Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aksi ’08’ Pada Suatu Mei

16 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di ujung kekuasaan Soeharto, Letnan Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto berusaha memainkan kartunya. Memimpin Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), ia menggerakkan lingkaran dekatnya buat mempertahankan posisi di militer. Aksi ’08’—begitu orang-orang dekatnya memberi sandi, yang diambil dari pelat nomor kendaraan dinas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus—terekam antara lain dalam buku-buku ini:

Sintong Panjaitan
Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando

Dalam mengolah situasi keamanan, Sintong harus membuat penafsiran yang lebih berat: Bagaimana seandainya Prabowo melakukan kudeta? Ia memiliki 11.000 orang pasukan, 90 persen di antaranya berada di Jakarta, sehingga memungkinkan ia melakukan kudeta.

Langkah pengamanan di depan kediaman Presiden Habibie di Patra Kuningan terlalu sumpek. Anggota Passukan Pengamanan Presidan dan Kopassus berjubel di jalan yang hanya selebar enam meter. Perhatian Komandan Jenderal Kopassus Mayjen Muchdi Purnoprandjono. sudah tak tertuju ke pasukannya. Ia sibuk melakukan manuver politik bersama Prabowo dan Kivlan Zen. Kopassus diminta mundur oleh Paspampres. Ternyata mereka hanya mau pindah kalau ada perintah komandannya.

Sintong memerintahkan Brigjen Gasing, wakil Komandan Jenderal Kopassus, menarik pasukan pada 22 Mei malam. Sebagian pasukan Kopassus lalu dikembalikan ke Serang, Banten, dan lainnya dipulangkan ke Kartosuro, Jawa Tengah.

B.J. Habibie
Detik-Detik yang Menentukan

Panglima ABRI melaporkan bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta bergerak menuju Jakarta dan ada konsentrasi pasukan di kediaman saya di Kuningan, demikian pula Istana Merdeka. Jenderal Wiranto mohon petunjuk.

Dari laporan itu, saya berkesimpulan Pangkostrad bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Pangab. Saya tegaskan kepada Pangab, ”Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus sudah diganti dan kepada penggantinya diperintahkan agar semua pasukan di bawah komando Pangkostrad harus segera kembali ke basis kesatuan masing-masing.”

Jenderal Wiranto bertanya, ”Sebelum matahari terbenam?” Saya ulangi, ”Sebelum matahari terbenam!”

Subagyo H.S.
Kasad dari Piyungan

Pada 22 Mei 1998, Jenderal Subagyo menerima perintah dari Panglima ABRI untuk mencopot Pangkostrad dan Komandan Jenderal Kopassus di hari itu juga. Ia menyadari perlu nyali besar melaksanakan perintah itu. Sempat tebersit rasa cemas: bagaimana kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.

Agak sore Prabowo akhirnya datang ke Markas Besar AD. Dia masuk dengan berpakaian dinas, lengkap dengan pistolnya, dikawal anak buah dengan tiga Land Rover. Ia semula keberatan dengan pergantian itu, dan meminta jabatannya dipertahankan hingga tiga bulan. Lalu Subagyo mengatakan, ”Wo, kalau kamu menolak, berarti kamu ndak menghormati pimpinan.” Prabowo akhirnya menerima dengan syarat: jabatan Pangkostrad diserahkan kepada Kepala Staf AD dan bukan kepada penggantinya. Tongkat komando lalu diserahkan ke Subagyo.

Kivlan Zen
Konflik dan Integrasi TNI-AD

Pada 22 Mei dini hari, pukul 03.00, Prabowo memerintahkan saya menghadap Pak Nasution (almarhum Jenderal Besar Abdul Haris Nasution), yang sangat dihormati oleh Habibie. Pak Nas diminta menyurati Habibie agar Subagyo dijadikan Panglima ABRI.

Pukul 6.00, saya datang ke rumah Pak Nas. Beliau sedang sakit. Saya lalu sampaikan permintaan Prabowo. Pak Nas menjawab bahwa dirinya tak bisa nulis, sekretaris pribadinya juga belum datang. Akhirnya Pak Nas meminta saya menulis surat, yang kemudian akan dia tanda tangani. Maka, saya menulis tangan di selembar kertas. Isinya: usulan agar Jenderal Subagyo diangkat menjadi Panglima ABRI dan Prabowo menjadi Kepala Staf AD. Pak Nas lalu tanda tangan. Usulan Prabowo menjadi KSAD itu sebenarnya saya tambahkan. Bila benar dia jadi KSAD, saya kan bisa naik menjadi Panglima Kostrad.

Dari Pak Nas, saya langsung ke rumah Habibie di Kuningan. Surat saya serahkan melalui ajudan, Kolonel Tubagus Hasanuddin. Tak lama Sintong Panjaitan keluar dari ruang makan Habibie.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus