Adapun jabatan tak pernah kekal pada seseorang.
Jika engkau tak percaya, di manakah yang terdahulu?
Perbuatlah jasa sebanyak mungkin.
Jika kau diturunkan juga, jasa-jasamu tak pernah turun.
***
SYAIR ciptaan Imam Hasan Basri dari Iraq (abad ke-8) itu
diberikan kepada Ali Sadikin. Huruf-huruf Arabnya tercetak pada
piagam yang diserahkan oleh tokoh Islam Jakarta, KH A. Syafe'i,
pada acara malam penutupan MTQ di Stadion Utama Senayan l9 Juni
yang lalu. 150 ribu orang mengikuti acara itu, yang diisi dengan
pertunjukan peragaan manasik haji dan juga nyanyian Benyamin S.
Acara peragaan manasik haji yang disajikan di lapangan bola itu
sangat mengesankan, dan nyanyian Benyamin "Yok, main
ondel-ondel" tetap enak tapi yang jadi perhatian luas adalah
acara perpisahan dengan Penjabat Gubernur Ali Sadikin. Berpici
hitam agak tinggi dengan berkalungkan sorban haji di kerah baju
safari dinasnya, Bang Ali (haji tahun 1975) juga berpidato di
depan massa yang melimpah sampai ke luar stadion malam itu.
"Tidak ada latar belakang politik", kata Penjabat Gubernur
tentang acara yang dilimpahi massa dalam jumlah agak luarbiasa
itu - yang antara lain datang dari Serang, Bandung dan Magelang.
Sadikin yang kagum akan disiplin dan ketertiban orang banyak
itu, hanya "menompang" kesempatan itu untuk perpisahan. KH
Syafe'i pun mendoakan agar Ali Sadikin dapat "jabatan yang lebih
tinggi".
Bang Ali memang mengisi hari-hari terakhir sebelum serah terima
jabatannya dengan banyak acara perpisahan. Sejak 11 Juli nanti
Ali Sadikin -- yang pertama kalinya menjadi Gubermlr dalam usia
masih muda, 39 tahun -- akan digantikan oleh Letjen
Tjokropranolo, bekas Sekretaris Militer Presiden, yang juga
dikenal sebagai salah satu pengawal Panglima Besar Sudirman di
masa revolusi dulu.
Nampaknya memang sang Penjabat Gubernur tak punya banyak waktu
lagi. Sehingga serangkaian acara memeriahkan ulang tahun ke 450
kota Jakarta, sekaligus "dimanfaatkan" juga sebagai acara
pamitan terhadap segenap lapisan warga kota Jakarta. Misalnya,
di Balaikota ada acara perpisahan dengan kalangan murid SD se
Jakarta 22 Juni lalu. Sehari kemudian Bang Ali menerima
kunjungan 25 pegawai rendahan dari berbagai instansi DKI yang
menyampaikan selamat atas ulang tahun Jakarta serta sekalian
ucapan selamat jalan. Acara yang serupa kemudian berlangsung
malam harinya dengan kalangan pimpinan redaksi pers Ibukota,
sementara acara perpisahan dengan para seniman bakal berlangsung
di TIM tanggal 5 Juli ini.
Tapi puncak acara yang gemuruh diterima Ali Sadikin adalah dalam
malam ulang tahun Jakarta, acara tahunan yang ramai di Jalan
Thamrin -- yang dimulainya semenjak tahun 1967, dengan maksud
mengajak warga kota ini agar tak takut melulu keluar malam.
Maklum, peristiwa Gestapu-PKI kala itu masih segar dan
menghantu.
Menjelang sore 21 Juni kemarin, langit hitam di seputar Jakarta,
sementara hujan belum menunjukkan gelagat bcrhenti. Tapi
sebanyak orang yang was-was untuk ikut turun di Thamrin,
ternyata banyak juga yang tak terusik oleh hujan. Untung juga
jalan yang membentang sekitar 2 Km itu yang biasanya suka
terendam air bila hujan kali ini mujur tak sampai banjir. Yang
membanjir adalah 1 juta manusia, ditamhah para petugas keamanan,
tak kurang dari 2500 anggota Polri yang dikerahkan, plus
kesatuan Brigade Mobil. komplit dengan panser, yang sejak sore
sudah siap siaga.
Hujan memang sempat bikin Jadwal acara sedikit melejit. Tapi
ketika memasuki pukul 19, (siapa tahu pakai pawang?) langit
kembali bersih dan bintang pun kerlap-kerlip, bersama lampu dan
mata orang Jakarta yang sudah tumpah ruah ke jalanan untuk
melepas kepergian Ali Sadikin dari kursi gubernur.
Di samping ada 30 panggung hiburan yang bertaburan di kiri kanan
jalan yang sebagian besar menabuh irama dang dut (enak buat
joged, katanya), maka di dekat jembatan penyeberangan Sarinah
ada sebuah podium mungil: panggung kehormatan namanya. Di sini
Ali Sadikin setelah acara tertunda setengah jam sesudah pukul
19, menyaksikan pawai lampion. Para peserta pawai keburu basah
kuyup, lampion mereka juga banyak yang jadi keriput ditimpa air.
Tapi cukup senang juga 10 pesertanya, antara lain drum band
Akademi Pelayaran, Pramuka, Ondel-ondel, para pelajar SLTA dan
mahasiswa. Penutupnya adalah sekelompok orang setengah baya yang
bernama Rebana Ngarak. Untuk menghormati mereka, Bang Ali turun
dan bersalaman.
Dan teriakan yang tak terelakkan itu terdengar berkali-kali:
"Hidup Bang Ali!". Ali Sadikin menyambutnya (ia nampak terharu,
tumben) sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia sendiri
sudah beberapa hari tak sehat. Di lehernya melilit syal biru
pula, dan sekelebatan dari balik leher baju kaosnya yang
berwarna hitam nampak ada tempelan salon-pas.
Selesai menyaksikan pawai, Bang Ali toh tidak pulang. Ia ronda
keliling dan melihat-lihat dari teras bangunan Sarinah. Ia turun
sebentar ke panggung Papiko, ngobrol sedikit dengan para bintang
nyanyi itu, sementara hentakan musik keras telah merangsang para
pengunjung untuk berjoged. Tak lama kemudian ketika Bang Ali
muncul lagi di sana, dan Titiek Puspa dkk sedang
hangat-hangatnya membuat paduan suara Bang Ali pun turun
gelanggang. Ikut berjoged. Kini tanpa peci lagi, jas pun
dilepas. Sesaat kemudian wajahnya bersimbah peluh, dan Wakil
Gubernur Wiriadinata yang juga ambil bagian dalam barisan joged,
menyodorkan pastiles. Ali Sadikin mencomotnya sembari terus
goyang-goyang.
Lalu, setelah tengan malam lewat, lagi-lagi Titiek Puspa -
nyanyi. Suaranya besar, di tengan suasana yang tiba-tiba jadi
diam, membawakan lagu Tinggalkan ciptaan Bing Slamet yang diubah
syairnya -- khusus untuk acara ditingkalkan Bang Ali itu.
Yah, aneh juga, bahwa pujian kepada Ali Sadikin berpuncak pada
saat menjelang ia berhenti. Bukan pada waktu ia masih berkuasa,
bukan pula waktu ia baru diangkat seperti biasanya terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini