SITI NGAISAH bingung. Entah apa sebabnya, sejak pagi tukang tambal ban yang biasa mangkal di Simpang Tujuh, Kudus, itu terus-menerus kencing. Mana WC umum jauh lagi. Akhirnya, ketimbang pusing-pusing, ia memilih jalan pintas. Air seninya ditampung di ember yang biasa digunakan untuk memantau bocor tidaknya ban. Beres bagi Siti. Tapi, Kardi, 22 tahun, yang terkena getahnya. Buruh pabrik es ini, pertengahan Agustus lalu, mampir ke bengkel Siti. Ban sepedanya kempis. Kardi yang semalaman lembur lalu disambung nonton bioskop itu tak sempat mandi. Melihat ada air bening nganggur di ember, langsung saja disikat. Byur, byur. Segar. Pemuda itu tak cuma membasahi kaki dan tangannya. Ia keterusan membasuh mukanya. Bau pesing tak ayal lagi menerpa hidung warga Desa Ngembalrejo itu. "Ini air apa, kok rasanya asin dan sedikit bau?" tanya Kardi. Siti Ngaisah, 39 tahun, yang sedang sibuk mengganti pentil ban sepeda Kardi, kontan terkesiap. "Lho, itu 'kan air kencing saya, kok untuk cuci muka." Kardi lemas. Perutnya tiba-tiba mulas. Siti Ngaisah ikut panik melihat Kardi muntah-muntah. "Lha, kalau Kardi pingsan, 'kan saya yang repot," ujar perempuan itu kepada Bandelan Amarudin dari TMPO. Syukur tak terjadi insiden. Kardi main comot tanpa permisi. Ia juga senang membayar Rp 100, ongkos reparasi sepedanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini