Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedekah Pembawa Maut SUNGGUH mengenaskan. Gara-gara berebut zakat, empat orang meninggal, seorang koma, dan puluhan lainnya pingsan serta luka-luka karena terinjak-injak massa. Peristiwa ini terjadi saat pembagian sedekah di rumah Habib Ismet al-Habsyi di Jalan Raya Pasar Minggu, Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Jumat pagi pekan lalu. Menurut Sarmiah, 50 tahun, asal Cawang, Jakarta Timur, yang terluka dalam peristiwa itu, ia sengaja datang ke rumah Habib Ismet. Pembagian sedekah seperti ini, yang telah dilaksanakan rutin tiap minggu selama puluhan tahun, pada bulan Ramadan menjadi lebih istimewa. ”Sejak pukul 05.00, saya sudah mengantre,” ujarnya. Saat itu, di halaman rumah dermawan itu telah berkumpul ratusan orang. Dua karyawan Habib Ismet akan membagikan sedekah berupa selembar sarung dan uang Rp 20 ribu. Makin siang, jumlah orang kian bertambah. Pukul 09.00 WIB, ribuan orang memenuhi bagian dalam rumah, pekarangan, dan bagian luar pekarangan yang menghadap ke jalan raya. Kerumunan yang sebagian besar terdiri atas kaum ibu itu berdesak-desakan dan saling menyerobot, yang mengakibatkan dua pagar besi pembatas pekarangan roboh dan beberapa kaca pecah. Mereka berjatuhan dan saling menindih. Karena terinjak-injak, tiga orang meninggal di tempat. Dari dua yang koma, satu di antaranya meninggal setelah dirawat di rumah sakit.
Salah Paham, Massmayer Bebas ROBERT Massmayer, 43 tahun, warga negara Jerman, digelandang ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Rabu pekan lalu, nasib apes menimpa kontraktor yang tinggal di Bogor itu. Saat melintas di Jalan Sudirman, ia dianggap menghalang-halangi rombongan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika sirene voorrijder meraung-raung, kendaraan-kendaraan lain minggir, tapi ia justru berzig-zag. Saat itu, sedan Starlet putih tunggangan Massmayer dianggap menghalangi dan, setelah berhenti, ia malah mengacungkan jari secara tak senonoh. Akibatnya, oleh satuan pengawal menteri, ulahnya dilaporkan ke polisi yang berjaga di Bundaran Hotel Indonesia. Mobil yang dianggap ugal-ugalan itu pun digiring ke halaman Hotel Indonesia. Eh, Massmayer malah lari dan terjatuh, hingga pipinya luka kena aspal. Polisi bersama anggota hansip lalu dengan mudah membekap lelaki yang mengaku sebagai aktivis kebebasan berlalu-lintas di negaranya itu. Massmayer hanya diperiksa sebentar, tidak ditahan. Pasalnya, tudingan penghinaan tidak terbukti. ”Itu hanya kesalahpahaman. Pak Menteri tak tahu dan tak merasa dihina,” ujar Direktur Reserse Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mathius Salempang. Massmayer sendiri tidak tahu yang berada di belakangnya itu rombongan pejabat, ”Saya pikir itu bukan rombongan pejabat Indonesia,” katanya di Polda Metro Jaya, Rabu pekan lalu.
Di Aceh, Lagu pun Dicurigai CURIGA gaya Orde Baru kini berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam. Akibatnya, tentara tak hanya beroperasi militer di Nanggroe Aceh, tapi juga melakukan operasi kaset dan VCD lagu-lagu setempat. Ini bermula dari laporan intelijen yang mencurigai beberapa lirik lagu berbahasa Aceh yang dianggap berisi propaganda anti-RI. Tim penertiban kaset/VCD pun dibentuk Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD). Selasa pekan lalu, tim itu mengundang produser, pencipta lagu, penyanyi, dan distributor lagu daerah untuk diberi briefing. ”Masukan dari mereka akan menjadi dasar bagi penelitian,” ujar komandan tim, Letkol Jerry Pattras. Kata dia, PDMD akan meminta produser menarik lagu ”propaganda” dari pasaran. Bila produser tak melakukannya, tim akan turun menggelar operasi sampai ke pedagang kaki lima. Kini, tim tengah meneliti sejumlah lirik lagu yang diduga menceritakan peristiwa pelanggaran hak asasi di Ujong Blang dan Simpang KKA (Lhok Seumawe). Pengamat kesenian Aceh, Johari Samalanga, menyesalkan tindakan PDMD itu. Yang tertuang dalam karya seni itu, katanya, hanya rekaman kejadian. Sebetulnya, kritik lewat seni yang lebih keras adalah seperti dalam kumpulan saja Rencong karya Fikar W. Eda, atau Hikayat Perang Sabil dari Syekh Pante Kulu yang mendunia. ”Jadi, kalau mau dilarang, seharusnya itu dulu,” ujar Johari kepada TEMPO.
Polisi Sedang Dimanja KEPOLISIAN Republik Indonesia tampaknya sedang dimanjakan pemerintah Amerika Serikat. Sementara program Expanded International Military Education and Training (E-IMET) untuk TNI diganjal-ganjal dengan mempersoalkan kasus Timika, Polri justru tengah digelontori berbagai macam bantuan peralatan, pendidikan, dan pelatihan serta penguatan skill dan persenjataan. Total bantuan itu US$ 16 juta. Pemerintah AS juga tengah membantu Polri membentuk unit antiteror kelas wahid beranggota 400 orang. Unit bernama Detasemen 88 ini akan dilatih menjadi satuan yang mampu menangani segala bentuk terorisme, mulai soal bom, penyelidikan teroris, hingga penyelamatan sandera dan penyergapan. Unit pimpinan Direktur VI Anti-Teror Polri Brigjen Pranowo itu diharapkan akan mampu bergerak cepat hingga ke seluruh pelosok Nusantara. Menurut Kepala Polri Jenderal Da’i Bachtiar, pelatihan periode 2003-2004 akan diikuti 24 perwira menengah. ”Pelatihan ini tidak lagi mencakup segala bentuk pelatihan umum, tapi berubah menjadi pelatihan khusus teknis antiteror,” ujarnya. Peserta pelatihan yang akan berlangsung di dalam negeri itu dibagi dalam enam kelompok. Namun, katanya, pelatihan itu tidak bertujuan membentuk divisi baru antiteror.
Eljihan Versus JIL JARINGAN Islam Liberal (JIL), yang dimotori anak muda Nahdlatul Ulama (NU) Ulil Abshar Abdalla, akan mendapat penentang. Bernama Lembaga Kajian Islam Hanif (Eljihan), juga dari kalangan NU. ”Gerakan kami bermula dari keresahan para kiai pesantren dan ulama NU terhadap pemikiran Islam liberal,” ujar Sekretaris Eljihan, Mohamad Zaim, di Surabaya, Jumat pekan kemarin. Menurut dia, banyak pemikiran JIL yang menyimpang. Di antaranya: memperbolehkan kawin campur Islam dengan non-Islam, menganggap jilbab budaya Arab dan hukum qishas (potong tangan) sebagai tradisi kuno Arab. Pendiri JIL, Ahmad Sahal, oke saja dengan gerakan Eljihan, asal ketidaksepakatan dibicarakan dalam forum yang menghargai perbedaan. ”Maka, saya tak setuju JIL dituduh menyimpang. (Itu) berarti Eljihan menganggap dirinya paling benar,” ujar nahdliyin ini. Pemikiran JIL memang sempat dibahas para ulama NU Jawa Timur dalam konferensi wilayah di Pondok Pesantren Areng-Areng, Pasuruan, Oktober tahun lalu. Di sana mereka merekomendasikan agar kalangan NU membendung laju pemikiran Islam liberal. Pengurus NU di Jawa Timur juga dilarang bergabung ke JIL, dan jika melanggar dikenai sanksi. Eljihan akan dideklarasikan di Masjid Al-Akbar, Surabaya, 16 November nanti. Sejumlah tokoh bakal bergabung, misalnya Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Sjechul Hadi Permono; K.H. Abdussomad (MUI Jawa Timur); Ketua Dewan Syuro NU Jawa Timur, K.H. Salam Nawawi; K.H. Imam Mawardi (MUI Jawa Timur), dan mantan rektor IAIN Sunan Ampel, Bisjri Affandi.
Baja Ancam ICW Kantor Indonesia Corruption Watch di kawasan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu didatangi sekitar 100 orang yang mengatasnamakan diri sebagai Komunitas Banteng Jakarta (Baja). Baja menyerahkan selembar kertas berisi tuntutan mereka kepada Manajer Program Divisi Korupsi Politik ICW, Fahmi Badoh. Tuntutannya: ICW harus meminta maaf kepada masyarakat Jakarta karena telah memfitnah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea beserta jajarannya. Baja mengancam akan mengerahkan massa lebih besar jika dalam waktu 3 x 24 jam ICW tidak minta maaf. Fahmi, yang menanggapi tuntutan itu, mengatakan bahwa ICW menerima aspirasi Baja dan bersikap terbuka terhadap masukan dan kritik dari masyarakat. Mengenai tuntutan permohonan maaf, ICW akan membicarakan hal tersebut dalam rapat internal. Fahmi menganggap tuntutan Baja tidak ada hubungannya dengan temuan ICW bahwa ada kolusi di konsorsium asuransi tenaga kerja Indonesia. ”Tuntutan mereka tidak jelas.” Hasil temuan ICW antara lain menyebut bahwa koordinator konsorsium asuransi TKI, yaitu PT Mitra Dhana Atmharaksa, tidak mendapatkan rekomendasi dari Departemen Keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo