Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ali Sadikin Sibuk Berpisah

Hut ke-450 kota Jakarta dimeriahkan bersama acara perpisahan dengan gubernur Ali Sadikin. diikuti 1 juta manusia, 2500 anggota Polri dan satuan Brimob. Pada penutupan mtq mendapat piagam perpisahan.

2 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun jabatan tak pernah kekal pada seseorang. Jika engkau tak percaya, di manakah yang terdahulu? Perbuatlah jasa sebanyak mungkin. Jika kau diturunkan juga, jasa-jasamu tak pernah turun. *** SYAIR ciptaan Imam Hasan Basri dari Iraq (abad ke-8) itu diberikan kepada Ali Sadikin. Huruf-huruf Arabnya tercetak pada piagam yang diserahkan oleh tokoh Islam Jakarta, KH A. Syafe'i, pada acara malam penutupan MTQ di Stadion Utama Senayan l9 Juni yang lalu. 150 ribu orang mengikuti acara itu, yang diisi dengan pertunjukan peragaan manasik haji dan juga nyanyian Benyamin S. Acara peragaan manasik haji yang disajikan di lapangan bola itu sangat mengesankan, dan nyanyian Benyamin "Yok, main ondel-ondel" tetap enak tapi yang jadi perhatian luas adalah acara perpisahan dengan Penjabat Gubernur Ali Sadikin. Berpici hitam agak tinggi dengan berkalungkan sorban haji di kerah baju safari dinasnya, Bang Ali (haji tahun 1975) juga berpidato di depan massa yang melimpah sampai ke luar stadion malam itu. "Tidak ada latar belakang politik", kata Penjabat Gubernur tentang acara yang dilimpahi massa dalam jumlah agak luarbiasa itu - yang antara lain datang dari Serang, Bandung dan Magelang. Sadikin yang kagum akan disiplin dan ketertiban orang banyak itu, hanya "menompang" kesempatan itu untuk perpisahan. KH Syafe'i pun mendoakan agar Ali Sadikin dapat "jabatan yang lebih tinggi". Bang Ali memang mengisi hari-hari terakhir sebelum serah terima jabatannya dengan banyak acara perpisahan. Sejak 11 Juli nanti Ali Sadikin -- yang pertama kalinya menjadi Gubermlr dalam usia masih muda, 39 tahun -- akan digantikan oleh Letjen Tjokropranolo, bekas Sekretaris Militer Presiden, yang juga dikenal sebagai salah satu pengawal Panglima Besar Sudirman di masa revolusi dulu. Nampaknya memang sang Penjabat Gubernur tak punya banyak waktu lagi. Sehingga serangkaian acara memeriahkan ulang tahun ke 450 kota Jakarta, sekaligus "dimanfaatkan" juga sebagai acara pamitan terhadap segenap lapisan warga kota Jakarta. Misalnya, di Balaikota ada acara perpisahan dengan kalangan murid SD se Jakarta 22 Juni lalu. Sehari kemudian Bang Ali menerima kunjungan 25 pegawai rendahan dari berbagai instansi DKI yang menyampaikan selamat atas ulang tahun Jakarta serta sekalian ucapan selamat jalan. Acara yang serupa kemudian berlangsung malam harinya dengan kalangan pimpinan redaksi pers Ibukota, sementara acara perpisahan dengan para seniman bakal berlangsung di TIM tanggal 5 Juli ini. Tapi puncak acara yang gemuruh diterima Ali Sadikin adalah dalam malam ulang tahun Jakarta, acara tahunan yang ramai di Jalan Thamrin -- yang dimulainya semenjak tahun 1967, dengan maksud mengajak warga kota ini agar tak takut melulu keluar malam. Maklum, peristiwa Gestapu-PKI kala itu masih segar dan menghantu. Menjelang sore 21 Juni kemarin, langit hitam di seputar Jakarta, sementara hujan belum menunjukkan gelagat bcrhenti. Tapi sebanyak orang yang was-was untuk ikut turun di Thamrin, ternyata banyak juga yang tak terusik oleh hujan. Untung juga jalan yang membentang sekitar 2 Km itu yang biasanya suka terendam air bila hujan kali ini mujur tak sampai banjir. Yang membanjir adalah 1 juta manusia, ditamhah para petugas keamanan, tak kurang dari 2500 anggota Polri yang dikerahkan, plus kesatuan Brigade Mobil. komplit dengan panser, yang sejak sore sudah siap siaga. Hujan memang sempat bikin Jadwal acara sedikit melejit. Tapi ketika memasuki pukul 19, (siapa tahu pakai pawang?) langit kembali bersih dan bintang pun kerlap-kerlip, bersama lampu dan mata orang Jakarta yang sudah tumpah ruah ke jalanan untuk melepas kepergian Ali Sadikin dari kursi gubernur. Di samping ada 30 panggung hiburan yang bertaburan di kiri kanan jalan yang sebagian besar menabuh irama dang dut (enak buat joged, katanya), maka di dekat jembatan penyeberangan Sarinah ada sebuah podium mungil: panggung kehormatan namanya. Di sini Ali Sadikin setelah acara tertunda setengah jam sesudah pukul 19, menyaksikan pawai lampion. Para peserta pawai keburu basah kuyup, lampion mereka juga banyak yang jadi keriput ditimpa air. Tapi cukup senang juga 10 pesertanya, antara lain drum band Akademi Pelayaran, Pramuka, Ondel-ondel, para pelajar SLTA dan mahasiswa. Penutupnya adalah sekelompok orang setengah baya yang bernama Rebana Ngarak. Untuk menghormati mereka, Bang Ali turun dan bersalaman. Dan teriakan yang tak terelakkan itu terdengar berkali-kali: "Hidup Bang Ali!". Ali Sadikin menyambutnya (ia nampak terharu, tumben) sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia sendiri sudah beberapa hari tak sehat. Di lehernya melilit syal biru pula, dan sekelebatan dari balik leher baju kaosnya yang berwarna hitam nampak ada tempelan salon-pas. Selesai menyaksikan pawai, Bang Ali toh tidak pulang. Ia ronda keliling dan melihat-lihat dari teras bangunan Sarinah. Ia turun sebentar ke panggung Papiko, ngobrol sedikit dengan para bintang nyanyi itu, sementara hentakan musik keras telah merangsang para pengunjung untuk berjoged. Tak lama kemudian ketika Bang Ali muncul lagi di sana, dan Titiek Puspa dkk sedang hangat-hangatnya membuat paduan suara Bang Ali pun turun gelanggang. Ikut berjoged. Kini tanpa peci lagi, jas pun dilepas. Sesaat kemudian wajahnya bersimbah peluh, dan Wakil Gubernur Wiriadinata yang juga ambil bagian dalam barisan joged, menyodorkan pastiles. Ali Sadikin mencomotnya sembari terus goyang-goyang. Lalu, setelah tengan malam lewat, lagi-lagi Titiek Puspa - nyanyi. Suaranya besar, di tengan suasana yang tiba-tiba jadi diam, membawakan lagu Tinggalkan ciptaan Bing Slamet yang diubah syairnya -- khusus untuk acara ditingkalkan Bang Ali itu. Yah, aneh juga, bahwa pujian kepada Ali Sadikin berpuncak pada saat menjelang ia berhenti. Bukan pada waktu ia masih berkuasa, bukan pula waktu ia baru diangkat seperti biasanya terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus