Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) melaporkan lima pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Gubernur Anies Baswedan pada Rabu, 22 Juli 2020.
Lima pejabat dilaporkan karena dugaan tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan berupa menghalangi pegawai UPT Ambulans Gawat Darurat DKI untuk membentuk serikat pekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia Sabda Pranawa Djati, mengatakan telah memasukan dokumen pengaduan ke gubernur DKI, atas kasus ini. "Pekerja punya hak berserikat," kata Sabda melalui keterangan resminya, Jumat, 24 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lima pejabat yang dilaporkan ke Gubernur Anies adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Terlapor 1), Kepala Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Terlapor 2), dan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta (Terlapor 3).
Pejabat lainnya yang dilaporkan adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Keuangan Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Terlapor 4), dan Koordinator Kepegawaian Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Terlapor 5).
Sabda melaporkan dasar adanya surat dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta nomor: 7700 /-087 tanggal 22 Juni 2020 perihal pemberitahuan, yang ditujukan kepada Kepala UPT Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Prov. DKI Jakarta.
Dalam surat tersebut, Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti secara tegas menyatakan tidak membolehkan adanya perjanijan kerja bersama dan tidak diperkenankan adanya serikat pekerja/serikat buruh sebagai wadah dari pegawai.
Surat dari Widyastuti itu adalah respon dari surat Kepala UPT Ambulans Gawat Darurat Nomor 1179/-1.83 bertarikh 27 Mei 2020 tentang permohonan penjelasan mengenai aturan kepegawaian pada UPT AGD Dinas Kesehatan DKI.
Padahal pembentukan serikat pekerja menjadi hak dan telah tertuang dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Di aturan itu telah tegas mengatur tentang hak dasar pekerja, hak kebebasan berserikat, definisi dari perusahaan yang menjadi ruang lingkup dari kedua undang-undang tersebut, termasuk tindak pidana dan sanksi yang menyertainya."
Pejabat yang melarang pekerja membuat serikat pekerja bisa terancam pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 500 juta. Sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 43 ayat 1 jo Pasal 28 Undang- Undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.