SUATU riset mengenai tingkah laku seksuil yang diumumkan minggu
lalu menunjukkan bahwa makin banak saja kaum isteri Italia
rjerumus (terjerumus? Lebih baik: masuk) ke dalam perzinahan.
Alasannya: mereka berpendapat suami mereka bukanlah kekasih
yang ideal.
Tapi studi itu selanjutnya mendapatkan pula: sebagian besar kaum
ibu itu tidak menemui kepuasan dalam hubungan di luar perkawinan
tersebut. Dengan demikian, itu malah mempertebal
ketidak-tenteraman mereka.
Hasil riset selama dua tahun yang dilakukan oleh Norberto
Valentini dan Clara di Meglio berupa kumpulan wawancara dengan
1200 orang wanita dan pria berkeluarga di seluruh Italia dan
telah dibukukan di bawah judul Pasangan Bugil. Sampai sekarang
buku itu telah terjual sebanyak 40.000 jilid. Data yang
diperoleh: 58 persen dari wanita yang diwawancarai mengaku telah
mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan. Sampai 16 persen
melakukannya 30 tahun yang lalu dan 25 persen melakukannya di
tahun 1970. Angka perzinahan di kalangan suami tetap, 75 persen.
Seorang nyonya yang bekerja di bidang hubungan masyarakat
mengaku: "Saya mengkhianatinya untuk mencari kesenangan pribadi,
tapi ternyata itu cuma khayalan". Lain pula pengakuan seorang
ahli hukum dari Palermo. Katanya: "Kita memerlukan
pasangan-pasangan lain. Hubungan seks hanya dengan isteri saja
tidak cukup".
Kedua penulis melihat bahwa makin banyaknya para isteri yang
terlibat dalam hubungan di luar pernikahan merupakan gejala yang
sangat menonjol dalam hasil studi tersebut. Ini, katanya
merupakan salah satu akibat dari emansipasi wanita. Juga sebagai
reaksi atas kebiasaan pria Latin yang berhubungan seksuil sesuka
hati mereka dan kapan saja di kala senggang. Dan ini dilakukan
hanya untuk kesenangan sendiri semata-mata.
Hasil Sampingan
Survei tersebut mengatakan pula bahwa sekali kaum wanita
mengerjakan apa yang dimaui oleh masyarakat dan dunia laki-laki,
kesenangan mereka tak pernah dibicarakan. Apabila mereka
terpuaskan, itu merupakan hasil sampingaul. Namun kaum wanita
zaman sekarang jauh lebih sadar akan kehidupan seksuil mereka.
Kekecewaan karena suami-suami tak dapat memuaskan mereka sangat
menonjol.
"Saya harus mengajar suami saya bagaimana caranya bercinta",
demikian kata seorang ibu rumah tangga dari Sicilia yang berumur
29 tahun. "Ia sama sekali tak peka akan hubungan badani",
demikian keluh seorang arsitek wanita dan Turin tentang
suaminya. Seorang nyonya lain malah mengatakan "ia hanya mau
berbuat apabila saya yang meminta. Tak ada inisiatif dari dia".
Seorang pegawai bank pria dari Florence mengatakan tentang
isterinya: "Yang difikirkannya cuma seks melulu".
Tutup Mulut Kalau Bekeja
Seorang ibu rumah tangga lainnya malah mengatakan bahwa selama
10 tahun perkawinan mereka ia tak pernah melihat suaminya tak
berpakaian. "Karena di tempat tidur maupun di mana saja ia
selalu berpiyama". Sang nyonya tersebut mengatakan pula -
seperti halnya sebanyak 60 persen dari yang diwawancarai bahwa
hubungan kelamin mereka tak pernah berlangsung lebih dari dua
menit.
Laporan itu memberikan sumbangan kepada pandangan terbuka dan
jujur atas kehidupan seks yang sekarang sedang melanda Italia.
Sebuah buku populer lain Kepahitan Seksuil membeberkan
kekecewaan seksuil 30.000 wanita Italia. Hal lain yang
dibicarakan adalah apa yang dipercakapkan orang Italia selama
hubungan kelamin. Survei menunjukkan bahwa orang Italia yang
biasanya ribut itu, kalau sedang "begitu" lebih banyak tutup
mulut.
Kesimpulan lain yang ditank oleh buku Pasangan Bugil:
Hanya seorang responden wanita mengatakan bahwa ia tunduk
kepada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Gereka Katolik Roma
mengenai pencegahan kehamilan secara buatan, pengguguran,
hubungan seksuil di luar nikah dan hubungan homoseksuil.
Hanya 39 persen isteri-isteri dan 50 persen suami-suami
berpendapat bahwa hubungan seksuil sah mereka "memuaskan".
Sepertiga wanita mengatakan bahwa problema seks sebagai akar
krisis rumah tangga mereka. Tahun 1962 jumlah tersebut hanya 18
persen.
54 persen dari wanita-wanita yang diwawancara mengatakan bahwa
mereka tak pernah atau jarang mengalami orgasme pada waktu
berhubungan dengan suami mereka. Di kalangan suami jumlah ini
lebih rendah: hanya 24 persen.
Hubungan antar seks yang sejenis (homoseksuil), biasa atau
sekali-sekali dilakukan oleh 15 persen isteri-isteri dan
suami-suami. Seks berkelompok dan tukar menukar pasangan cukup
populer. Prosentasenya sama.
Kemarahan, Kedongkolan dan Rasa Kecewa
Kebebasan yang cukup fantastis itu ternyata belum juga memuaskan
nyonya-nyonya Italia. Pekan silam, sejumlah 30 ribu nyonya rumah
melancarkan demonstrasi di pusat kota Roma. Mereka yang datang
dari berbagai penjuru Italia itu melancarkan protes mereka
terhadap keputusan senat Italia yang melarang adanya
pengguguran. "Kami tahu bahwa undang-undang itu memerlukan
perjuangan keras untuk mengesahkannya", kata Enrica Lucarelli,
41 tahun, ketua bagian wanita Partai Sosialis Italia. "Tapi kami
tidak pernah menyangka bahwa kami akan kalah" tambahnya pula.
Kemarahan, kedongkolan dan rasa kecewa mewarnai perasaan para
nyonya yang berdemonstrasi tanggal 10 Juni yang lalu itu. Kalau
saja senat meloloskan rancangan undang-undang pengguguran itu.
Italia tentulah telah menjadi negara pertama di Eropa yang
mempunyai undang-undang pengguguran yang amat liberal. Kini
harapan itu setidaknya untuk sementara waktu telah musnah.
"Sebelum pengguguran dibolehkan di negeri ini, kami akan terus
melakukan pengguguran dengan gaya abad pertengahan", kata Vera.
seorang ahli kandungan dari Pisa.
Ongkos pengguguran gelap di Italia berkisar di sekitar setengah
juta jiwa (Rp 250 ribu) hingga satu juta lira (Rp 500 ribu).
Wanita-wanita miskin banyak yang menggunakan obat-obat
tradisionil yang ternyata tidak jarang menyebabkan kematian.
Kegagalan di senat ini betul-betul "merupakan tamparan pada muka
kita", kata Maria, 17 tahun, yang datang dari Bologna bersama
30 wanita lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini