GEDUNG Serba Guna Tridharma, Tuban, tampak meriah. Di sana-sini terpampang spanduk megah. Di dalam gedung, deretan kursi tersusun rapi. Pot-pot bunga ikut menyemarakkan. Hari itu untuk yang pertama kalinya, 50 sarjana hukum lulusan Universitas Sunang Bonang (Unang) diwisuda. Undangan yang datang dan langsung ke pintu gedung, aneh, bukannya dipersilakan duduk. Mereka malah digiring menghadap papan pengumuman yang ditempel di dinding gedung. Isinya, "Karena suatu dan lain hal, acara wisuda, terpaksa ditunda". Keruan timbul gerutu seperti suara tawon. Namun, panitianya sigap juga. "Tak usah mencari siapa yang salah. Kamilah yang salah," kata Bambang Haryono, Rektor Unang. Sejak semula dia sudah menetapkan, wisuda akan dilaksanakan akhir Juli. Segala sesuatu dipersiapkan jauh-jauh hari, termasuk menghubungi pejabat pemerintah. Unang yang didirikan tahun 1982 dan kini punya 200 mahasiswa dikelola oleh Korpri Tuban. Sudah bisa dipastikan bahwa Bupati Tuban termasuk tokoh yang harus tampil pada acara itu. Tapi mau bilang apa lagi jika pada waktu yang bersamaan Pak Bupati juga ada acara di tempat lain yang tak bisa diwakilkan? "Saya harus melantik anggota DPRD Tuban," ujar Bupati Djaewahiri Martoprawiro pada wartawan TEMPO Jalil Hakim. Berita akan tak hadirnya pejabat pemerintah itu baru diterima panitia sehari menjelang wisuda. Mencabut undangan tak mungkin lagi. Satu-satunya cara adalah lewat siaran radio milik Pemda. Dan tentu tak semua orang mendengarkan pengumuman itu. Tak heran bila banyak yang kecele. Wisuda pada akhirnya terlaksana juga. Pengukuhan sarjana Unang itu dilakukan di tempat yang sama lima hari kemudian. Panitia memang terpaksa mengeluarkan dana ekstra. "Ini konsekuensi yang harus kami pikul," ujar sang rektor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini