Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berputar-putar di Ujung Penyidikan

Ada kesan Polda Metro Jaya mengulur waktu dengan memeriksa ulang Firli Bahuri. Di KPK, penyidik menggeber kasus Suryo.

6 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri (kiri) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (tengah) yang diduga di GOR badminton di kawasan Mangga Besar, Jakarta, 2 Maret 2022. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polda Metro Jaya akan memeriksa ulang Firli Bahuri, Selasa pekan ini.

  • Polda Metro Jaya akan melakukan gelar perkara setelah memeriksa Firli.

  • KPK juga menggenjot pemeriksaan kasus korupsi kereta api yang diduga melibatkan M. Suryo.

JAKARTA – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya memilih memeriksa ulang Firli Bahuri dalam perkara dugaan korupsi pemerasan oleh pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi kepada pejabat Kementerian Pertanian. Penyidik Polda akan menjadwalkan pemeriksaan ulang Ketua KPK itu pada Selasa besok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai pemeriksaan Firli yang berulang-ulang di tingkat penyidikan itu mengesankan bahwa Polda Metro Jaya hendak mengulur-ulur waktu pengusutan kasus tersebut. Apalagi Polda belum menetapkan tersangka perkara tersebut hingga kini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurnia berpendapat, demi kepastian hukum, Polda Metro Jaya semestinya segera menetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan oleh pemimpin KPK kepada pejabat Kementerian Pertanian tersebut. “Karena perkara ini sudah jamak diketahui oleh masyarakat. Apalagi bukti petunjuknya sudah beredar,” kata Kurnia, Ahad, 5 November 2023. 

Menurut Kurnia, foto pertemuan antara Firli Bahuri dan Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian yang diganti pada 25 Oktober lalu, serta keterangan saksi-saksi sudah cukup sebagai bukti untuk menetapkan Firli sebagai tersangka. Ia menyebutkan bukti-bukti itu sudah menguatkan bahwa Firli diduga melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang KPK. Pasal 36 menegaskan larangan pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak beperkara di KPK. Lalu Pasal 65 mengatur pidana maksimal 5 tahun penjara atas pelanggaran Pasal 36.

Di samping itu, kata Kurnia, penyidik Polda Metro Jaya tinggal menguatkan bukti akan adanya uang yang diterima oleh Firli dari pihak Syahrul. Penerimaan uang itu dapat mengarah ke penyuapan, gratifikasi, ataupun pemerasan. “Tinggal pembuktian yang mengarah apakah ada transaksi atau pemerasan dalam pertemuan itu seperti yang dituduhkan,” kata Kurnia.

Empat sumber Tempo di kepolisian mengatakan awalnya penyidik Polda Metro Jaya sesungguhnya merencanakan gelar perkara penyidikan kasus tersebut pada Jumat pekan lalu. Penyidik menjadwalkan gelar perkara untuk menetapkan tersangka itu karena semua saksi yang mengetahui kasus tersebut sudah diperiksa. Penyidik Polda juga telah memeriksa ahli dari tiga disiplin ilmu, yaitu pakar hukum pidana, acara pidana, dan mikro-ekspresi. Namun agenda gelar perkara tersebut batal dilaksanakan. “Tiba-tiba ada permintaan agar Firli diperiksa kembali,” kata sumber Tempo ini.

Ketua KPK Firli Bahuri. TEMPO/Imam Sukamto

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak belum merespons pertanyaan Tempo mengenai alasan pemanggilan ulang Firli Bahuri. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko juga belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo. 

Jumat lalu, Ade Safri mengatakan penyidik memang perlu memeriksa ulang Firli Bahuri sebelum melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan tersebut. Polda Metro Jaya sudah mengirim surat panggilan pemeriksaan kedua Firli, Kamis lalu.

Ade Safri menegaskan, penyidik akan menjadwalkan gelar perkara setelah memeriksa Firli untuk kedua kalinya. Tapi Ade tak bersedia membeberkan jadwal gelar perkara tersebut. 

"Kita tunggu setelah nanti pemeriksaan tambahan pada Selasa, 7 November 2023, untuk langkah tindak lanjut penyidikan berikutnya," kata Ade, Jumat lalu.

Saat Polda Metro Jaya menunda gelar perkara, KPK justru menggenjot penyelidikan baru kasus korupsi pembangunan jalur ganda kereta api Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM 96+400 sampai KM104+900 (JGSS 6). Penyelidikan baru ini mengarah ke Muhammad Suryo, pengusaha asal Yogyakarta yang diduga dekat dengan Inspektur Jenderal Karyoto, Kepala Polda Metro Jaya.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto memasukkan barang bukti narkoba ke mesin pembakaran di Polda Metro Jaya, 11 Oktober 2023. ANTARA/Aprillio Akbar

Dalam perkara itu, Suryo diduga menerima sleeping fee sebesar Rp 9,5 miliar dari rekanan proyek JGSS 6. Penerimaan fee ini terungkap di pengadilan pada Juli lalu. Tapi KPK menggeber penyelidikan kasus korupsi kereta api itu pada pertengahan Oktober lalu atau saat Polda Metro Jaya menaikkan ke tahap penyidikan perkara dugaan pemerasan oleh Firli kepada Syahrul Yasin Limpo. Tim KPK bahkan terbang ke Semarang dan Magelang, Jawa Tengah, untuk memeriksa beberapa orang di sana.

Sumber Tempo di KPK mengatakan tim penyidik melakukan gelar penyelidikan perkara Suryo tersebut, pekan lalu. Hasilnya, kasus Suryo ini dinyatakan sudah cukup bukti untuk naik ke tahap penyidikan. 

Saksi Kuatkan Pertemuan Firli-Syahrul

Pemeriksaan pertama Firli digelar di lantai 6 gedung Badan Reserse Kriminal Polri pada 24 Oktober lalu. Firli di antaranya dimintai konfirmasi mengenai pertemuan antara dia dan Syahrul pada 2022. Misalnya pertemuan keduanya di gedung olahraga bulu tangkis di kawasan Mangga Besar, Jakarta, pada Desember 2022. Saat itu Firli tengah bermain bulu tangkis di sana.

Ada juga pertemuan Firli dan Syahrul di rumah yang beralamat di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penyidik Polda sudah menggeledah rumah tersebut.

Selain ihwal pertemuan itu, Muhammad Hatta, Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, membeberkan adanya pemberian uang dari pihak Syahrul kepada Firli. Pemberian uang tersebut berawal dari komunikasi Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar kepada Syahrul pada Juni 2022. Irwan merupakan kerabat Syahrul. Ia juga menjadi anak buah Firli di Polda Nusa Tenggara Barat pada 2017. 

Awalnya Irwan menyampaikan bahwa KPK tengah mengusut dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Selanjutnya Irwan dan Syahrul bertemu, lalu bersama-sama ke kediaman Firli Bahuri. 

Kepada Tempo, Irwan mengakui adanya pertemuan Firli dengan Syahrul pada 2021, bukan pada 2022 seperti keterangan Hatta. Irwan juga membantah ihwal adanya pemberian uang kepada Firli. "Penyerahan uang itu tidak betul. Saya tidak pernah merasa," kata Irwan, 10 Oktober lalu.

Penyidik Polda memeriksa 72 saksi dalam perkara ini. Beberapa saksi berulang kali diperiksa, termasuk Syahrul Yasin Limpo. Pemeriksaan terakhir politikus Partai NasDem itu digelar di lantai 6 gedung Bareskrim pada 31 Oktober lalu.

Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, setelah menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 2 November 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Kuasa hukum Syahrul, Jamaluddin Koedoeboen, mengatakan penyidik mencecar kliennya dengan 22 pertanyaan. Dalam pemeriksaan itu, kata Jamaluddin, Syahrul mengakui beberapa kali bertemu dengan Firli. “Sudah beredar juga di media bahwa mereka pernah bertemu,” katanya.

Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, berpendapat, ada dua kemungkinan penyidik Polda Metro Jaya memanggil ulang Firli. Pertama, penyidik hendak mendalami petunjuk baru dari hasil penggeledahan ataupun keterangan saksi-saksi. Misalnya penyidik mendalami informasi rumah mewah di Jalan Kertanegara Nomor 46 yang diduga disewa oleh Tirta Juwana Darmadji alias Alex Tirta. Alex adalah pengusaha hiburan malam dan pemilik Hotel Alexis.

“Jika ternyata berkaitan dengan dugaan kasus pemerasan SYL, itu akan menjadi bukti yang menguatkan,” kata Yuris.

Kedua, penyidik Polda mungkin mendalami adanya tindak pidana yang diduga dilakukan Firli selain pemerasan. Misalnya, kata Yuris, adanya dugaan penerimaan gratifikasi. “Bisa saja dugaan tindak pidana lain ini diproses bersamaan dengan kasus dugaan pemerasan tersebut,” ujar Yuris.

Menurut Yuris, dua kemungkinan tersebut seharusnya tidak menjadi penghalang bagi Polda untuk menetapkan tersangka. Apalagi penyidik Polda disebut-sebut sudah mengantongi alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka. 

Ia juga berharap Polda Metro Jaya tidak membuka ruang kompromi dengan Firli, meski mantan Kapolda Sumatera Selatan itu berusaha menekan dengan perkara lain yang diduga melibatkan pejabat Polda.

EKA YUDHA SAPUTRA | M. FAIZ ZAKI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus