KADAL raksasa tergolong satwa yang amat peka indera
penciumannya. Bau anyir darah bahkan sudah tercium oleh Ora,
demikian penduduk setempat menyebutnya, dari jarak 3 sampai 4 km
jauhnya.
Termasuk pemangsa yang cakap, Ora biasanya membiarkan mangsanya
membangkai baru kemudian dilahapnya ludes. Kotorannya yang
tercecer membuktikan bukan cuma daging mangsanya yang dimakan,
tapi juga tulang dan kulit. Mangsanya biasanya kena sabetan
pertama dengan ekornya yang bersisik tajam. Hewan malang itu tak
dibunuhnya seketika. Mangsa itu akan dimakan Ora setelah mati
karena infeksi. Petugas PPA di sana menyebut Ora "pembunuh
berdarah dingin".
Dalam kehidupannya kadang terjadi kanibalisme. Namun proses itu
akan sangat bergantung dari ada atau tidaknya mansa lain yang
berhasil dibunuh. Kanibarisme, yang amat jarang terjadi,
biasanya dilakukan oleh Ora dewasa pada Ora muda. Ora muda
menetas biasanya pada bulan April dari telur yang diletakkan 8
atau 9 bulan sebelumnya. Pada taraf selanjutnya ia memanjat
pohon mencari makanan seperti cecak, insekta dan burung. Ora
dewasa diketahui tak mahir memanjat pohon, karena tubuhnya yang
terlalu besar: beratnya ada yang mencapai 100 kg dengan panjang
3 sampai 4 meter.
Selalu membuat lubang di bawah akar pohon kesambi, asam atau
pohon lain yang berakar melilit di dasar tebing untuk bersarang,
biawak Komodo juga menyukai semak-semak dataran rendah untuk
berlindung--tak terlalu jauh dari ujung padang savana tempat
binatang im mencari makan.
Berdasarkan perkiraan, Ora yang dilindungi di kawasan taman
jumlahnya. tinggal sangat sedikit. Populasinya kini kira-kira
5.000 ekor. Kelanjutan perkembangannya amat bergantung pada tak
terganggunya atau berkurangnya mangsa satwa tersebut, yang
spesiesnya memang tak banyak -- terutama rusa. Sebab,
berkurangnya mangsa Ora akan memungkinkan binatang itu melakukan
kanibalisme yang akan menyebabkan menurunnya populasi satwa
langka itu.
"Ora memang sangat sensitif pada pengurangan mangsanya," kata
Nur Abady Abbas, "baik oleh manusia maupun oleh anjing yang
bukan merupakan satwa asli di sana." Itulah sebabnya ancaman
manusia dan anjing pemburu rusa yang mereka tinggalkan dianggap
sebagai masalah serius.
Ora memiliki mata yang bila menatap tajam amat mengagumkan,
seperti punya wibawa tersendiri. Tapi indera penciumannya yang
tajam lebih punya efek -- yang kadang lucu.
Sepasang suami istri dari Jerman, Maret 1981 minta diantar ke
Banunggulung melihat Ora. Sebelum berangkat, Sam Ataupah, yang
bertugas mengantar mereka menanyakan apakah nyonya Eropa itu
tidak dalam keadaan menstruasi--karena ada peraturan wanita yang
mens dilarang mendekati satwa tersebut. Wanita itu menjawab:
"tidak." Tapi dalam perjalanan pulang menyusuri kali kering, Sam
dikagetkan oleh teriakan wanita tadi yang setelah dilihat sudah
menggelantung di atas pohon. Kontan Sam, yang sedang menemani
sang suami - memotret anggrek, yang banyak terdapat di Pulau
Komodo, lari mendekat."Eh, ternyata ada Ora menunggu di bawah
pohon," kata Sam menceritakan pengalamannya. "Wanita ini," kata
Sarn kemudian, "tentu telah membohongi saya."
Bau darah, meski dibalut dengan lapisan pembalut setebal apa
pun, tetap akan tercium oleh Ora. Itulah sebabnya banyak petugas
jika hendak mengantar wanita pergi melihat Ora ke Banunggulung,
dua kilometer dari Loh Liang, kadang bersitegang dulu dengan
tamu demi meyakinkan dirinya bahwa tamu wanitanya tak berbohong.
"Karena begitu antusiasnya mereka untuk ikut, untuk meyakinkan
petugas bahkan ada tamu wanita yang pernah membuka celana
panjangnya di depan petugas," tutur Sam sambil terkekeh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini