Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Al-Islam yang Mendadak Tenar

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Pondok Pesantren Al-Islam menghiasi halaman surat kabar sepekan terakhir ini, menyusul penangkapan Amrozi. Tersangka pengeboman di Kuta, Bali, itu diduga punya hubungan erat dengan pesantren yang terletak di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur itu.

Namun Ustad Muhammad Zakaria, pemimpin pesantren, membantah kabar bahwa Amrozi adalah pengurus pondok pesantren yang dipimpinnya. "Ia hanya simpatisan yang ikut salat berjemaah di masjid."

Karena itu, wajar bila sejumlah pengurus pondok dan santri merasa dekat dengan Amrozi, kata Zakaria. Ustad asal Manggarai, Nusa Tenggara Barat, ini malah mengaku dirinya kerap meminjam sedan Toyota Crown milik Amrozi untuk keperluan berdakwah. Bahkan rumah keluarga Amrozi hanya terletak 500 meter dari pesantren tadi. Dua saudara kandung Amrozi—Muhammad Khozin dan Ja'far Shodiq—bersama-sama dengan Zakaria dan Haji Muslih dikenal sebagai empat serangkai yang mendirikan pondok ini pada 1992.

Yang pasti, Zakaria menjamin Amrozi tidak campur tangan dalam urusan pendidikan di pesantren. Tugas ini diemban oleh 20 orang pengajar putra dan 10 pengajar putri. Jumlah yang jauh lebih memadai dibandingkan dengan tahun-tahun awal berdirinya Al-Islam yang cuma memiliki empat guru "kiriman" dari pesantren tempat Abu Bakar Ba'asyir mengajar, yaitu Al-Mukmin, Ngruki, Solo. Empat guru itu—Zakaria, Syaifuddin Zuhri, Azhari, dan Ali Abdan—kini sudah mengundurkan diri, kecuali Zakaria yang masih bertahan di sana.

Tiga puluh pengajar Al-Islam tersebut setiap hari memberikan pelajaran kepada sekitar 150 santri. Para siswa kebanyakan berasal dari Lamongan. Hanya empat orang dari mereka yang merupakan penduduk Desa Tenggulun. Ada juga yang datang dari Nusa Tenggara Barat, Balikpapan, Madura, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan beberapa daerah lainnya.

Pengurus Al-Islam menerapkan sistem pendidikan yang mereka sebut Kulliyatul Muallimin Islam untuk santri putra dan Kulliyatul Muallimat Islam untuk putri—biasa disingkat KMI. Berdasarkan kurikulum ini, santri akan belajar di pondok selama enam tahun.

Al-Islam juga memiliki program pendidikan yang disebut Tahassus. Program ini diikuti santri lulusan sekolah menengah tingkat pertama atau madrasah tsanawiyah dengan lama pendidikan empat tahun. Sehari-hari para santri KMI dan Tahassus dalam Al-Islam menggunakan bahasa Inggris dan Arab sebagai bahasa pengantar resmi pondok.

Selama di pesantren para santri menimba pelajaran keagamaan (din) dan umum. Mata pelajaran keagamaan meliputi akidah, syariah, balaghoh, tafsir, hadis, ilmu falak, bahasa Arab (Nahwu-Shorof), dan beberapa lainnya. Adapun materi pelajaran umum meliputi sosiologi, ilmu pengetahuan alam, sosial, matematika, dan bahasa Inggris.

Para santri Al-Islam tak hanya jago dalam membaca berbagai kitab. Mereka juga berlatih bela diri semacam kungfu asal Cina yang disebut butong. Untuk memperkuat ketahanan fisik, mereka mesti melahap jatah lari beberapa kilometer sekali seminggu. Materi lain yang tak kalah beratnya berupa tes mental. Misalnya, memetik bunga kamboja di sebuah kuburan pada pukul 01.00 malam.

Kegiatan di kuburan membuat Kepala Desa Tenggulun, Muhammad Maskun, curiga mereka berlatih perang. Zakaria menolak anggapan miring petinggi desanya dan mengatakan bahwa tes mental itu untuk mengingatkan para santri agar tidak perlu takut selain kepada Allah SWT.

Ajaran itu kelihatannya tertanam dalam. Walau pondok itu kini "diserbu" banyak tamu asing—sejumlah polisi berpakaian sipil, wartawan, dan tamu tak dikenal yang lain—keceriaan santri tak berkurang. Mereka memang tak tahu bahwa Amrozi yang berdiam 500 meter dari pondok itu kini tengah menghadapi tuduhan berat: meledakkan bom di Kuta.

Widjajanto, Adi Mawardi, Kukuh S.W., Sunudyantoro (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus