Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tsunami Pembawa Damai

Seperti di Aceh, jeda kemanusiaan Papua diperkirakan sulit berjalan. Pihak yang berkonflik harus membuka ruang dialog.

1 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAUH sebelum penandatanganan nota kesepahaman jeda kemanusiaan Papua, mekanisme serupa untuk menangani korban konflik pernah berjalan di Aceh. Setahun setelah Orde Baru tumbang, atau pada 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mengupayakan bergulirnya jeda kemanusiaan sebagai upaya resolusi damai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jeda kemanusiaan Aceh difasilitasi oleh Henry Dunant Centre (HDC)—kini Centre for Humanitarian Dialogue. Organisasi yang juga memediasi jeda kemanusiaan Papua tersebut menemui Otto Syamsuddin Ishak di rumahnya tahun itu untuk menghubungkan mereka dengan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya dianggap bisa mengumpulkan petinggi GAM yang baru keluar dari penjara,” kata Otto kepada Tempo, Kamis, 29 Desember 2022. Otto yang saat itu menjabat Direktur Cordova—lembaga yang berfokus pada isu lingkungan hidup dan hak asasi manusia di Aceh—berangkat ke markas HDC di Jenewa, Swiss, bersama Menteri Pertahanan GAM, Zakaria Saman.

Kala itu Otto meyakini jeda kemanusiaan bisa jadi pintu masuk dialog damai di Aceh. “Secara teoretis, itulah pertama kali kemanusiaan, bukan politik, digunakan untuk menciptakan perdamaian,” ujar Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia periode 2012-2013 dan dosen di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tersebut.

Baca: Cerita Perdamaian Antara GAM dan Pemerintah Indonesia di Helsinki

Jeda kemanusiaan Aceh disepakati pada 1 Juni 2000 dalam forum bersama di Davos, Swiss. Turunan kesepakatan ini adalah pembentukan Komite Bersama Modalitas Keamanan (KBMK) dan Komite Bersama Aksi Kemanusiaan (KBAK) yang diisi oleh perwakilan dari pemerintah Indonesia, GAM, dan HDC.

KBMK bertugas mengendalikan pasukan kedua pihak. Sedangkan KBAK mengkoordinasi bantuan kemanusiaan melalui United Nations Development Programme. Saat itu jeda kemanusiaan bertujuan memberi bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Aceh yang terimbas konflik. GAM mengklaim setidaknya ada 2 juta penduduk Aceh yang mengungsi.

Bantuan mulai masuk selama tiga bulan jeda kemanusiaan jilid pertama. Namun konflik di Aceh tak surut. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat setidaknya ada 40 kasus kekerasan dengan korban berjumlah 103 orang. “Sebanyak 91 orang adalah warga sipil,” ucap Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar, Rabu, 28 Desember 2022.

Jeda kemanusiaan Aceh diperpanjang pada 16 September 2000 hingga 15 Januari 2001. Menurut Otto Syamsuddin Ishak yang saat itu bertugas sebagai Sekretaris Tim Monitoring Independen, pemerintah memanfaatkan jeda kemanusiaan untuk memperkuat pos-pos operasi militer di jalan aspal dan kampung-kampung.

Sebaliknya, kata Otto, GAM pun memanfaatkan jeda kemanusiaan untuk memperkuat gerilyawannya. “GAM merekrut sepuluh pemuda per desa untuk ikut pelatihan militer di gunung-gunung,” tutur Otto.

Baca: Lobi Mengegolkan Jeda Kemanusiaan Papua di Jenewa

Panasnya konflik di tengah jeda kemanusiaan Aceh dialami oleh Naimah Hasan. Pada September 2000, aktivis di organisasi perempuan, Balai Syura Ureung Inong Aceh, yang juga anggota KBAK itu bertugas memulangkan pengungsi di Seubadeh, Aceh Selatan. Saat berada di pos pengungsian, tiba-tiba ia mendengar suara ledakan.

Tak lama, satu jenazah dibawa masuk ke pos. Naimah tertahan di pos tersebut hingga malam hari. “Mau keluar juga takut, khawatir di jalan ada banyak orang bawa senjata,” ujar Naimah pada Jumat, 30 Desember 2022.

Puncaknya, terjadi pembunuhan terhadap tiga aktivis kemanusiaan Rehabilitation Action for Victim of Torture in Aceh pada 6 Desember 2000 di rumah kosong di dekat Kota Lhokseumawe. Sehari sebelumnya, mereka disebut-sebut diculik oleh kelompok bersenjata.

Mantan juru bicara GAM, Teuku Kamaruzzaman, mengatakan konflik bersenjata sulit dihindari di tengah jeda kemanusiaan Aceh. Apalagi pemerintah lantas menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus di Aceh, yang bertolak belakang dengan keinginan referendum GAM.

“Yang dibahas di jeda kemanusiaan itu terkait dengan upaya dialog dan memberikan jalan untuk bantuan masuk. Tapi di sana tak memuat penyelesaian secara politik,” kata Teuku, Jumat, 30 Desember 2022.

Pemerintah memutuskan tak melanjutkan jeda kemanusiaan. Mahfud Md., yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan, berjanji perundingan damai dengan GAM dan semua elemen masyarakat Aceh digelar dengan cara lain. “Sudah berunding dua periode (jeda kemanusiaan), namun tidak ada hasil sama sekali,” ucap Mahfud pada 9 Januari 2001.

Meski jeda kemanusiaan Aceh dianggap gagal, Teuku Kamaruzzaman melihat upaya itu membuka babak baru dalam dialog antara GAM dan pemerintah Indonesia. Ia mengklaim sejak awal GAM selalu menginginkan dialog terbuka dengan Indonesia. “Jeda kemanusiaan Aceh memunculkan harapan kedua pihak dalam mencapai perdamaian,” tutur Teuku.

Pada 9 Desember 2002, GAM dan pemerintah Indonesia kembali berdialog di Jenewa dan menyepakati penghentian permusuhan. Namun, pada 19 Mei 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri justru menetapkan status Aceh sebagai daerah operasi militer. Konflik di Serambi Mekah pun terus memanas.

Situasi berubah drastis saat gempa bumi dan tsunami menghantam Aceh pada 26 Desember 2004. Sebulan setelah bencana, proses perundingan damai dimulai. Wakil presiden saat itu, Jusuf Kalla, menjadi salah satu juru runding utama. Perundingan diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.

Teuku Kamaruzzaman. Youtube Humas Wali Nangroe Aceh

MOU Helsinki menyepakati enam poin utama. Di antaranya penyelesaian perselisihan, pengaturan keamanan, dan kesepakatan penyelenggaraan pemerintahan di Aceh. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, Hamid Awaluddin, mengatakan kesepakatan bisa diambil karena pemerintah langsung berfokus pada upaya perdamaian.

Menurut Hamid, pemerintah tak lagi menjalankan jeda kemanusiaan Aceh yang dianggap tak berdampak signifikan. “Kami akhirnya pakai kesepakatan, istilahnya self-restraining. Kedua belah pihak mengontrol diri agar tak ada konflik,” katanya pada Kamis, 29 Desember 2022.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyatakan perjanjian Helsinki terwujud karena GAM dan pemerintah punya masalah besar yang sama, yakni menangani tsunami. Berkaca pada pengalaman di Aceh, Atnike melihat kesamaan tujuan ini belum muncul dalam konteks resolusi konflik di Papua.

Atnike menilai Papua memiliki lebih banyak faksi dan cara pandang berbeda dibanding Aceh. Karena itu, butuh waktu lama untuk bisa mencapai kesepakatan. “Problem Papua itu banyak. Tak bisa satu resep menyelesaikan semua,” ujarnya.

Ia menilai jeda kemanusiaan Papua yang ditandatangani di Jenewa pada 11 November 2022 belum didukung oleh semua faksi. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, misalnya, tak dilibatkan dalam perundingan.

Baca: Enam Dekade Berlumur Konflik di Papua

Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar mengatakan pemerintah perlu memahami masalah secara holistik agar jeda kemanusiaan Papua bisa berjalan. Salah satunya memproses hukum berbagai pelanggaran HAM. “Jika itu tak terwujud, jeda kemanusiaan menjadi upaya terburu-buru negara yang menyederhanakan persoalan menjadi separatisme semata,” ucapnya.

HUSSEIN ABRI YUSUF DONGORAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus