Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Transmisi virus corona di kalangan tenaga medis disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Halik Malik, juru bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI), faktor pertama adalah belum berlangsungnya pemeriksaan secara berkala terhadap tenaga kesehatan di semua fasilitas kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalaupun ada, hal itu hanya dilakukan seadanya dan tidak rutin," kata dia kepada Tempo, kemarin. Menurut Halik, ada dokter yang baru mendapat pemeriksaan uji swab setelah enam bulan, bahkan ada yang belum pernah diperiksa sama sekali. "Idealnya, uji swab dilakukan dua pekan sekali atau setiap bulan supaya (penularan) cepat terdeteksi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah itu, baru faktor keterbatasan stok alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar. "APD justru hal terakhir dalam hierarki pencegahan penularan virus corona di fasilitas kesehatan," kata Halik.
Per kemarin, dokter yang meninggal akibat Covid-19 mencapai 102 orang. Sebanyak 70 perawat dan 8 dokter gigi juga meninggal setelah terinfeksi virus corona.
Inisiator platform pemantau Covid-19 Pandemic Talks, Muhammad Kamil, mengatakan tingginya jumlah kematian dokter dan tenaga medis yang terpapar virus corona merupakan akibat buruknya sistem kesehatan serta penanganan wabah di Indonesia.
Dibanding negara lain, dia melanjutkan, mortalitas dokter akibat pandemi ini termasuk yang paling buruk. Kematian dokter dibanding kematian akibat Covid-19 di Indonesia per kemarin mencapai 1,3 persen. Padahal, di negara dengan kasus yang lebih tinggi, seperti Italia dan Amerika Serikat, kematian dokter tak mencapai 1 persen.
Efek dari banyaknya dokter yang gugur akibat virus corona menjadi lebih buruk dengan menyandingkan rasio dokter yang hanya 4:10.000. Artinya, kehilangan 100 dokter membuat 250 ribu penduduk tidak mendapat layanan dokter. "Publik harus tahu betapa tingginya arti nyawa dokter di Indonesia," kata Kamil.
Ketiadaan sistem tracing dan isolasi yang ketat serta rendahnya kapasitas pengujian (testing) mengakibatkan dokter sangat mudah terpapar Covid-19, walaupun dia tidak menangani pasien secara langsung. Kamil menyebutkan, dari 86 dokter yang meninggal akibat Covid-19, hanya 12 persen yang menangani korban corona secara langsung. "Faktor usia bukanlah faktor utama karena 40 persen yang meninggal bukan usia lanjut," katanya.
Senada, pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, menilai banyaknya tenaga medis yang meninggal karena Covid-19 menunjukkan betapa masifnya transmisi virus. Rumah Sakit, sebagai tempat dengan konsentrasi virus tertinggi, berpotensi membuat tenaga medis tertular saat mereka lelah dan banyak pasien. "Ada potensi proteksi yang belum maksimal terhadap tenaga kesehatan," kata dia.
Tak hanya memenuhi kecukupan alat pelindung diri, Dicky mengatakan para tenaga medis juga harus cukup istirahat dan mendapat rotasi pekerjaan. Pemerintah, kata dia, mesti memikirkan mental para tenaga medis dan melakukan testing secara berkala. "Bukan hanya rapid test antibodi, tapi juga yang diagnostik. Perlu pemeriksaan PCR dua minggu sekali untuk memastikan tenaga kesehatan dalam kondisi sehat," ujar dia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Widyawati, menuturkan pemerintah akan membatasi jam kerja tenaga medis untuk mengurangi kelelahan petugas. Selain itu, Kementerian Kesehatan akan memastikan kecukupan APD, meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, meningkatkan screening para pengunjung di semua fasilitas kesehatan, serta memberikan dukungan psikologis terhadap tenaga kesehatan. "Meningkatkan daya tahan tubuh petugas dengan memberikan suplemen tambahan dan bekerja sama dengan komite medis di beberapa rumah sakit untuk melakukan audit klinis," ujar dia.
DINDA RETNOATI ROZANO | MAYA AYU PUSPITASARI
4
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo