang bermalas-malas.
Satu-satunya kekecualian adalah si jogger pemalas yang menolak
lari-lari lebih lama dari sepuluh menit untuk tiap rit. "Saluran
darahnya tersumbat parah," tulis sang pengarang.
Studi serupa juga dilakukan terhadap babi. Terbukti
mengisyaratkan pula bahwa latihan masih tetap bermanfaat kendati
tumpukan lemak di saluran darah anda sudah mapan. Ilmuwan
Universitas California di San Diego, AS, melatih sekelompok babi
kecil dari Yucatan. Mereka diajak lari-lari sekitar seratus n1il
seminggu. Dan Dr. Colin Bloor bersama peneliti Frank White
sampai pada kenyataan, jantung babi yang jogging memang
berkembang lebih besar. Ini memperlancar aliran suplai darah,
dan mampu mengurangi 42% ancaman terhadap kerusakan jaringan
jantung.
Pada babi yang santai, jaringan jantung berhasil terselamatkan
hanya 17%. "Karena jantung babi mirip punya manusia, penelitian
Bloor menunjukkan bahwa latihan berat pada manusia dapat
mencegah serangan jantung," tulis Mc Kean. "Atau
setidak-tidaknya menguranginya, bagi yang jaringan saluran
koronernya mulai rusak."
Kini para ilmuwan percaya, pengaruh latihan yang hersifat
melindungi boleh jadi sebagian terletak pada perubahan-perubahan
yang timbul dalam kadar kolesterol dan unsur lemak lainnya yang
beredar dalam darah, yang membantu terciptanya tumpukan
ctherosclerotic.
Latihan agaknya dimaksudkan agar kadar lebih tinggi dari salah
satu kelompok lemak, yang dikenal sebagai lipoprotein
berkepadatan tinggi (HDL), mampu memindahkan tumpukan lemak dari
sistem sirkulasi darah. Pada waktu bersamaan, hal itu dapat
memperendah kadar trigglycerides dan lipoprotein berkepadatan
rendah (LDL), jenis lemak yang berimplikasi di dalam penumpukan.
NAMUN studi terakhir di Stanford berhasil menambahkan satu
kualifikasi penting kepada kesimpulan ini. Sebuah tim peneliti
yang dipimpin Peter Wood dan Paul Williams merekrut 81 karyawan
pria universitas tersebut, untuk program latihan selama satu
tahun. Dan ternyata efek latihan tidak cukup mencapai penambahan
kadar HDL yang dimaksud. Efek itu biasanya tercipta jika orang
yang berlatih berhasil mencapai 70 sampai 85 persen batas
maksimum rata-rata dari ukuran teoritis yang diberikan (dihitung
menurut usia dari angka 220) untuk sekurang-kurangnya 20 menit
dalam tiga kali seminggu.
Dengan demikian, misalnya, untuk seorang berusia 35 tahun, batas
maksimum rata-rata secara teoritis 185 detak jantung per menit,
dan itu dapat dilatih dengan 130 sampai 157 hentakan per menit.
Jogger yang lamban mungkin dapat meraih efek latihan hanya
dengan berlari lima sampai enam mil seminggu. Tapi kelornpok
Stanford melihat para pegawainya mampu berlatih keras-sepuluh
mil seminggu atau lebih-dalam usaha ingin mencapai batas atau
kadar HDL yang lebih tinggi.
Para peneliti Stanford melihat, orang yang mulai dengan kadar
HDL yang lebih tinggi cenderung mampu berlatih lebih lama. Ini
menimbulkan kemungkinan baru bahwa manfaat latihan, sebagiannya,
tergantung pada seleksi yang berlangsung dengan sendirinya. Yang
kadar HDL-nya lebih tinggi lebih mampu terlibat dalam olahraga.
Paradoks yang sama juga menimpa studi tentang latihan dan
penyakit tekanan darah tinggi. Toh para dokter acap menganjurkan
latihan sedang untuk yang hampir menderita tekanan darah tinggi.
Soalnya kondisi fisik yang baik cenderung membawa kemerosotan
pada tekanan darah--walaupun ikhtiar itu tempo-tempo saja
berhasil.
Bahkan, untuk kebanyakan penyakit bukan jenis jantung, latihan
sebagai penyembuh sebenarnya masih tetap satu keragu-raguan.
Dokter menganjurkan latihan ringan untuk penderita diabet
(penyakit gula), setelah melihat bahwa itu bisa membantu
sel-selnya lebih mampu menggunakan insulin-hormon pengontrol
gula yang memang kurang mereka punya. Anak-anak penderita bengek
juga bisa tertolong dengan berenang secara teratur-kendati
latihan yang kelewat ngotot sering justru mengakibatkan
seseorang kena penyakit yang dikenal pula dengan nama asma itu.
Contoh menyolok pengobatan melalui latihan jasmani dapat dilihat
di Pusat Kesehatan Universitas Washington di St. Louis, AS. Di
sana, tiga kali seminggu, Erik Runnels (10 tahun) melakukan
latihan lari di lintasan yang berada dalam gedung. "Musim gugur
lalu Erik begitu lemahnya karena ginjalnya dobrak," lapor sang
pengaran.
Tiga kali serninggu ia memperoleh 'garapan' dialysis. Pan, dalam
katakata dokter yang merawatnya, ia "tampak seperti segera akan
mati." Tapi setelah dua minggu, Erik ternyata telah mampu
berlari tiga mil dan kemudian mengayuh sepeda di tempat, selama
20 menit, sebagai tambahan.
Erik salah seorang di antara sekelompok anak yang ginjalnya
keropos, yang ambil bagian dalam program latihan pimpinan Dr.
Andrew Goldberg dan Dr. Frank Walker itu. Setelah suatu studi
percontohan dengan orang-orang dewasa, program itu membuktikan
bahwa latihan fisik mampu mengembangkan kadar HDL dengan 25 %,
melipatduakan jumlah sel darah merah, dan mengurangi penggunaan
obat tekanan darah.
Bagi anak-anak, program latihan kclihatannya juga mendorong
dimulainya kembali pertumbuhan tubuh yang terhenti akibat
penyakit ginjal. Programnya sendiri tidak mudah: separuh dari
pcserta terpaksa mengundurkan diri karena merasa amat berat.
Tapi kata Dr. John Hollozy, rekan Goldberg, "satu hal yang
besar adalah, ini penyembuhan yang fundamental. Tanpa obat.
Tanpa tipu muslihat."
Paradoks latihan adalah bahwa tekanan fisik, jika dilakukan
tanpa berkelebihan, dapat mengurangi penuaan fisik akibat usia.
Berkata Herbert de Vries, ahli latihan fisik dari University of
Southern California: "Hal yang dianggap bisa menuakan ternyata
tidak sama sekali. Anggapan hosong." Rata-rata orang memperoleh
satu pon berat badannya sambil kehilangan setengah pon jaringan
setiap tahun, pada usia 35-65 tahun. Dan latihan ternyata mampu
menumbuhkan jaringan itu, sekaligus memperlambat proses penuaan.
Para peneliti Universitas Miami, pimpinm Morris Rockstein dan
Tomas Lopez, kembali membuktikan pengaruh latihan terhadap
jantung. Mereka berhasil menggiring 4 tikus laboratorium ke
dalam suatu latihan berenang di dalam sebuah tangki air.
Akhirnya mereka mati--masing-masing dalam jarak waktu berbeda,
antara dua dan 18 bulan. Setelah dilakukan pembedahan dan
pengulaian terhadap otot jantungnya, terbukti bahwa aktivitas
apa yang disebut enzyme adenosine trophosphatase (ATPase),
secara substansial lebih tinggi pada tikus-tikus yang dipaksa
berenang tadi ketimbang pada rekan-rekannya yang hidup santai.
Penemuan ini cukup berarti karena ATPase adalah rantai yang
vital dalam kegiatan pemompaan jantung, dan sebuah pengurangan
dalam aktivitasnya memberi tanda kemunduran jantung.
Ada kasus menarik, tentang Johnn Kelly. Pada usia 74, pensiunan
ahli listrik ini mampu ikut maraton Boston ke-51 musim semi
lalu, dalam waktu di atas sedikit dari empat jam. "keperkasaan
yang pantasnya dilakukan dalam usia separuhnya," komentar
penulis.
Para dokter konon tak yakin apakah seorang 'Kelly' yang lain
mampu menunjukkan vitalitas serupa. Siapa tahu soalnya Kelly
mempunyai gene yang baik (usia ayahnya sempa mencapai 96
tahun). Tapi banyak ahli percaya, dua faktor itu--gene dan
latihan-saling menunjang dalam memperpanjang umur.
Tapi latihan fisik bukan tanpa risiko. Berkata Dr. Jerome Tobis,
ketua rehabilitasi dan pengobatan fisik Universitas California:
"Orang cenderung menganggap latihan keras sama nilainya dengan
obat baru. Mereka berpikir, mentang-mentang hal itu memang
menolong, lalu seluruhnya bertumpu di sana." Kata Tobis, sikap
berat sebelah ini jauh dari betul.
Ada masalah khusus bagi wanita muda: gadis-gadis yang melakukan
latihan fisik berat menjadi tertunda haidnya yang pertama, atau
datang bulan tidak cocok. Sejumlah dokter bcrpendapat, ini
karena tubuh mereka menjadi sangat tipis. Penelitian
menunjukkan, wanita bisa menjadimandul jika lemak tubuhnya
melorot 17% dari berat totalnya. Namun haid yang tertunda atau
terlewat masih dianggap tidak berakibat jelek. Hanya saja ada
kekhawatiran serius, latihan fisik berat dapat menghambat
pertumbuhan. Kecurigaan ini tumbuh setelah para dokter menyimak
sejumlah bintang maraton cilik yang cenderung bertubuh mungil.
Namun penelitian masih berlangsung terus untuk membuktikan
apakah latihan yang berkelebihan bisa menekan hormon pertumbuhan
itu. Berkata Dr. Steve Atwood, pediatrik dari Universitas
Columbia: "Tindakan bagus dari New York Maraton, yang melarang
anak-anak di bawah usia sepuluh turun ikut lari. Masih merupakan
kasus di mana-mana, sampai kita dapat menyimpulkan apakah
latihan berat memang sesuai untuk anak-anak."
Malahan untuk yang tua-tua, bahaya juga bukan sama sekali tidak
ada. Banyak dokter menganjurkan agar orang di atas usia 35 ikut
pemeriksaan dulu sebelum melakukan kegiatan atletik. Dalam tes
itu jantung dilihat dan dicoba latih daya tahannya terhadp
kepayahan--sementara sebuah alat pintar bernama electrocar
diogram melacak hal-hal yang mungkin bisa membuat celaka.
Satu hal, tes yang berawas-awas itu sendiri membuktikan bahwa,
ternyata, hanya ada satu akibat fatal dari setiap 10 ribu kasus.
Hal lain: suasana yang "kelewat bersungguh-sungguh" dari suatu
penyelidikan bisa "bereaksi palsu"--yang mendorong seorang
dokter menyimpulkan dugaan tertentu berkaitan dengan penyakit
jantung. Padahal tidak.
Ada uji coba yang baru dan lebih musykil, yang disebut gated
blood pool study. Di sini para dokter dapat bertindak, jika
mereka mencurigai bahwa salah satu kamar jantung tidak memompa
secara normal. Lalu sang pasien disuntik sejenis unsur
radioaktif technitium, yang dapat diserap sel-sei darah merah.
Di saat itu pula para dokter memonitor pancaran
gelombang-gelombang jantung, untuk menentukan jumlah darah yang
mengalir melalui tiap kamar. Informasi jenis ini memungkinkan
seorang spesialis menentukan golongan latihan yang paling
sesuai, dalam rangka membantu membangkitkan organ yang rusak.
LATIHAN-latihan fisik tetap berlanjut. Paling tidak, mereka
berpegang teguh pada keyakinan bahwa secara psikologis aktivitas
fisik itu menghasilkan semacam kesegaran. Padahal penelitian
yang sempat dilakukan di kalangan polisi, mahasiswa dan pasien
penyakit jantung membuktikan, mereka yang merasa lebih
optimistis setelah melakukan latihan-latihan ringan ternyata
tidak membuahkan efek latihan seperti yang diduga. Latihan fisik
itu, terbukti juga, bisa mendorong mental pasien menderita
tekanan berat. Misalnya, agaknya, karena harus berdisiplin
demikian rupa.
Alasan-alasan demi manfaat psikologis memang jelas: latihan bisa
meningkatkan stamina, merangsang kegiatan kerja, menumbuhkan
kepercayaan dan keyakinan diri, mendorong partisipasi kelompok.
Latihan "meningkatkan batas ambang dalam aliran darah, dari
unsur alam mirip morfin yang disebut beta-endorphin. Dan jenis
kimia ini dapat mempertinggi suasana hati (mood)."
Para peneliti masih belum sependapat bagaimana menjabarkan yang
disebut 'ketinggian pelari' (runner's high). Belum berhasil pula
sebuah penelitian menyimpulkan jenis kimia apa konon yang
menyebabkan para pelari jarak jauh 'menderita' euphoria,
perasaan bersemangat yang berlebih-lebihan.
Apa pun dasar psikologisnya, dorongan mental yang diperoleh dari
latihan fisik memang merupakan alasan bagus banyak orang untuk
tetap aktif. "Dan jika latihan benar-benar memperpanjang usia
dan mencegah penyakit, kegilaan akan kesegaran jasmani
itu--secara definitif--akan menjadi bahan penelitian terpanjang
dalam sejarah ilmu kedokteran."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini