Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Isran Noor mengakui ada perusahaan yang diuntungkan dengan usulan pelepasan kawasan hutan.
Revisi RTRW Kalimantan Timur menunggu persetujuan usulan pelepasan kawasan hutan.
Sebagian masyarakat adat diakomodasi dari usulan pelepasan kawasan hutan tersebut.
ISRAN NOOR mengakui Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan di wilayahnya seluas 700 ribu hektare. Usulan itu tertuang dalam perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur. Ia berdalih bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan terpaksa diusulkan karena area tersebut sudah berubah fungsi lebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada yang sudah izin dulu dikeluarkan, (lalu) berubah menjadi kawasan hutan lagi. Lalu dikembalikan ke kawasan APL (area peruntukan lain)," kata Isran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Avit Hidayat dari Tempo, ia menjelaskan proses penyusunan revisi RTRW di wilayahnya tersebut. Berikut ini kutipan wawancara Isran saat ditemui di Samarinda pada 8 Agustus lalu.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Bagaimana kelanjutan pembahasan revisi RTRW Provinsi Kalimantan Timur?
Sedang dalam proses.
Apa pertimbangan sehingga pemerintah provinsi mengusulkan perubahan peruntukan kawasan seluas 700 ribu hektare dalam revisi RTRW?
Enggak apa-apa, memang diusulkan. Semua kebutuhan itu harus diusulkan, tidak bisa enggak karena ada yang sudah berjalan, ada pula yang sudah berfungsi atau tidak. Ada hutan, permukiman, dan segala macam. Ada yang sudah izin dulu dikeluarkan, berubah menjadi kawasan hutan lagi. Lalu dikembalikan ke kawasan APL.
Kami menemukan ada ratusan perusahaan yang menikmati keuntungan dari usulan pelepasan kawasan hutan tersebut...
Ya, bisa saja keuntungan. Kalau keuntungan sesuai dengan peraturan, ya, tidak apa-apa. Perusahaan bekerja juga untuk kepentingan negara, ekonomi. Perusahaan bekerja, memproduksi produk, dan mendatangkan manfaat bagi negara.
Apakah kepentingan masyarakat adat diakomodasi dari usulan perubahan peruntukan kawasan tersebut?
Ada masyarakat adat yang kena di wilayah kampung hutan itu.
Masyarakat Dayak Bahau Long Isun bergotong royong menebang umbut di hutan untuk digunakan dalam ritual pernikahan adat di Long Pahangai, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, 4 Agustus 2023. TEMPO/Adi Adam Faturrahman
Dari data yang kami peroleh, tidak semua masyarakat adat diakomodasi, misalnya di Kabupaten Mahakam Ulu.
Kalau di Mahakam Ulu, itu kawasan hutan yang agak sulit. Apalagi kawasan hutan yang sudah terbebani, misalnya, IUPPHK (izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu).
Apakah usulan pelepasan kawasan hutan ini sudah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan?
Sedang diproses sekarang. Pokoknya, usulan itu tidak melanggar ketentuan. Hanya, sekarang orang mengatakan, "Ini kawasan hutan, kok, diubah?" Tidak, itu statusnya tak ada pilihan lain. Pada 1993, pernah keluar keputusan (bahwa) ini kawasan hutan. Pada 1997 berubah karena kebijakan Kementerian Keuangan. Enggak tahu bagaimana ceritanya dari APL berubah menjadi kawasan hutan. Padahal di situ sudah terbebani, ada izin dan segala macam.
Temuan kami tidak seperti itu di Mahakam Ulu...
Saya tidak tahu temuan kamu itu akurat atau enggak. Kalau ini, kan didata dengan benar.
BIODATA
Nama: Isran Noor
Jabatan: Gubernur Kalimantan Timur (2018-2023)
Tanggal lahir: 20 September 1959
Asal partai: Partai NasDem
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Tim Laporan Khusus Koran Tempo
Penanggung jawab: Jajang Jamaludin | Kepala proyek: Agoeng Wijaya | Koordinator kolaborasi: Avit Hidayat | Penulis & penyumbang bahan: Agoeng Wijaya, Avit Hidayat, Andi Adam Faturrahman (Tempo), Fachri Hamzah (Padang), Harry Siswoyo (Bengkulu), Sapri Maulana (Samarinda), Aryo Bhawono, Raden Aryo W. (Betahita.id) | Editor: Yandhrie Arvian, Agoeng Wijaya, Rusman Paraqbueq, Suseno, Reza Maulana | Analis spasial: Adhitya Adhyaksa, Andhika Younastya (Auriga) | Bahasa: Suhud, Tasha Agrippina, Sekar Septiandari, Ogi Raditya | Periset foto: Ijar Karim, Bintari Rahmanita