Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Ali Sadikin melegalkan teban untuk mendapatkan duit dari pajak judi.
Ia berhadapan dengan ulama yang menentang pajak judi.
Ali Sadikin dijuluki sebagai gubernur judi.
DERING telepon di suatu sore pada 1973 menghentikan rutinitas Ali Sadikin menyimak isi surat kabar. Meninggalkan koran yang belum rampung dibacanya, Gubernur DKI Jakarta 1966-1977 itu menerima kabar tentang rencana penutupan sejumlah tempat judi di Ibu Kota. Itu berarti pundi-pundi pemerintah DKI dari pajak judi bakal berkurang.
Putra pertama Ali, Boy Bernadi Sadikin, berkisah, suara bapaknya tiba-tiba menggelegar. “Bapak tanya, kenapa judi mau ditutup? Bicaranya keras dan nadanya tinggi,” kata Boy kepada Tempo, Senin, 1 Agustus lalu.
Boy, ketika itu masih duduk di sekolah menengah atas, tak tahu siapa lawan bicara Ali. Ia juga tak bertanya. Menurut Boy, sang ayah tak pernah menceritakan urusan kantornya kepada keluarga. Sore itu, Boy justru kena omel Ali lantaran membolak-balik halaman koran yang belum rampung dibaca.
Rencana penutupan tersebut berasal dari Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang saat itu dipimpin Jenderal Soemitro Sastrodihardjo. Kopkamtib melarang judi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Daerah seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan diperbolehkan menggelar kasino, tapi harus menutup bentuk judi lain, seperti dalam jackpot dan pinball.
Larangan judi membuat Ali Sadikin senewen. Dalam buku Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977 yang ditulis Ramadhan K.H., Ali bercerita bahwa dia meluapkan unek-uneknya saat wartawan menanyakan larangan teban. Kepada para pewarta, Ali menyatakan judi di Jakarta sah berdasarkan undang-undang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tuan Maksiat dan Helikopter Ulama"